Seniman
Martodikromo, salah satu perwakilan warga Urutsewu menyerahkan kertas
paparan dan sebagian copy bukti sertivikat serta segel akta tanah
kawasan pesisir yang tengah jadi obyek sengketa. [Foto: Litbang FPPKS]
Sudah diduga bahwa pertemuan guna membahas penyelesaian
konflik agraria kawasan pesisir Urutsewu, diskenario untuk membatasi ruang bagi
masyarakat menyampaikan kebenaran. Sebaliknya membuka sebebas-bebasnya akses
bagi militer untuk melakukan intervensi pada forum yang tak berkeadilan ini.
Dari komposisi pihak yang diundang pun, yang hanya 8
dari 15 Kades, untuk masalah sebesar Urutsewu yang berkaitan langsung dengan ribuan
keluarga; sesungguhnya sudah bisa disimpulkan dominasi pihak mana yang paling
memiliki “pengaruh” atas pertemuan di Ruang Jatijajar (2/9) kompleks pendopo
rumah dinas Bupati. Lagi-lagi ini tak lebih dari sebuah dominasi dari kekuatan
paradoks demokrasi rakyat.
"Kami hanya sekedar menjalankan perintah pak, bagi
yang tak diundang dilarang masuk acara”, kata Satpol PP menghadang.
Bagaimana mungkin ada kesetaraan jika untuk
memfasilitasi sebuah forum yang membahas konflik besar, cukup mengundang 8
Kadesnya saja? Pertemuan ini mestinya diluaskan sebagai forum yang bermartabat,
ruang lebih bagi rakyat untuk mengemukakan kebenaran-kebenaran faktual, setelah
selama ini dimampatkan, dibatasi dan direpressi.
Upaya menyudahi konflik agraria kawasan Urutsewu jadi seperti
analogi menjauhkan panggang dari api; menjauhkan keadilan dari tujuan
mempertemukan dua pihak yang berkonflik. Porsi waktu paparan yang disediakan
bagi TNI-AD dileluasakan, copy paparannya sendiri tak dibagikan. Sementara,
waktu yang disediakan bagi warga untuk usulan dan kemukakan argumentasi;
sangat-sangat dibatasi.
Kunjungan
Kerja DPR-RI Ke Urutsewu
Situasi pertemuan di pendopo rumdin Bupati Kebumen, yang sangat dibatasi bagi masuknya petani Urutsewu. Nampak di dekat kamera, seorang intel tengah mengawasi [Foto: amp]
Entah untuk tujuan apa jika Komisi I DPR-RI melakukan kunjungan kerja ke Urutsewu (2/9) dan menggelar pertemuan di pendopo rumdin Bupati Kebumen. Untuk suatu penyelesaian konflik ini, sepertinya bukan kapasitasnya. Untuk “menyerap” aspirasi, mungkin bagi komisi yang membidangi urusan Pertahanan, Luar Negeri, Komunikasi dan Informatika Intelejen ini; boleh jadi. Meskipun dipertanyakan optimalisasi capaian targetnya.
Salah satu yang mempertanyakan itu adalah kerabat
keluarga Mihad, pemegang sertivikat hak milik yang tanahnya terkena klaim penguasaan
tentara; saat digelar pertemuan setelah peninjauan lapangan sepanjang pagi sebelumnya.
Beberapa petani lain yang belum pulang dari pekerjaan di lahannya bahkan
mencurigai bahwa kunjungan kerja Komisi I DPR-RI ke lahan Desa Setrojenar ini
hanya lah syarat prosedural peninjauan lapangan untuk melegitimasi lebih lanjut
proses apa yang disebut warga sebagai “perampasan tanah secara sistematis” yang
dilakukan pihak militer.
“Dan untuk melanjutkan pemagaran semena-mena di lahan
kita”, sergah seorang petani sambil menyeka keringatnya.
Beberapa petani yang tak diikutkan dalam pertemuan ini,
kecuali marah dan kecewa; merasa telah dimatikan hak-haknya.
0 comments:
Post a Comment