Monday, June 13, 2016

Jangan Remehkan Pekerjaan Petani, Tanpa Petani Kita Mau Makan Apa 'Nasib Bangsa Ada di Tangan Petani'

ganti rugi jika hasil panen

berkurang.

Mereka tidak perlu khawatir soal kerugian dari panen yang rendah karena bencana alam seperti kekeringan, banjir dan angin topan.

Pada 10 November 2010, Swiss Re mengumumkan perkenalan program asuransi berbasis indeks, yang pertama di Asia Tenggara, yang dikembangkan bersama Vietnam Agribank Insurance Joint Stock Company (ABIC) untuk menutupi pinjaman kepada petani padi di 10 provinsi di Vietnam, dengan kemampuan memperpanjang skema untuk seluruh negeri.

Menurut perjanjian itu, ABIC, cabang asuransi Agribank, bank pertanian dan penyedia utama pinjaman pertanian di Vietnam, akan menjamin nasabah petani padi AgriBank terhadap ketidakmampuan membayar kembali pinjaman karena panen yang rendah(http://www.antaranews.com).

Begitupun Thailand, merupakan negara pengekspor beras terbesar dunia, sudah lama berusaha memimpin upaya peningkatan harga beras.

Pemerintah negara Gajah Putih tersebut membayar beras dari petani dalam negeri di atas harga pasar.

Tujuannya adalah meningkatkan kemakmuran daerah pedesaan. Bangkok enggan menambah pasokan beras ke pasar dengan menurunkan harga.

Akibatnya, cadangan beras Thailand kini sudah melebihi 16 juta ton. (http://realtime.wsj.com).

Pemerintah Indonesia seharus dan sepantasnya mencontek tindakan dan gebrakan pemerintah negara-negara tetangga tersebut.

Pasalnya, petani di Vietnam dan Thailand merupakan contoh petani yang makmur dan sejahtera. Mereka juga bangga menjadi seorang petani, karena mendapatkan perhatian yang lebih dan sangat dihargai oleh pemerintahnya.

Sedangkan di Indonesia, pekerjaan menjadi petani merupakan pekerjaan yang rendah atau pekerjaan masyarakat kelas menengah ke bawah.

Padahal, dari pekerjaan petani ini mampu memberi makan dan menghidupkan lebih dari 230 juta penduduk Indonesia.

Vietnam dengan wilayah yang kecil, yaitu hanya 329.560 km² dan Thailand dengan luas wilayah hanya 514.000 km² mampu menjadi negara importir beras dunia, sedangkan Indonesia dengan wilayah daratan Indonesia mencapai 1.922.570 km².

Jangankan menjadi negara eksportir, memenuhi kebutuhan dalam negeri saja harus mengimpor dari negara lain, dan menjadi negara importir terbesar didunia. (www.edukasi,kompasiana.com).

Ironis memang, sebagai wilayah tersubur di dunia, tidak sewajarnya apabila kita mengimpor beras.

Jika paradigma ini terus dipupuk dan subur dikalangan petani Indonesia, maka akan terjadi kehilangan petani di negeri ini, dan bisa saja kita mengimpor 10%, 20%, 50% bahkan 100% kebutuhan pangan dalam negeri karena tiadanya penduduk dari negara berlambang garuda ini yang menjadi petani.

Tidak ada yang tidak mungkin, jika tidak dibenahi dengan cepat, ketakutan itu akan datang sejalan dengan waktu.

Semoga pemerintah memahami semua jeritan hati petani yang terwakili lewat goresan hitam di atas putih ini.

Tulisan ini pun sengaja ditulis oleh seorang anak petani.

Petani tidak meminta banyak hal, mereka hanya ingin diperhatikan sebagai bagian dari bangsa ini, kerja kerasnya harus dihargai dengan memberikan kesejahteraan untuk mereka.

sumber:tolongbagikan0506.blogspot.com
 

0 comments:

Post a Comment