oleh: Tarli Nugroho
Baru saja
bertelepon dengan seorang rekan di Karawang yang sedang menghimpun informasi
terkait konflik yang kemarin meletus. Informasi yang disampaikannya membuat
saya mengernyitkan dahi. Seperti saya duga, konflik itu bukan hanya terkait
soal agraria antara petani di tiga desa di Telukjambe.
Karawang
merupakan salah satu kota yang menjadi simpul kerusuhan pada rangkaian
kerusuhan pada pertengahan tahun 1990-an yang kemudian menyudahi rezim Orde
Baru. Setelah peristiwa 27 Juli 1996 meletus di Jakarta, tak lama kemudian
secara beruntun terjadi berbagai kerusuhan di Situbondo (10 Oktober 1996),
Tasikmalaya (26 Desember 1996), Senggau Ledo, Kalbar (3 Januari 1997), Tanah
Abang (Januari 1997), dan kemudian tentu saja kerusuhan Rengasdengklok, Karawang,
31 Januari 1997. Tak lama setelah itu, kerusuhan bergerak ke Pekalongan (Maret
1997), Wonosobo dan Banjarnegara (April 1997), Solo, Jakarta, Tangerang, Bogor,
Bekasi, Ujung Pandang dan Padang yang semua terjadi di bulan Mei 1998.
Kerusuhan di
Rengasdengklok terjadi persis pada bulan Ramadhan. Dan itu bukan kerusuhan
besar pertama yang terjadi di Karawang. Januari 1999, Karawang kembali menyala.
Saya ingat, hari itu saya terancam batal presentasi dalam diskusi soal peran
pemuda di masa Reformasi yang diadakan di pusat kota. Semua jalan ditutup dan
sisa-sisa kerusuhan berserakan dimana-mana. Setelah melalui berbagai jalan
tikus selama berjam-jam, akhirnya saya bisa sampai ke lokasi. Hanya ada lima
belasan orang yang bisa hadir, sehingga kami akhirnya hanya melakukan diskusi
kecil melingkar di sebuah meja besar di lokasi. Suasananya sangat mencekam.
Jika kerusuhan
di Dengklok berlatarbelakang isu SARA, maka kerusuhan di awal 1999 merupakan
konflik antara massa plus TNI dengan Polri.
Dari yang saya
catat atas informasi yang disampaikan rekan di Karawang tadi, konflik yang
kemarin meletus bisa jadi sudah ditunggangi konflik yang lebih besar, dan itu
ada kaitannya dengan momen politik tahun ini. Ada banyak kemungkinan analisis
yang sedang digodok oleh teman-teman yang sedang terlibat kegiatan advokasi di
lapangan. Siapa saja yang terlibat dan apa targetnya, kini sedang dipetakan.
Tapi satu yang jelas, kawan-kawan petani yang kemarin sempat bentrok dengan
aparat kini mencoba untuk mengambil posisi waspada dan berjaga. Tentu saja,
dalam setiap konflik, ada banyak informasi palsu yang secara sistematis
disebarkan untuk mengacaukan radar banyak orang. Apalagi, ada ribuan preman
yang kini disebar di area konflik. Inilah yang sedang diwaspadai oleh
kawan-kawan di Karawang.
Perlu diketahui, Karawang bukan hanya merupakan sentra produksi beras di Indonesia, melainkan juga sentra industri manufaktur. Bumi Karawang juga menyimpan cadangan mineral yang menggiurkan. Berbagai kegiatan eksplorasi migas onshore sedang berlangsung di Karawang. Belum terhitung dengan kegiatan eksploitasi yang sudah berlangsung. Semuanya dilakukan di lahan pertanian. Jadi, konflik yang sedang berlangsung saat ini, berbeda dengan konflik agraria di daerah lain, sifatnya multi-aktor dan multi-korporasi.
0 comments:
Post a Comment