This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Wednesday, December 22, 2010

Latihan TNI Mengganggu Kerja Petani

 
"Pada saat latihan, kami tak bisa bekerja, tanaman tak bisa disiram; layu dan mati akhirnya.."
Begitulah, ungkapan banyak petani terhadap substansi rencana penetapan peruntukan kawasan Urutsewu sebagai kawasan Hankam. Resikonya, sebagaimana dikemukakan dalam naskah Executive Summary, 2010, hlm.39 butir k; tidak boleh ada kegiatan lain selain kegiatan pertahanan dan keamanan

Masih mau dibilang bahwa petani di Urutsewu “tak mempermasalahkan” semua itu? Sebagaimana pernyataan Tino Kades Ambalresmi dan Sunarto Kades Kaibon. Ah, bisa-bisanya. Pahamkah kedua pejabat itu ? Apalagi dengan mencatut dan mengatasnamakan Paguyuban Kades Kecamatan Ambal.

Hari ini, Rabu (22/12: 15.30) saat TNI masih latihan tembak senjata kanon di pesisir desa Ambalresmi dan Kaibon, petani tak bisa melakukan kegiatan di lahan miliknya yang berdekatan dengan pesisir itu. Seorang petani, Siman (67 th), harus menunggu sore atau bahkan harus menunggu lain hari untuk bisa pergi ke sawahnya. Warga desa Kaibon Petangkuran ini, terpaksa berdiam di rumah saja. Padahal ia butuh melaksanakan kegiatan bertaninya, termasuk merumput untuk pakan lembu piaraannya.

Saat ditanya apakah dia merugi atas kegiatan TNI, ia terdiam. Tapi begitu dijelaskan bahwa tak ada alasan untuk takut mengatakan kenyataan, barulah ia menjawab jujur.
“Bagaimana pun juga, latihan TNI itu mengganggu pekerjaan kami. Dan juga banyak sedulur petani yang lainnya”, jawabnya lugas.
Lebih lanjut, saat diberitahu bahwa sekarang ini pemerintah sedang menyusun aturan hukum yang akan menetapkan kawasan itu menjadi kawasan Hankam, sorot mata orangtua ini nampak kuyu; antara tak rela dan nelangsa. Siman mengatakan bahwa petani selalu mengalah selama ini. Padahal, dari jaman dahulu, dia dan banyak petani lainnya telah mengolah tanah itu bukan hanya sebatas berasengaja, tetapi hingga banyuasin. Sampai ke tepi air laut. Dia menolak penetapan kawasan ini untuk Hankam.

Kerugian Tanpa Ganti

Selain Siman, ada Sugino (32 th) petani generasi berikutnya yang juga memiliki lahan di kawasan pesisir Ambal. Seperti Siman, dia juga tak bisa bekerja di sawahnya selama TNI melaksanakan latihan. Kebiasaan lain saat ada latihan TNI ini, disertai juga dengan larangan terhadap para nelayan di kawasan perairan selatan. Apakah ada yang berfikir dan menghitung berapa kerugian petani dan nelayan saat harus libur bekerja? Tentu, tak ada. Padahal itu fakta.
“Tak ada ganti kerugian itu. Tak pernah”, tegas Sugino.
Memang jika petani bekerja dalam sehari tidak selalu harus mendapatkan uang atau penghasilan berapa. Jadi semua yang telah terjadi juga tak bisa diselesaikan dengan mekanisme ganti kerugian petani. Tetapi apa yang dilakukan petani sehari-hari tak bisa diukur dengan penghasilan serta nilai uang. Apalagi jika menyangkut kebutuhan dan hajat hidup bersama. Berapa biaya untuk menjaga tanah di sana tetap dalam kesuburan, daya tahan serta daya dukung yang bermuara pada kelestarian bumi? Tak terkira !

Secara kasuistik, coba perhatikan gambar foto di atas. Itu adalah lanskap lain bidang lahan petani yang disamping ditanami sayuran (terung), juga ditanamai cikal pohon kelapa. Tetapi ketika di suatu hari pasca Lebaran lalu, TNI latihan di lokasi ini; beberapa serdadu bertindak anarkis dan mengabaikan hak petani atas tanah dan tanaman di situ. Ada 19 batang cikal dicabuti tanpa permisi. Meski memang ada tindakan meminta ma'af, tetapi itu terjadi selang lain hari. Dan yang datang meminta maaf itu bukan perwakilan dari TNI-AD, melainkan Kades Ambalresmi. Padahal TNI berlatih di pantai Ambalresmi itu barulah beberapa bulan saja di sana.. []

Memetakan Elite Desa yang Tidak Pro-Rakyat

“Apa yang dilakukan oleh Tino yang mengatasnamakan Paguyuban Kades Kecamatan Ambal, terkait dukungan terhadap item kawasan pertahanan keamanan dalam draft Raperda RTRW, sah-sah saja”, kata Seniman. Ketua Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) menanggapi pernyataan Kades Tino, sebagaimana diberitakan SM (18/12) beberapa hari yang lalu.

Hal itu tidak berpengaruh terhadap tuntutan penolakan kawasan Hankam yang selama ini diperjuangkan ribuan petani di wilayah pesisir selatan Kebumen. Bagi FPPKS, penolakan terhadap kawasan Hankam di Urutsewu telah melewati berbagai ujian berat.
“Pernyataan kades Tino, adalah persoalan kecil”, imbuhnya. Apalagi karena hanya ada 2 kades dalam Paguyuban Kades Kecamatan Ambal. Selain Tino, hanya Kades Kaibon, Sunarto, yang mendukung pernyataan itu. Yang lain hanya Sekdes Kenoyojayan dan Kadus salah satu dusun di desa Kaibon.

Memahami Masalah

Banyak orang, termasuk petani pesisir Urutsewu yang memang belum mengerti soal keberadaan Rancangan Perda RTRW Kebumen dan substansinya. Jadi wajar jika para petani terkesan “tidak mempermasalahkan” itu. Padahal jika Raperda itu sampai lolos, petani Urutsewu tak lagi bisa leluasa melakukan pekerjaannya di sana. Penetapan kawasan Urutsewu sebagai kawasan Hankam, amat beresiko bukan hanya terhadap penguatan sektor pertanian, tetapi juga terhadap keselamatan umum.

Fakta dan pengalaman empiris selama latihan TNI dipusatkan di Desa Setrojenar cukup menjadi basis untuk memahami konflik kepentingan ini. Pada saat-saat latihan saja, atau ketika ada uji coba senjata dan peralatan perang, dapat dilihat betapa meruginya petani, termasuk nelayan dari wilayah 3 kabupaten; Kebumen, Cilacap dan Purworejo. Sudah jadi kebiasaan saat ada jadwal latihan atau ujicoba senjata, petani dan nelayan dilarang melakukan pekerjaan rutinnya. Resikonya, petani tak bisa merawat tanaman, nelayan tak bisa melaut. Apalagi selama ini di kawasan pesisir banyak orang membudidayakan tanaman holtikultura seperti semangka dan cabai serta jenis sayuran lainnya.

Jenis tanaman ini butuh perlakuan khusus dan rutin. Belum lagi jika musim tumbuh dan serangan hama. Jarang orang memahami secara mendasar, sampai pada kesulitan seperti ini. Apalagi TNI, meskipun secara kelembagaan dan di permukaan mengklaim sebagai “peduli” petani dan lingkungan. Kepedulian yang belum lama ini dipertunjukkan dengan cara menjadi panitia lomba tanam jagung hibrida di mana-mana. Kepentingan strategis mereka dan implikasinya, tak mungkin dapat menjawab problem dan perkembangan kebutuhan obyektif petani dan nelayan.

Monday, December 20, 2010

Harga Mati Sebuah Penolakan Latihan TNI di Urutsewu

Pencantuman kembali kawasan Urutsewu sebagai kawasan pertahanan dan keamanan dalam naskah Draft Raperda RTRW, menuai kecaman keras petani di pesisir Kebumen selatan. Dan untuk kesekiankalinya, FPPKS mendatangi DPRD. Namun dengan dalih kesibukan, DPRD belum mengagendakan audiensi sebagaimana dimohonkan FPPKS. Surat balasan Ketua DPRD No.: 170/421 yang baru diterima Selasa (14/12), tetap saja tanpa menjelaskan kapan audiensi dapat diagendakan. Sementara itu, FPPKS telah 2 hari menunda kedatangannya ke gedung rakyat ini.

Ketika pada Rabu (15/12) puluhan perwakilan FPPKS datang, justru ditemui oleh polisi. Lagi-lagi, dengan dalih tanpa pemberitahuan ke polisi dan dalih keterbatasan kapasitas ruang, perwakilan FPPKS tak diperkenankan masuk. Jelas dalih ini terlalu mengada-ada. Beberapa wartawan yang siap meliput pun menyayangkan kenapa Dewan terkesan persulit diri dalam menyikapi kedatangan perwakilan FPPKS. Tokh pada akhirnya, Ketua DPRD, Ir. Budi Hianto Susanto dapat menunjuk Mukhayat dan H. Sarimun. Masing-masing dari Komisi B dan Komisi D, untuk menerima perwakilan FPPKS di ruang sidang lantai 2.

Catatan Substansial

Ketua FPPKS, Seniman, mengawali audiensi dengan menunjuk langsung substansi masalah. Pencantuman kawasan Urutsewu sebagai kawasan Hankam, adalah mengingkari hak-hak petani, mengabaikan dan membohongi fakta sejarah tanah dalam proses menyusun dan menyiapkan Draft Rancangan Perda RTRW Kab. Kebumen. Sebagaimana disebutkan dalam naskah Executive Summary yang disusun Bappeda Kab. Kebumen dan Dirjen Penataan Ruang pada Kementrian PU Profinsi Jateng. Dalam naskah Bantek Penyusunan RTRW tersebut, pada halaman 39, butir k, Kawasan Pertahanan Keamanan, disebutkan:

Kawasan pertahanan dan keamanan di Kabupaten Kebumen dipergunakan untuk latihan TNI dan lapangan uji coba senjata. Daerah latihan TNI meliputi daerah Urutsewu (wilayah yang meliputi desa-desa di Kecamatan Mirit, Ambal dan Buluspesantren), daerah ini sudah dipergunakan sejak tahun 1937 dengan memanfaatkan tanah Negara dengan lebar plus-minus 500 meter dari air laut ke utara sepanjang 22,5 km. Adapun lapangan uji coba senjata dengan luas tanah 3.853.000 m2 terletak di desa Entak, Kenoyojayan, Kaibon Petangkuran, Kaibon dan Sumberjati Kecamatan Ambal. Rencana Pengelolaan kawasan pertahanan dan keamanan adalah tidak boleh ada kegiatan lain selain kegiatan pertahanan keamanan di kawasan pertahanan dan keamanan yang merupakan tanah Negara. Adapun tanah Bera Sengaja boleh digunakan oleh masyarakat sebagai tempat budidaya pertanian selama tidak digunakan untuk latihan TNI.

Substansi dari keseluruhan resume di atas jelas bakal jadi momentum dimarjinalisasikannya kepentingan kaum tani di pesisir selatan Kebumen. Juga aspirasi yang muncul melalui berbagai ruang. Mulai dari meeting, rakor, mediasi, audiensi hingga demonstrasi massa pada 14 Mei 2009 lalu serta aksi-aksi lokal pada bulan berikutnya. Sementara konflik kepentingan TNI vs Petani ini telah berlangsung sejak lebih 28 tahun tanpa penyelesaian yang melindungi kepentingan kaum tani. Secara histories, tanah-tanah di pesisir selatan ini merupakan tanah warisan leluhur. Catatan sejarah saat ini memang hanya ada di dalam ingatan kolektif petani Urutsewu.

Sejarah tanah pada Jaman Klangsiran, tahun 1932, pada masa itu pemerintah kolonial melakukan pemetaan tanah atau yang dalam idiom lokal disebut dengan Klangsiran. Hal itu dilakukan untuk menegaskan batas “tanah Negara” dengan “tanah Rakyat”. Fakta sejarah ini masih ada buktinya, yakni berupa Pal Budheg, patok tanah dengan kodevikasi Q. Ada Q222 di desa Setrojenar (Buluspesantren), ada Q216 di desa Entak (Ambal). Dan beberapa Pal Budheg di titik lain yang disinyalir hilang atau rusak sebab dipakai latihan titis dengan penanda bendera dan digunakan untuk sasaran tembakan kanon pada masa latihan TNI di kemudian hari.

Statement nDoro Klangsir, 1932, yang menegaskan bahwa “tanah Kumpeni” (baca: tanah Negara) adalah yang terbentang di sisi selatan patok Pal Budheg itu. Sedangkan bentangan luas di sisi utara dari Pal Budheg adalah tanah-tanah Rakyat !

Catatan lain, argumentasi yang menyebut penggunaan k.l.500 meter tanah “Negara”, sejak 1937, untuk latihan tentara; itu bukan fakta sejarah yang sesungguhnya. Fakta yang benar, jarak Pal Budheg yang menjadi penanda batas tanah Negara berada pada titik sejauh 216 meter, 222 meter, dan paling jauh 250 meter dari garis air. Bahwa ada pemanfaatan tanah sejauh k.l. 500-an meter untuk latihan TNI; itu ada kisah dan kesaksiannya sendiri. Pada inti awalnya, penggunaan tanah sejauh itu karena kebijakan “pinjam pakai” yang direstui para Kades di masa lalu. Tetapi, ingat, pinjam pakai saat latihan saja dan semua itu bukan hasil musyawarah dengan para pemilik dan pewaris hak tanah. Alur testimoni ini tak banyak dipahami.

Di dalam audiensi FPPKS-DPRD Kab. Kebumen (15/12), Nur Hidayah, perwakilan FPPKS yang mantan Kades Setrojenar, menyampaikan keinginan mayoritas petani pesisir untuk meraih “kemajuan di daerah sendiri”. Dan momentum penyusunan Draft Perda RTRW, merupakan moment strategis, karena Perda RTRW ini bakal diberlakukan 30 tahun ke depan. Perda RTRW ini menjadi instrument hukum dan “perangkat lunak” yang bakal mengatur peruntukan tanah di daerah, termasuk di sepanjang pesisir Urutsewu. Pemanfaatan tanah di pesisir selatan untuk latihan TNI sudah tidak relevan lagi. Jadi peruntukan kawasan ini sudah semestinya difokuskan untuk pengembangan pertanian holtikultura dan pariwisata saja.

Sedangkan Paryono yang juga Koordinator FPPKS, menilai ketentuan dan klaim batas 500 meter dari garis air sebagai tanah Negara, semua itu pembohongan sejarah dan tidak memiliki landasan hukum. Demikian juga dengan argumentasi bahwa sejak tahun 1937, telah dipakai tentara. Itu kan tentara penjajah. Karena siapa pun tahu sejak kapan TNI itu ada. Keberadaan TNI pun juga tidak sertamerta melestarikan tradisi atau kebiasaan kolonial. Jadi makin tak masuk akal. Mengenai riwayat tanah, yang paling tahu dan berwenang adalah Badan Pertanahan. Faktanya, pada tahun 1967 sudah ada warga yang menyertifikatkan tanahnya. Pada prinsipnya, dari dulu kami dan para petani lain tak pernah mengijinkan tanah kami dipakai untuk kawasan Hankam.

Perwakilan dari Kaibon Petangkuran (Ambal), Ngaskolani, menilai keberadaan TNI di wilayah Urutsewu, jelas-jelas merugikan petani. Tanaman holtikultura, seperti cabai, semangka dan sayuran lain, butuh perawatan rutin dengan intensitas harian yang tinggi. Belum lagi pada masa serangan hama. Pengalaman empiris saat dipakai latihan TNI, petani tak boleh melakukan apa pun terkait kegiatan bertaninya. Apa jadinya? Jelas-jelas cuma menangguk kerugian. Dan selama ini belum pernah terjadi TNI memberikan gantirugi atau kompensasi apa pun. Jadi lebih baik jika semua jadwal dan kegiatan tentara dibatalkan saja. Untuk menjawab kebutuhan umum yang terpenting bagi kaum tani pesisir, maka penolakan penetapan kawasan Hankam merupakan "harga mati" yang tak bisa ditawar lagi

Demikian juga dengan Yatiman, petani dari desa Brecong (Buluspesantren) yang dengan menenteng dokumen berita masa lalu, secara lugas bahkan menuding TNI dengan perilakunya memanfaatkan tanah petani tanpa ijin langsung dari petani, serta klaim sejauh 500 meter tanah Negara; jelas sebagai tindakan menyerobot tanah petani.

Dari perspektif hukum, Yusuf Suramto, mengingatkan landasan konstitusional Negara yang menjamin hak hidup dengan rasa aman bagi seluruh warganegara. Turunan UUD’45 adalah UU dan semua produk aturan hukum mesti menjamin rasa aman itu. Dan Perda RTRW ini, jika dipaksakan dengan substansi sebagaimana tercantum dalam rancangannya; jelas-jelas akan bertentangan dengan UU dan mengingkari kewajiban penyelenggara Negara yang harus menjamin rasa aman bagi warganegaranya. Jadi harus dicermati, problem di Urutsewu jangan dilihat semata sebagai konflik Petani vs TNI. Tetapi juga jaminan Negara atas kepentingan petani di sana.

Terhadap semua ini, Mukhayat, S.Ag, anggota Komisi B DPRD yang menerima perwakilan petani Urutsewu bersama koleganya, H. Sarimun anggota Komisi D; menghargai penyampaian aspirasi tersebut. Sebagai petani dan sekaligus wakil rakyat dari daerah pemilihan Kec. Ambal, ia memahami betul keinginan petani pada umumnya di kawasan Urutsewu. Pengalaman empiris di kawasan itu sangat potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian, khususnya holtikultura dan juga peruntukan sebagai pengembangan pariwisata. Ia mendukung penuh dan akan memperjuangkan aspirasi ini.

Sebelum acara audiensi ditutup, Ketua FPPKS mengingatkan kembali bahwa paparan rancangan Perda RTRW ini, sesungguhnya pernah diajukan setahun yang lalu. Juga di gedung DPRD. Dan baik sikap FPPKS maupun Dewan waktu itu, sama. Menolak Naskah Executive Summary sebagai bahan akhir pembuatan Raperda RTRW dan Dewan meminta rancangan yang memuat substansi pemanfaatan kawasan pesisir sebagai kawasan Hankam, direvisi dulu, sebelum diajukan kembali. Jika kemudian pada tahun 2010 ini bakal diajukan kembali dengan substansi yang sama, maka penolakan Raperda RTRW bakal kembali muncul menjadi gerakan massa rakyat yang lebih besar.

Wednesday, December 15, 2010

Petani Kebumen Selatan Solid Lagi

Petani Kebumen Selatan dikuatkan kembali dan menemukan momentum konsolidasinya setelah kemunculan Draft Perda RTRW Kabupaten Kebumen menjelang tutup tahun. Hal ini dibuktikan dengan kedatangan 50-an petani yang bermaksud melaksanakan agenda audiensi dengan DPRD Kebumen yang sempat dua hari tertunda.
Meski pada awalnya, agenda ini nyaris batal, akhirnya terlaksana juga. Polisi melarang wakil petani masuk semua dengan dalih klasik; tanpa ijin atau pemberitahuan sebelumnya. Padahal jelas permohonan audiensi telah dilayangkan FPPKS sejak Rabu (8/12) lalu. Kata polisi lagi, ruang di Dewan gak muat. Ah, mana bisa dipercaya kata-kata polisi itu..
(to be continued)

Wednesday, December 08, 2010

Audensi atau Demontrasi

Keputusan rapat FPPKS pada Senin, 6 Desember 2010, adalah permintaan audensi ke Ketua DPRD Kabupaten Kebumen, untuk hari Senin (13/12) yad. Jika dalam audensi ini hasilnya mengecewakan petani, maka demonstrasi massa akan jadi pilihan kedua.
FPPKS akan merespon dengan cepat berkaitan dengan penyusunan Draft Perda RTRW Kabupaten Kebumen. Para pembuat kebijakan terkesan abai terhadap aspirasi ribuan petani di kawasan pesisir selatan Kebumen yang jelas-jelas menolak kawasan pertanian ini dijadikan ajang latihan TNI dan uji coba senjata alutista.
(to be continued)

Tuesday, November 23, 2010

FPPKS dan Resistensi Permanent

Untuk kali kedua, paparan Draft Akhir Perda RTRW Kabupaten Kebumen melahirkan kontroversi. Naskah Executive Summary yang dipaparkan Tim Bantek Penyusunan Raperda RTRW, di Gedung Setda pada Kamis (11/11) itu memancing kecaman keras Petani Kebumen Selatan. Tim Bantek, di mata petani, dianalogikan seperti keledai yang hanya mengulang untuk "terantuk pada batu yang sama" pada kali kedua.
Tak kurang pula, seorang Seniman, Ketua Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) yang diundang pada acara paparan itu, membuat pernyataan sikap para petani pesisir yang tergabung dalam wadah ini.
Sikapnya ini mengundang reaksi Komandan Kodim 0709 Kebumen, yang kini dijabat oleh Letkol (inf) Windyatmo dari Kesatuan Baret Merah. Sampai-sampai sang Kopassus ini perlu mengajak "rembug" masalah kawasan selatan.
Substansi kontroversil Raperda RTRW Kabupaten Kebumen yang memicu kembali kemarahan petani pesisir adalah sebagaimana dimuat dalam Executive Summary halaman 39 diktum f.
Sebenarnya, secara substansial, klausul yang menyebutkan kawasan hankam 500 meter dan panjangnya 22,5 Km aepanjang pesisir dari Kali Luk-Ulo hingga Kali Wawar ini; pernah ditolak oleh DPRD Kabupaten Kebumen pada acara paparan yang sama setahun yang lalu. Padahal kini telah ada Perda Jateng tentang RTRW, yakni Perda No.06 Tahun 2010, yang jelas-jelas menyebutkan peruntukan wilayah pertahanan dan keamanan ini adalah wilayah Kecamatan Mirit. (http://setrostelsel.blogspot.com)
(to be continued)

Monday, November 08, 2010

Maping Merapi



Sunday, November 07, 2010

Bantuan "wulu-wetu" Bumi untuk Korban Merapi

“Apa yang bisa kami berikan untuk Merapi dan semua mahluk bernyawa yang ada di sekitarnya?”, begitu pesan pendek Seniman, sang Ketua Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) kepada Indipt, pasca erupsi pertama gunung Merapi, yang diketahui menyemburkan jutaan meter kubik material vulkanik dari perut bumi.
Banyak. Secara spontan begitu gemuruh suara dalam hati kami. Apalagi dengan mengingat bahwa ada lebih dari 3000 KK petani di pesisir Kebumen Selatan yang tergabung dalam FPPKS. Suara hati ini lebih dari sekedar menggedor-gedor, seiring dengan gelombang tebaran “wedhus gembel” yang menimbulkan eksodus pengungsi akibat erupsi gunung Merapi yang susul-menyusul dan seolah masih tak mau berhenti menebar ancaman kematian, meski telah pula nyawa manusia dan rajakaya jadi korban.

Data teknis jumlah pengungsi hingga Sabtu, 6 November 2010, jam 13.30 siang sebanyak 202.707 orang. Jumlah ini tersebar pada 4 kabupaten di seputar gunung berapi paling aktif se dunia yang meletus sejak Selasa (26/10). Rincian jumlah pengungsi meliputi wilayah Sleman (56.500 orang), Boyolali (35.593 orang), Klaten (44.776 orang) serta Magelang (65.838 orang). Dimungkinkan jumlah pengungsi ini bakal bertambah banyak, mengingat luasan daerah rawan bencana juga kian jauh radiusnya.

Maka dimulailah upaya memobilisir bantuan kemanusiaan dari kawasan pertanian pesisir selatan Kebumen ini melalui koordinat desa Setrojenar di rumah seorang kiai kampung Imam Zuhdi itu. Pada awalnya, jenis bantuan yang sesuai dengan kebutuhan mendesak bagi pengungsi dan menjadi ragam pilihan yang cukup sulit. Mengingat informasi yang diperoleh masih amat minim, meskipun pemberitaan media amat gencar tiap harinya. Jika harus mengirim bantuan dalam bentuk uang, sulit dikumpulkan dalam jumlah yang pantas, mengingat kebutuhan ongkos produksi tanaman pangan di wilayah ini cukup tinggi. Akhirnya diputuskan untuk mengirim hasil bumi yang ada saja. Hasil bumi atau yang dalam idiom lokal disebut “wulu-wetu” menjadi pilihan yang paling mungkin dan cepat didapat. Begitu juga dengan pilihan kemana bantuan bakal dikirim supaya segera dapat dimanfaatkan oleh para pengungsi secara cepat dan sesuai kebutuhan.

Langsung dari Lahan Pertanian “Urut-Sewu”


Pengiriman bantuan dari Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) tahap pertama, dikumpulkan dan dikirimkan pada Minggu (7/11) dan dimuat dengan truk pada jam 14.00 siang. Hasil bumi yang dikumpulkan langsung sejak pagi hari dari lahan pertanian desa Setrojenar dan Kaibon ini terdiri dari: sayuran, buah dan bahan makanan lain serta pakaian pantas pakai untuk perempuan dan anak. Bahan pangan lokal berupa singkong, ketela rambat, jagung, pepaya, kelapa. Sayuran terdiri dari daun ketela, kangkung, tomat, nangka muda, terong ungu, cabe keriting, dll. Sedangkan beras diambilkan dari kampung dan beberapa dos mie-instan serta pakaian pantas pakai. Nampak kaum ibu juga terlibat dalam pengumpulan bahan pangan ini. Belum semua desa di kawasan ini memobilisir bantuan pangan.

Hal ini disebabkan karena kesiapan masing-masing desa memang berbeda dan juga dimaksudkan supaya bantuan serupa akan terus dikumpulkan pada hari-hari berikutnya. Sehingga pasokan bahan pangan dari wilayah pesisir selatan ini tak cuma terjadi sekali dan sehari. Desa Brecong, Entak, Petangkuran dan lainnya diharapkan menyusul dan pengiriman dapat dimobilisir setidaknya dua kali dalam sepekan atau sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan. Hal lain yang pantas dicatat bahwa inisiasi pengumpulan dan pengiriman bantuan bahan pangan ini murni dilakukan antar petani saja dan belum melibatkan partisipasi pihak pemerintahan desa.

Diharapkan dengan begitu akan terbangun solidaritas yang lebih luas dan mendorong yang lain sehingga tergerak untuk memberikan bantuan serupa. Untuk tahap pertama ini, petani berharap distribusi bantuan tidak menumpuk di wilayah tertentu saja. Menurut Ubaidilah sesaat sebelum pemberangkatan kendaraan pengangkut, bantuan ini akan dikirim ke wilayah Magelang, terutama Muntilan dengan melalui CRCS-UGM Jogjakarta dan akan mendapatkan penambahan barang; sebelum kemudian dikirim ke Posko CBDRM-NU di Ponpes Darussalam Watucongol, Muntilan.
Jumlah pengungsi di wilayah Magelang memang jauh lebih banyak ketimbang pengungsi di wilayah lain.

Tuesday, September 21, 2010

Latihan Tembak Senjata di Ambalresmi

Selasa, 21 September 2010, untuk kali ke dua pada tahun 2010 ini TNI-AD melakukan latihan rutinnya. Pasca resistensi sebagian besar petani di pesisir selatan terhadap latihan tentara, terutama penolakan yang dimotori warga desa Setrojenar; kini tentara mengalihkan tempat latihannya di desa Ambalresmi, Kecamatan Ambal.
Latihan yang dimulai sejak jam 09.00 pagi melibatkan penggunaan senjata ringan dan senjata berat yang dipasang di kendaraan Jeep dan ditempatkan di atas gumuk pasir sekitar 500 meter dari garis air. Kanon berkaliber 76 mm, dalam latihan ini ditembakkan lurus ke arah timur. Jangkauan tembak senjata ini sejauh 600 meter.
Menurut beberapa prajurit yang berlatih di lapangan, beberapa dari senjata yang ditembakkan ini tidak meledak dan mendarat di zona itu. Kasus demikian mengingatkan apa yang pernah terjadi pada tahun 1998, di desa Brecong yang ditembakkan ketika latihan masih menggunakan pesisir desa Setrojenar. Pada peristiwa itu, sisa mortir yang tidak meledak ini tidak cermat dibersihkan setelah latihan. Di hari berikutnya, beberapa anak menemukan mortir dan mengusungnya pulang ke desa. Saat dicongkel pada bagian yang mirip sirip hiu, meldaklah mortir itu dan menewaskan 5 anak dengan tubuh berkeping.
(to be continued)

Monday, September 13, 2010

Wellcome to SetroJenar , Visitor !

: Selamat Datang di Setrojenar !
Meski secara verbal tak ada tulisan "Selamat Datang" yang terpampang, tetapi di hati mayoritas warga desa ini, makna ucapan itu telah manifest menjadi sikap bersama.
Demikianlah, maka sejak penghujung bulan puasa warga membikin persiapan. Dan rekor kunjungan turis domestik di pesisir nan eksotik telah dipecahkan sejak Lebaran hari ke-2. Begitu juga pada Lebaran hari ke-3 yang kebetulan bertepatan dengan hari Minggu. Belasan ribu pengunjung memadati jalan hingga lokasi pesisir laut selatan.
Estimasi jumlah pengunjung yang mencapai belasan tibu ini didasarkan pada jumlah penjualan tiket masuk serta prediksi banyaknya pengunjung lain yang masuk tanpa membeli tiket.
(to be continued)

Wednesday, August 25, 2010

Latihan Tentara di Zona Terlarang

Hari ini, Rabu, 25 Agustus 2010, TNI-AD melakukan latihan militer di desa Ambalresmi, Kec. Ambal. Kawasan ini, menurut Perda Provinsi Jateng tentang Rencana Tata Ruang Wilayah; bukan termasuk kawasan Hankam. Berulangkali tentara tak mau peduli aturan yang ada. Ini semua sangat pantas menjadi preseden buruk betapa "tak tahu aturan" mereka itu. Dan itu sudah sejak dahulu.
Kasunyatan ini mesti menjadi investasi kesadaran massa rakyat tani, bahwa hegemoni di kawasan kultural dan agrowisata harus tetap dilawan. Penolakan latihan tentara di kawasan ini menjadi kebutuhan pasti untuk selalu diintrodusir terus menerus.

Thursday, August 12, 2010

Waspada: Mau Apa -sebenarnya- Tentara ?

Di awal bulan Ramadhan ini TNI-AD telah membangun infrastruktur {bangunan) baru di Desa Ambalresmi, Kecamatan Ambal. Selama ini, hampir setiap hari, satu unit truk pengangkut mengirim personel tentara ke kawasan pantai Ambal melalui jalan desa yang telah beraspal. Rupanya memang ditargetkan sebelum puasa, bangunan ini telah berdiri. Sepintas, keberadaan bangunan ini biasa saja, atau malah baek-baek saja. Tetapi jika merunut histori kerakyatan, bahwa di kawasan pantai selatan Kebumen lebih bermaslahat untuk kawasan pertumbuhan ekonomi yang berbasis pertanian dan wisata rakyat. Maka keberadaan bangunan ini memang menimbulkan tanda tanya. Terlebih sekarang telah ada Perda Provinsi Jawa Tengah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, dimana disebutkan bahwa wilayah yang diperuntukkan bagi kawasan pertahanan dan keamanan adalah wilayah kecamatan Mirit.

Di tempat lainnya, yakni di Desa Ayamputih, Kecamatan Buluspesantren; TNI-AD juga tengah memulai membangun gardu posko di tepi jalan Daendels, 100 meter arah timur jembatan sungai Luk-Ulo. Konon, tempat itu memang agak rawan belakangan ini, terutama setelah TNI-AD ditolak ribuan petani untuk tidak lagi memanfaatkan tanah pertanian dan areal wisata sebagai tempat latihan tentara. Beberapa warga juga diminta oleh tentara untuk bergilir kerjabakti selama pembangunan gardu itu. Tiap hari ada tiga warga yang bekerja tanpa upah selain diberi makan, bergiliran. Mungkin maksudnya ini Tentara Manunggal Rakyat.
Namun, jika bicara perkara keamanan, sesungguhnya, menjadi wewenang kepolisian; tetapi kenapa jadi ada tentara lagi di kampung itu.
Jadi, apa maksud dibangunnya gardu jaga ini oleh tentara?

Friday, August 06, 2010

Visi Ekologis dalam Tata Ruang Wilayah

DISKUSI/USULAN
FGD 5, 5 Agustus 2010, di Ruang Rapat Bappeda Kebumen.

TERMIN 1

1.Bapak Slamet Efendi, Kutowinangun
Keinginan : Rangkuman hasil FGD dipresentasikan, kemudian peserta menanggapi kekurangan yang belum ada.

2.Bapak Helmi
Usulan : Diskusi seperti air mengalir saja....langsung ke usulan saja tidak dibatasi per segmen
3.Waktu sesuai dengan kebutuhan.

4.Bapak Junedi Sidik (HPT)
Usulan :
Industri harus tertata, alokasi tempat dikaji sesuai potensi sehingga tidak mengambil lahan sawah.
Perda mohon disosialisasikan ke masyarakat
Pantai selatan, cocok untuk hankam, bagaimana ttg berita pasir besi yang akan ditambang, mohon ditata sebaik-baiknya

5.Ibu Irma Suzanti
Usulan :
Tentang pasar, Kebumen lama lama akan menjadi kota mall, secara pribadi tidak setuju krn dampaknya pada pasar tradisional menjadi sepi. Contoh : pada acara grebegan sangat sepi, hal ini juga terjadi di Gombong seperti Kota Kebumen.
Mohon di dalam RTRW Kebumen mengakomodasi sampai dengan jarak pasar dengan mall
Dimensi moral , masuk dalam penyusunan RTRW
Fasilitas publik sulit terjangkau oleh masyarakat karena lokasi dan transportasi belum memadai, contoh RSUD dll.
Sistem pemasaran hasil panen, diperlukan pengaturan tata ruang yang memudahkan petani dalam memasarkan hasil panennya.akan dikembangkan agropolitan
Jalan sangat padat, rawan kecelakaan, diperkirakan belum optimalnya pengaturan transportasi sehingga diperlukan pengkajian kembali (termasuk pengaturan laki-laki/perempuan/perspektif gender)

6.Bapak Ardian, HNSI
USULAN :
Penambangan pasir besi dapat mengganggu pendapatan nelayan, kerusakan alam juga sangat berpengaruh pda habitat ikan dan bisa mendatangkan bencana
Puring-Mirit (Gumuk Gajahgunung ): tidak ada penggalian, sektor pertanian, pariwisata, perikanan sangat berkembang, masalah : karakter masyarakat perlu dibimbing. Mis: dengan penambahan layanan anggota Polri
Perlu adanya penghijauan kembali di pantai.
Ada 8 TPI, dalam satu kecamatan hanya ada 1 jangan dobel,perlu tambahan sekolah/SMK perikanan yang mengakomodasi potensi tersebut (penyerapan lulusannya)
Sektor pariwisata : jangan ego sektoral, harus secara keseluruhan sektor perlu dikembangkan secara bersama.saat ini Forum ekonomi mohon ditindaklanjuti tidak hanya diskusi

7.Bapak Tursino.Pemerhati kawasan Karst Gombong Selatan
Usulan :
Bagian atas dikelola oleh perhutani, dibagian bawah oleh masyarakat.
Kurang memperhatikan kawasan dibawahnya, krn ada lahan gundul shg mengakibatkan tanah longsor
Perlu ada penyatuan peraturan oleh Pemkab Kebumen.Contoh : Dibangun TPI (Dinas perikanan) ada pengelolaan hutan bakau oleh LH untuk itu diperlukan penyatuan program
Penanaman pohon untuk mengurangi laju akibat adanya bencana Tsunami ( diperlukan tata ruang khusus wilayah pantai, jalur evakuasi, jalur sepeda dengan masterplan khusus)
Mempunyai potensi buah-buahan dan dapat dikembangkan sebagai daerah wisata

8.Bapak Muhamad Sujangi (Forum DAS)
Usulan :
Kebumen mempunyai potensi di sektor kehutanan dan pertambangan, saat ini data potensi ini belum ada, perlu pemetaan dan pendataan potensi kedua sektor tersebut yang terbagi dalam berapa Zona.Mis: didaerah utara untuk apa.....(daerah hulu) , dan didaerah lainnya
Ada 4 wilayah yang menangani wilayah hutan negara.
Ada potensi kehutanan yang tidak terorganisasi sehingga hasil hutan dijual secara gelondong, kalau diolah dapat menyerap tenaga kerja lokal., kondisi ini kurang kondusif untuk promosi investasi.
Perijinan pertambangan perlu ditertibkan dan dicarikan jalan keluarnya (regulasi/aturan main agar para pengusaha memperoleh kesempatan untuk berusaha, demikian pula masyarakat dapat menikmati)
Sektor kehutanan, pertambangan dan LH menjadi satu kesatuan pengelolaan aturan.
Usulan ini diikuti dengan dukungan pembiayaan dari Pemerintah.

TERMIN 2

1.Bapak Helmi, kawasan Karangsambung
Usulan :
Mohon kesepakatan, Karangsambung meliputi 3 kabupaten yatu Kebumen, Banjarnegara dan Wonosobo, sehingga perencanaan hrs melibatkan 3 kab tersebut.
Ada data tentang kawasan tetesan minyak yang ada di Ibukota karangsambung, data detail sampai tingkat desa pihak kawasan telah mempunyai data maupun kajian harus diintegrasikan.
Mohon diperhatikan rencana IKK yang sudah kami susun.
Sebelah utara yang merupakan fungsi lindung, yang tidak berarti tidak ada perkotaan dan kehidupan masyarakat.
Fasilitas kesehatan sudah melayani daerah daerah diluar wilayahya perlu diperhatiakn.
Diatas Karangsambung perlu dikaitkan dalam analisa terhadap kawasan yang diatasnya (wonosobo), Konsultan mencari data kajian tsb untuk diintegrasikan dalam RTRW

Inti Perencanaan yang mencakup fenomena alam kita sikapi secara khusus entitas potensi yang sama secara menyatu/simultan.
Dari sisi geologi kita menghadapi situasi secara kasat mata tentu saja tidak kaku tidak lalu masyarakat tidak dapat beraktifitas sama sekali.Bukan begitu maksudnya, tentu saja dalam Tata ruang dilakukan secara menyeluruh aturan –aturan apa dan batasan-batasan seperti apa yang akan ditetapkan. Acuannya adalah pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, justru itu yang akan diatur dalam RTRW.


2.Bapak Miftahul "Ulum (HIPMI)
Usulan :
Belum ada ketegasan tentang perda, contoh : perda ttg konservasi harus sinkron dng regulasi yang ada di Kebumen.
Pembukaan akses ke utara perlu dicermati terhadap penggalian tambang yang tidak terkendali.Jangan sampai kita hanya menerima kerusakan, daerah lain menerima manfaat yang lebih besar secara ekonomis.
Kawasan Karst itu membanggakan ttp kalau masyarakat tidak menikmati hasil manfaat apa artinya.
Kebumen mempunyai daerah padat di Kota (kawasan padat dng sanitasi yang cukup jelek/kumuh: Keposan).
Pro orang lemah/arsitek untuk kita semua: misalnya penyediaan fasilitas untuk orang cacat/sarana aksesibilitas?
PNPM : sinkron dengan RTRW, bagaimana caranya ?
(Botton up dan Top Down)
PDRB tertinggi disektor pertanian, angka kemiskinan juga disektor pertanian (petani), angka miskin sekitar 26...., Apabila petani naik 10% kesejahteraannya maka Kabupaten Kebumen juga akan meningkat pesat.
Masalah pertanian : saluran irigasi rusak, tidak terselesaikan krn hal ini mrpk tanggungjawab pusat, Pesimis Visi misi ttg agropolitan tidak tercapai.
Perlu ada sinkronisasi riil antara pusat dengan daerah untuk bidang pertanian.
Nuansa politis sangat kuat dalam kebijakan pendanaan.

3.Bapak Arif (RSU kebumen)
Usulan:
Perlu ditinjau kembali ttg statement kawasan tengah yang berpotensi saja yang dikembangkan, tetapi yang tidak berpotensi juga harus dikembangkan(perumahan, dls)
Mohon ditegaskan dalam kesepakatan awal RTRW
Jangan sepert di Jogja dimana konsentrasi hanya di Tengah dan Utara, setelah itu baru mikir yang tidak berpotensi, mohon untuk Kebumen dipikirkan simultan antara yang berpotensi maupun tidak berpotensi secara bersama-sama agar dapat maju bersama.

4.Bapak Untung Karnanto (forest Trust)
Usulan:
Belum dicantumkan potensi kehutanan (hutan rakyat), mohon dikembangkan dan dicantumkan dalam penyusunan RTRW, Misal : potensi tangkapan air, penanaman pohon one man one tree, ini akan mengurangi kerawanan banjir.
Bendungan Sempor
Kawasan Karst : bagaimana mengelola mjd pertambangan/industri semen? Mohon penjelasan ?krn kalau kawasan karst rusak akan susah untuk diperbaiki.
Kalau ada perubahan ttg Zonasi dari Kawasan Karst imbal jasa lingkungan mohon diakomodasi dalam RTRW
Setuju ttg Karangsambung (Bapak helmi) ttg delineasi kawasan diluar Kabupaten Kebumen, mohon dikoordinasikan dengan Kabupaten Tetangga pada tahap berikutnya.
Cagar alam geologi : jangan hanya bangga yang menerima manfaat ekonomi dari Kabupaten Lain.
Das Luk Ulo dengan tambang pasir
Rencana JJLS : Mengenai Kawasan Karst ? diperhatikan jalurnya.
PantaI Mirit : Migrasi Burung perlu dilindungi dan dikaji pengelolaannya.Mohon ada payung yang masuk dalam RTRW

Setuju dengan solusi hutan rakyat serta analisis lindung dalam penyusunan RTRW

5.Bapak Prapto
Masukan :
Dicermati laporan pendahuluan ttg Landasan hukum : UU no 31 th direvisi mjg Tahun 2008 tentang perikanan.
Pesisir : UU NO 27 Tahun 2007 TTG pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
Usulan/Koreksi :
Pengembangan TPI : lokasi TPI ada 8 dibangun oleh pemerintah : TPI rowo, Tanggunlangin, Tegalreto, tambak mulyo, Pasir, Karangduwur, argopeni, Logending.
Secara swadaya : di Lembu purwo Mirit, Surorejan Puring, Mohon dicermati pada tahap analisis untuk Zona-Zona layanan kegiatan nelayan di Sinkronkan dengan masterplan pusat.
TPI Logending dikaji kembali ada kajian yang menyatakan tidak sesuai, mohon ada peran dari Provinsi untuk dilokasi Logending (jangan di Cilacap).
Kondisi pantai nelayan Kebumen padat angka 2000 ton/tahun , diupayakan lebih meningkat, mohon diakomodasi dalam RTRW
Laporan pendahuluan VI-29 , belum muncul kata perikanan mohon dituliskan tersendiri seara dengan pertanian.
Kegiatan perikanan tangkap mohon dimasukkan.Sangat potensial maka harus dipayungi masuk dalam RTRW.

Perencanaan-perencanaan sektoral maupun perencanaan dibawahnya selalu diintegrasikan dalam bentuk KODIFIKASI dan MODIFIKASI, itu memang menjadi fokus utama dalam perencanaAn RTRW

TERMIN 3

1.Bapak Seniman (Forum Paguyuban Petani Selatan)
Usulan :
Mengingat tempo dulu, kawasan selatan sebagai daerah pertahanan. Sepanjang JJLS ada tanaman melon, lombok , Black Soya,ada 8 TPI lokal yang belum diakui ole pemeintah Kebumen? Mestinya kita hidupkan krn itu sumber penghidupan masyarakat.
Tanaman penghijauan: cemara udang, jati, mahoni jangan diseting untuk bambu saja.
Ada emping dll.Jangan hanya dihapus seperti perencanaan yang dulu, tidak boleh ada kegiatan apapun kecuali TNI mohon ditinjau kembali.
Potensi produksi pertanian, mohon dikembnagkan agrowisata pantai selatan, kegiatan pertanian, industri rakyat (lanting, emping dll), Dapat dilakukan Diversifikasi produk usaha pertanian .
Perlu bahasa yang selaras dengan adat masyarakat seiring dengan rasa dan moralitas masyarakat bagian selatan agar ekonomi dan penghidupan masyrakat tetap dapat lebih berkembang selaras dengan arahan keseluruhan.
Jelaskan ttg metode perencanaan penyusunan RTRW
Bab Pengendalian ruang mohon disosialisasikan secara selaras kpd masyarakat

Terima kasih atas informasi dan kepemahaman aspirasi lokal, akan dikaji dalam penyusunan RTRW.

2.Bapak Efendi
Usulan :
Fokus pernyataan bahwa kebumen merupakan daerah potensi pertanian, layanan prasarana irigasi sudah ada perencanaannya, perlu diakomodasi oleh tim Penyusun RTRW.
Kerusakan jaringan irigasi 70 % kewenangan pusat sekarang dalam kondisi rusak. Mohon perhatian khususnya alokasi dana, sekarang sudah ada dana untuk pemeliharaan.PKPI apa mungkin dikembalikan lagi pada pengelolaan rakyat?
Setara dengan program PNPM yang cukup berhasil apakah mungkin disampaikan ke pusat dari bapak-bapak dari Kimtaru jaringan irigasi tersebut diusulkan untuk ditangani ditingkat masyarakat.(ini sebatas usulan)
Harapan : jalan-jalan inspeksi saluran dimanfaatkan sebagai jalan umum kabupaten?
Mohon disampaikan ke pusat agar aset-aset tersebut di rawat.

Masukan :
Saluran induk wadaslintang barat: bisa ditingkatkan untuk fasilitas umum.
Saluran induk Sempor timur: bisa ditingkatkan untuk fasilitas umum

Pengelolaan dikembalikan ke PKPI sesuai peraturan tahun 2000 petani bisa bekerjasama dengan swasta.

Betul, akan mempertegas fakta lapangan saat ini

3.Bapak Mustika Aji
Usulan :
Masa depan di Bagian selatan, penyangga di bagian utara , masalah : kantong kemiskinan di utara.
Potensi hutan rakyat dan tanaman pertanian berbasis lahan kering : perlu dibangun fasilitas pelayanan publik dasar, dimana harus dibangun, mohon diakomodasi dalam RTRW.
Pusat-pusat ekonomi berbasis hutan lahan kering : lokasinya dimana sebarannya?
Daerah geowisata mohon dikaitkan dengan ekonomi dan lingkungan menjadi ekowisata.
Masalah : bertumpuknya potensi pengembangan transportasi dan pertanian mohon dicabntumkan usulan pengembangan ke utara, Kebumen menjadi pusat Pemerintahan, Gombong pusat perdagangan.
Waduk dan Greenbelt , serta permasalahan sedimentasi waduk mohon dimasukkan dalam analisis RTRW.
Infrastruktur irigasi sudah ada, perlu dipetakan.
Ditengah wilayah ada 2 wilayah yang unik yaitu adimulyo dan Bonorowo yang PEILnya dibawah laut, mohon dicermati dalam pengembangan. Untuk mengantisipasi pengembangan JJLS ke depan.
Potensi di JJLS dipetakan.

Terima kasih masukan dan diskusinya

4.Bapak Aris Panji (SRMB)
Usulan :
1.Masyarakat berharap besar pada Perda RTRW ini, jangan sampai memicu konflik kepentingan dalam kurun waktu 20 tahun .
Keprihatinan: bencana banjir dan kekeringan, hilangnya mata air,
2.Informasi : Mohon dipelajari ttg fenomena :
Perang sipil dan militer : Perda Provinsi : Kawasan pertahanan dan keamanan : di kebumen : Kecamatan Mirit. Hegemoni militer tentang keruangan?ttp juga disebutkan bahwa Zona tersebut adalah zona pengembangan ekonomi, mohon Konsultan mempelajari lebih rinci sebelum membuat keputusan.
Sekarang Kawasan Ambal dibangun Asrama militer , gardu (?), di Ayamputih.

Bagaimana batasan dan arahan kedepan ttg Kawasan tersebut

USULAN
Sosialisasi dan komunikasi RTRW melalui Ratih TV, Radio dan Web Site

Komisi D DPRD Kabupaten Kebumen
1.Menyambut baik dan mendorong agar perda ini segera diwujudkan
2.Anggaran yang terbatas akan diputuskan sesuai dengan skala prioritas yang telah dikaji.
3.Jangan sampai RTRW Kabupaten Kebumen bongkar pasang dengan tanpa acuan perencanaan yang jelas dan tegas.
4. Masing-masing lokasi mempunyai potensi tetapi pemerintah dan DPRD akan lebih fokus menangani pada suatu masalah yang diprioritaskan.
Produk RTRW ini merupakan prioritas.
5.DPRD mendukung kebijakan untuk lebih mengedepankan pasar tradisional dan pembatasan terhadap pasar modern/mall/mart.
6.Indikasi program lebih aplikatif sesuai dengan sikon kekuatan keuangan daerah.

Bapak Ir Dharma Gunadi
1.Terima kasih atas masukan dari peserta yang mempunyai tingkat kepemahaman RTRW yang tinggi.
2.RTRW mewadahi semua perencanaan yang ada di Kabupaten Kebumen.
3.Tempat untuk berlindung : dengan disusunnya RTRW semua potensi dan masalah akan dikaji dan ditata sesuai kaidah penyusunan perencanaan RTRW. Dalam perencanaan RTRW memuat ketentuan pemanfaatan dan pengendalian ruang. Maka RTRW harus disusun secara hati-hati dan benar.
4.Hal yang perlu dicermati : ruang terbatas, masyarakat bertambah banyak, untuk 20 tahun yad bagaimana kita mensikapi, contoh : pengaturan waktu /penggunaan ruang dan semuanya berawal dari trend/fenomena yang kita bahas saat ini.
5.Kajian awal karena akses kurang Kabupaten Kebumen pernah masuk dalam Kabupaten Stagnant, Padahal PDRB nya berada diatas rata-rata.
6.Masalah fungsi ruang : ada yang tidak bisa dibatasi secara administrasi, mis: air , jalan, karst, pada tahap sinkronisasi hal tersebut akan dibahas di tingkat provinsi terkait dengan kerjasama antar daerah. Maka RTRW harus disusun secara terintegrasi dan dicek setiap limatahunan.
Penutup

Acara ditutup jam 12.45 WIB.
Terima kasih

Konsultan PT Ciptaning dan PT Sarana Budi

Wednesday, August 04, 2010

Membincang Tata Ruang Wilayah

Perda Propinsi Jateng, No.: /Tahun 2009, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah di Jawa Tengah baru saja lolos dari proses dengan segala perdebatannya. Aturan yang dirancang berlaku selama 20 tahun ke depan ini begitu penting dan strategis. Perda Provinsi ini juga sekaligus membatalkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 21 Tahun 2003 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah

Bagaimana pula dengan implementasi aturan ini yang mestinya menjadi acuan dalam rancangan Perda Kabupaten Kebumen tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayahnya? Berikut ini sebuah resume dari opini massarakyat yang mendasarkan pada apa yang pernah terjadi berkaitan dengan merancang kebijakan strategis dalam pemanfaatan kawasan. Tulisan ini lebih spesifik akan menyoroti tentang pemanfaatan Kawasan Pertumbuhan Ekonomi yang sekaligus di kawasan itu terdapat kepentingan pertahanan dan keamanan.

Membaca Perda RTRW Jateng

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa wacana pembuatan aturan Perda tentang RTRW di Kabupaten Kebumen pernah mencuat dan bahkan memicu kontroversi waktu itu. Konsultan yang memborong proyek penelitian bagi penyusunan Draft RTRW, yakni cv. Wisanggeni dari Magelang menjadi fihak yang dihujat habis-habisan dalam Rapat Konsultasi di DPRD Kebumen. Karena apa? Saat itu betapa nampak vulgar kepentingan militer yang termuat dalam rangkuman hasil penelitian mereka.
Sebagai catatan empiris, hegemoni tentara selama setidaknya 27 tahun sebelumnya di kawasan pesisir Kebumen Selatan ini ditengarai telah banyak menimbulkan berbagai pelanggaran.
Kini, jika kita membaca pada Bagian Kedua yakni Kawasan Untuk Kepentingan Pertahanan Dan Keamanan dalam Perda Provinsi Jateng ini menyebutkan pasal 107 Rencana pengembangan kawasan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf a, meliputi :
huruf: (f) Kawasan Mirit di Kabupaten Kebumen.
Tetapi kasunyatan yang terjadi masih menunjukkan gejala arogansi militeristik yang mengabaikan apa yang pernah dilakukan oleh 3000-an KK Petani Kebumen Selatan. Demonstrasi Penolakan Latihan TNI di kawasan pesisir Kebumen Selatan oleh ribuan petani pada 14 Mei 2009 yl; kini seperti hilang dari ingatan para pengambil kebijakan. Fakta lain, setelah resistensi petani ini bahkan TNI-AD membangun tangsi militer di desa Ambalresmi Kecamatan Ambal. Bahkan lagi, diam-diam membangun pos "gardu" tentara di desa Ayamputih Kecamatan Buluspesantren. Ingat, di kedua desa ini bukan wilayah yang diperuntukkan bagi kawasan pertahanan dan keamanan. Disamping itu, sejatinya dibutuhkan redifinisi kawasan pertahanan dan keamanan dengan perspektif baru yang tak mengabaikan kepentingan ribuan petani di kawasan ini.
Bagaimana seharusnya Perda RTRW Kabupaten Kebumen dibuat dengan tidak menyimpang dari Perda di atasnya?
Kita tunggu besok hari !

Sunday, February 28, 2010

Gebyag Cah Angon Urutsewu

Entitas Pemuda yang Sadar Budaya

Begitulah. Tradisi memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, banyak ditandai dengan serangkaian kegiatan budaya yang melibatkan massa rakyat secara luas. Dan di desa Entak, kecamatan Ambal, telah melibatkan hampir seluruh warga desa di pesisir selatan Kebumen ini. Untuk tahun ini, perhelatan Maulid-an Tradisi dilaksanakan pada sepanjang hari Jum'at, 26 Februari 2010, di pantai pedukuhan Pranji. Serangkaian kegiatan dimaksud, dikemas dalam acara “Gebyag Cah Angon Urut-Sewu”.



















Dalam tradisi masyarakat desa Entak, keberadaan “bocah angon” merupakan realitas sosial yang secara turun-temurun telah memberikan kontribusi penting dalam keberlanjutan hidup.










Jika di tempat lain, ada pasar sekaten dengan kirab pusaka sebagai rangkaian perayaan “maulid-an”, maka di desa Entak sejak ratusan tahun silam dilangsungkan tradisi entak-entik dan kirab cah angon sebagai identitas tradisi maulid-an di desa pesisir ini. Desa agraris yang pada dasarnya memang lebih tepat sebagai desa pertanian dan kawasan wisata spiritual ini, pada hari itu berubah jadi meriah oleh kirab lembu sepanjang 400-an meter. Lebih meriah ketimbang tahun-tahun lalu.

Ada yang unik dan menarik dalam mempersiapkan perhelatan ini, yakni hampir semua warga desa terlibat dan memberikan kontribusi dalam perhelatan ini. Termasuk menyumbang batang bambu yang dikumpulkan dan selanjutnya dijual oleh panitia pemuda sebagai penopang biaya perhelatan.

Filosofi Cah Angon










Dalam pandangan masyarakat di kawasan pesisir, keberadaan “bocah-angon” (penggembala) merupakan entitas dari realitas sosial yang sejak dulunya, tak pernah terpisah dari dinamika desa dalam kesehariannya. Ternak yang digembalakan, umumnya berupa lembu atau kambing, merupakan pusaka warga yang mayoritas sebagai petani desa. Dan di bagian selatan kawasan berpasir halus ini terdapat zona penyangga yang dalam idiom local disebut “Bra-Sengaja”, serta berfungsi sebagai tempat menggembalakan ternak-piaraan. Sehingga dalam realitas keseharian, keberadaan para penggembala ternak menjadi bagian penting yang mewarnai dinamika masyarakat pesisir, sejak ratusan tahun lampau.















Pekerjaan menggembalakan ternak, meski bisa dipandang ringan, tetapi sejatinya beresiko besar. Karena bukan saja soal keselamatan ternak yang merupakan tanggungjawabnya. Tetapi di segala musim dan cuaca, panas dan hujan deras, di bawah terik yang membakar dan di kala badai disertai halilintar; kegiatan "cah angon" dalam menggembalakan ternak tetap berlangsung, demi keberlangsungan hidup itu sendiri. Bocah angon, dalam pandangan masyarakat tradisi, dianggap manusia yang dekat dan dikasihi Tuhan Yang Maha Esa.












Menurut Paridja (65 th), sesepuh dusun Pranji, eksistensi "cah angon" adalah eksistensi manusia yang merdeka.
"Jatining cah-angon kuwe, menungsa ora baen-baen, golonganing wong kang kinacek lan dikasihi Gusti Allah", demikian orangtua ini berfilsafat.
Realitas demikian agaknya yang juga dipupuhkan dalam tembang “ilir-ilir” ciptaan Sunan Kalijaga, salah seorang wali dan pujangga penyebar ajaran islam, penerus Nabi di bumi Jawa ini. Memaknai ajaran (wewarah) para wali-aulia ini menjadi bagian penting yang diperingati tiap Maulid Nabi Muhammad SAW setiap tahun, khususnya dalam “maulidan tradisi” di desa Entak ini.

Tradisi “Entak-Entik” atau “Sangon Pesisiran”













Dalam idiom lokal, Entak bermakna selamatan untuk kalangan tua dan Entik adalah selamatan bocah cilik. Sehingga nama Entak ini diabadikan sebagai nama desa pesisir ini. Sejauh ini belum ditemukan data historis yang membeberkan bagaimana awal-mula tempat ini menjadi desa. Namun sejak jaman dulu, masa ketika jumlah cah angon begitu banyaknya, interaksi di tempat penggembalaan yakni di zona “bra-sengaja” ini begitu semarak dan dinamis. 

Anak-anak desa, sejak usia belia, hingga menginjak umur 12-an tahun, terbiasa berfikir bagaimana membawa bekal makan jika seharian dituntut untuk bekerja menggembalakan ternak raja-kaya di kawasan yang terbuka. Itulah sebabnya, meski di rumah ada makanan, dan menjadi cukup istimewa saat tiba hari maulid Nabi; tetapi ketika ingat bahwa saat menggembala ternak sering kesulitan mengisi perutnya, maka "cah angon" belajar dari kasunyatan yang harus dihadapinya. Inilah kearifan lokal yang barangkali pantas disebut sebagai "saving culture" itu.













Dan pilihan bekal yang praktis dan sehat, dalam pengertian memiliki kandungan protein tinggi, menjadi pilihan yang ideal. Dan produk pangan lokal yang mudah diperoleh dari kebiasaan berternak itik warga desa, maka telur bebek menjadi pilihan yang mewakili kepraktisan dan daya tahan. Secara filosofis, telur itik yang -biasanya diasinkan- ini disebut sebagai "telur hijau". 

Ternyata warna "hijau" ini memiliki wewarah sinandi agar orang selalu ingat dengan "kehijauan" desanya. Sumber pangan lokal lainnya yang diingat orang dalam tradisi entak-entik ini adalah "gethuk-pecel". Kultur ketahanan pangan lokal ini terangkat dalam ritual tahunan.












Begitulah, setidaknya setiap setahun sekali, khususnya di hari Maulid Nabi, anak-anak gembala ini tak mau makan di rumah meski makanan itu telah dimasak. Makanan ini akan dibawa sebagai bekal yang akan disantap bersama di tempat menggembala. Maka berlangsunglah "entak-entik" di sana.

Perhelatan yang juga lazim disebut sebagai tradisi “rolasan” ini, juga menampilkan kirab ternak lembu, ritual syukuran dan ditutup dengan ritual “pembakaran gubuk alang-alang” yang diiringi tembang dan do’a memohon keselamatan, dilangsungkan di kawasan pantai dukuh Pranji.

Tembang "Tlutur" dan "Ilir-Ilir"











Di tempat itu juga diadakan lomba “panjat belimbing”, seakan akan memaknai apa yang dipupuhkan dalam tembang para Wali: 
“cah angon, cah angon , penek-na blimbing kuwi, lunyu-lunyu peneken, kanggo mbasuh dodotira...”
Seseorang warga dan pegiat budaya, Afifudin, mendendangkan tembang tradisional dengan pupuh “Dandanggula” yang mengharu-biru dan menggambarkan realitas anak-gembala itu. Dan tak jauh dari tempat dilangsungkan ritual ini, terdapat dua pohon “kranji” yang tumbuh berjajar. Pohon ini, menurut mBah Paridja, ditengarai sebagai identitas lokal yang memiliki kaitan historis dalam penamaan padukuhan “Pranji”.

Pada masa yang lalu, terdapat pohon langka yang disebut-sebut sebagai pohon “Bintaro”. Muasal pohon ini memiliki kaitan dengan sejarah penyebaran agama islam dan keberadaan wali-sanga yang ikut mendukung berdirinya kerajaan islam “Demak-Bintoro” yang pertama di bumi Jawa. Pohon ini, menurut penuturan para tetua, memiliki daun sehalus sutera.

Sayangnya, kini pohon itu telah tiada lagi. Dan jika makin sedikit orang peduli, maka akan ada dan lebih banyak kehilangan khasanah budaya lainnya dari desa. Karena itulah, kepeloporan pemuda desa yang mencerminkan watak “cah-angon” dalam perhelatan budaya sangat pantas mendapatkan apresiasi luas.