This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Monday, August 24, 2015

Kronologi tindak kekerasan TNI terhadap warga Mirit Kebumen


Tim Penutur Selamatkan Bumi | Agustus 24, 2015


TNI telah melakukan pemagaran paksa di Desa Lembupurwo, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen. Pemagaran tersebut menimbulkan penolakan dari warga. Namun, aksi-aksi penolakan warga terhadap pemagaran sepihak oleh TNI di Lembupurwo malah dijawab dengan kekerasan. Pada tanggal 30 Juli 2015, seorang peserta aksi yang bernama Rubino, warga desa Wiromartan menjadi korbannya. Dia dipukul senjata di bagian leher hingga pingsan dan akhirnya harus dilarikan untuk dirawat di Puskesmas Mirit.

Beberapa hari kemudian Rubino meninggal dunia karena terjatuh dari pohon Nangka. Disinyalir dampak dari luka dan trauma yang diakibatkan oleh kekerasan yang diterimanya menyebabkan dirinya kehilangan konsentrasi saat memanjat pohon dan mengakibatkan dia terjatuh. Pasca kejadian tersebut, pemagaran sepihak oleh TNI di desa Lembupurwo tetap dilanjutkan.

Derita masyarakat Urut Sewu tak berhenti sampai disitu. Selepas menyelesaikan pemagaran sepihak di desa Lembupurwo, TNI berusaha bergeser ke desa lainnya, yakni desa Wiromartan, desa terujung di wilayah Kebumen bagian selatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Purworejo.

Pada tanggal 20-21 Agustus 2015 sudah tampak batu dan pasir bertumpuk di sepanjang jalan pesisir selatan Desa Wiromartan guna pembangunan pagar. Masyarakat menjadi marah karena merasa tidak dihargai sebagai masyarakat desa setempat.

Pasalnya, pemagaran ini dilakukan secara sepihak, tanpa ada pemberitahuan ke pemerintah desa dan tidak ada sosialisasi ke masyarakat setempat. Aksi guna mempertanyakan kejelasan dan landasan legal formal pemagaran pun dilakukan oleh masyarakat pada 22 Agustus 2015.

Berikut ini kronologi jalannya aksi dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh TNI:

07.30 s/d 09.45 WIB

Masyarakat berkumpul di utara Jl. Daendels desa Wiromartan. Masyarakat ini terdiri dari petani, pemuda dan perempuan. Nampak juga warga masyarakat desa-desa lain yang ingin turut serta bersolidaritas. Di lokasi tersebut dilaksanakan pembekalan pra aksi yang dipimpin oleh Widodo Sunu Nugroho, Kepala Desa Wiromartan. Inti dari pembekalan tersebut antara lain mengingatkan kepada warga masyarakat bahwasannya ini aksi damai menuntut kejelasan landasan pemagaran, sehingga warga dianjurkan untuk jangan mudah terprovokasi dan terpancing emosi ketika di lokasi aksi. Pembekalan tersebut juga diisi dengan doa bersama yang dipimpin oleh ustad Hasan Munadi (Ustadz setempat) guna kelancaran aksi.

09.45 s/d 10.00 WIB

Masyarakat peserta aksi bergerak ke selatan beriringan dengan jumlah massa kurang lebih 100 orang menggunakan sepeda motor. Sepanjang jalan menuju lokasi pemagaran ada beberapa petani yang sedang di ladangnya memutuskan untuk bergabung dalam barisan aksi, sehingga jumlah warga peserta aksi bertambah menjadi kurang lebih 150 orang.

10.01 s/d 10.35 WIB

Masyarakat peserta aksi sampai di lokasi dan kemudian langsung masuk ke lokasi pemagaran yang dilakukan sepihak oleh TNI, tepatnya di barat akses jalan untuk masuk ke pantai. Di lokasi pemagaran nampak 2 unit truk pengangkut pasukan militer, 1 unit alat berat (eskavator) yang sedang melakukan pemagaran. Perlu dicermati bahwasannya pemagaran ini ditolak oleh warga masyarakat, khususnya petani pemilik dan penggarap lahan di pesisir Urutsewu. Yang menjadi soal sebab pemagaran ini menerjang lahan-lahan petani, disamping tak berijin sebab tanpa ada pemberitahuan kepada pihak pemerintah desa setempat maupun pada masyarakat.

Salah satu peserta aksi mengawali aksi dengan menjelaskan maksud dan tujuan warga mendatangi lokasi pemagaran, yakni ingin pimpinan pemagaran menemui warga agar jelas duduk persoalannya.

Setelah lama ditunggu tak nampak ada inisiatif pimpinan pemagaran untuk menemui peserta aksi, Widodo Sunu Nugroho yang berpakaian dinas lengkap guna menjalankan tugas mendampingi warganya mengambil pengeras suara dan turut berorasi. Dalam orasinya, Kepala Desa Wiromartan menyampaikan pandangannya sebagai pemerintah desa yang mana pemagaran oleh TNI ini dipertanyakan legalitasnya, sebab jika memang ini program pemerintah, seharusnya ada pemberitahuan ataupun tembusan bagi pemerintah desa untuk mendukung program tersebut. Pada kenyataannya sampai saat ini beliau tidak menerima sepucuk suratpun.

Masih dalam orasinya, kepala desa meminta TNI yang melakukan pemagaran untuk menunjukkan bukti-bukti bahwa pemagaran tersebut memang benar program pemerintah. Jika memang ada dan terbukti benar, pemerintah desa beserta warganya akan meninggalkan lokasi, bahkan jika dibutuhkan siap untuk membantu pemagaran.

Permintaan kepala desa ini nyatanya tak bersambut baik, justru dibalas dengan suara musik dangdut yang berasal dari sound system besar yang memang telah disiapkan oleh TNI di lokasi aksi. Di sisi yang lain, alat berat eskavator masih terus berjalan untuk mengangkut material-material pemagaran ke lokasi rencana didirikannya pagar.

Kegiatan ini menyulut teriakan warga, sebab alat berat yang dioperasikan tersebut menggilas lahan cabai milik petani. Kepala desa dibantu beberapa orang berusaha menenangkan warga agar jangan terpancing emosi.

10.36 s/d 10.50 WIB

Kepala desa melanjutkan orasinya dengan meminta pimpinan pemagaran untuk maju menemui warga. Permintaan ini dijawab dengan tentara yang bertameng dan bersenjata merangsek maju ke arah kerumunan warga untuk menutup lokasi pemagaran. Di sisi yang lain, dari arah utara tampak juga serombongan tentara mendekat. Akhirnya terjadi aksi saling dorong, yang berujung dengan tentara yang mulai memukuli warga dengan pentungan di lokasi pemagaran.

Kepala desa Wiromartan terus menerus menggunakan pengeras suaranya menyerukan agar TNI tidak menggunakan cara kekerasan. Seruan ini dibalas dengan satu kali pentungan ke tangan kirinya yang memegang pengeras suara, dilanjutkan dengan pentungan kearah kepala. Darah nampak membanjiri muka dan baju Kepala Desa Wiromartan. Dengan kondisi yang demikian memaksa Kepala Desa Wiromartan menyingkir sedikit dari lokasi, namun tidak mundur.

Di arah yang lain, kira-kira 10 meter arah barat laut dari lokasi nampak seorang pemuda (Rajab, warga Kaibon Petangkuran) dikeroyok dan dipukuli hingga pingsan, kemudian diinjak-injak dengan sepatu lars. Beberapa warga mencoba menyelamatkan dengan membopong tubuh korban, namun warga yang berusaha menyelematkan rekannya ini tak luput dari pentungan, pukulan dan tendangan tentara.

Kepala Desa Wiromartan kembali mendapat penyerangan. Terdengar teriakan dari TNI, “cari lurahnya, cari lurahnya !!.” Kembali mendapat pukulan dan tendangan bertubi-tubi menyebabkan Kepala Desa Wiromartan kemudian pingsan. Sama seperti yang terjadi pada yang lain, beberapa warga yang mencoba mengangkat tubuh Kepala Desa Wiromartan untuk dibawa menjauh dari lokasi pun tak luput dari pukulan dan tendangan sepatu lars bertubi-tubi. Kepala Desa Wiromartan dan satu peserta aksi yang pingsan dipukuli dan diinjak-injak kemudian dibawa ke Puskesmas Mirit menggunakan sepeda motor.

Di lokasi yang lain, sekitar 250 meter sebelah utara lokasi pemagaran, Kepala Desa Kaibon Petangkuran Kecamatan Ambal, Muhlisin yang sebelumnya telah turut mengangkat tubuh Kepala Desa Wiromartan menemui 2 orang anggota polisi yang tampak berdiri tanpa melakukan tindakan pencegahan, hanya berteriak, “lari, lari, pulang, jangan disini.”
Kepala Desa Kaibon Petangkuran berteriak-teriak kepada petugas polisi tersebut untuk menghentikan kebrutalan TNI, namun tidak mendapat tanggapan yang berarti. Tak selang lama setelah itu, 6 orang tentara mengejar Kepala Desa Kaibon Petangkuran, memukulinya, dimasukkan ke dalam lubang bekas galian, kemudian diinjak-injak dan ditendangi dengan sepatu lars. Bapak Muhlisin mencoba berdiri namun kemudian ditendangi lagi. Beberapa warga yang berusaha menyelamatkan dihalang-halangi, sampai pada akhirnya berhasil menyelamatkan diri dengan dibantu beberapa warga.

Kejadian-kejadian serupa dialami oleh banyak warga, dimana warga lari berhamburan kalang kabut berusaha meninggalkan lokasi dikejar oleh tentara dan terkena pentungan, pukulan dan tendangan. Perempuan-perempuan peserta aksi yang menangis melihat sanak kerabatnya dipukuli justru dibentak-bentak oleh tentara,”siapa suruh kamu ikut kesini !!.” Bahkan lebih mirisnya terdata beberapa perempuan terkena pukulan dan tendangan.

11.30 WIB

Puskesmas Kecamatan Mirit ramai dengan korban-korban kebrutalan TNI. Sedikitnya terdata 4 orang mengalami luka berat dan belasan lainnya luka ringan (lecet dan lebam akibat pentungan, pukulan dan tendangan). Korban luka berat atas nama Kepala Desa Wiromartan Widodo Sunu Nugroho, Prayogo dan Ratiman (warga Kecamatan Mirit) dan Rajab (warga Kaibon Petangkuran, Ambal). Korban luka berat ini kemudian dirujuk ke RSUD Kebumen untuk mendapat perawatan intensif. Berdasarkan data terakhir yang dihimpun FPPKS hingga 23 Agustus 2015, total korban baik luka berat maupun luka ringan dan yang dirawat di puskesmas maupun di rumah masing-masing ada 29 orang yang tersebar di beberapa desa.

Data ini kemungkinan masih bertambah mengingat banyak warga yang meskipun terkena pentungan, pukulan ataupun tendangan namun lebih memilih untuk langsung pulang ke rumah mengingat demikian mencekam situasi.

Tak dapat dipungkiri tentunya ada beberapa hal yang menjadi janggal dalam persoalan ini. Pertama, adalah aksi damai warga yang datang secara baik-baik menanyakan kelegalan pemagaran justru dijawab dengan kekerasan. Toh jika memang pemagaran itu program pemerintah, tinggal ditunjukkan saja surat-suratnya dan selesai persoalan, namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dilakukan sehingga menimbulkan banyak pertanyaan.

Kedua yakni pemagaran tidak melibatkan pihak-pihak yang seharusnya berwenang terkait hal tersebut, bahkan pemerintah (melalui lembaga-lembaga yang seharusnya berwenang) sama sekali tidak nampak. Terkesan ada pembiaran terhadap konflik yang berlarut ini, atau justru adanya dominasi militer terhadap lembaga-lembaga pemerintah khususnya di Kebumen sehingga takut untuk mengambil sikap.
Ketiga yakni begitu nampaknya dominasi TNI atas POLRI di Kabupaten Kebumen. Bukan hanya kali ini saja, beberapa aksi dan demonstrasi sebelumnya pun yang seharusnya polisi sebagai pengamanan justru tentara yang melakukannya.
Bahkan pada audiensi di DPRD Kebumen 8 Juli lalu, pengamanan pun dari pihak TNI, yang seolah berusaha mengintimidasi jalannya proses audiensi.

Lantas yang menjadi pertanyaan adalah apa yang harus dilakukan warga masyarakat Urutsewu yang merupakan juga bagian dari warga Negara Indonesia? Warga diam, diacuhkan. Warga keras, tak ditanggapi. Warga marah, dipukuli. Dan hari ini warga bertanya, dibalas dengan senjata. Lalu pada akhirnya, sebagai warga harus bagaimana?



* Kronologi  ini adalah tindak kekerasan TNI yang terjadi pada tanggal 22 Agustus 2015, dimana terjadi pembubaran paksa dengan cara tindak kekerasan terhadap warga yang menuntut kejelasan pemagaran Desa Wiromartan, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen. Krononoli dibuat oleh FPPKS-USB (Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan).

Sunday, August 23, 2015

AGRA strongly condemned the military attacks against the peasants in Urut Sewu, Kebumen, Central Java, Indonesia

AGRA strongly condemned the military attacks against the peasants in Urut Sewu, Kebumen, Central Java, Indonesia

Jakarta 23 August 2015

We still remember how brutal is Ahok administration in Jakarta. They recently attacked the residents of Kampung Pulo, East Jakarta in a massive eviction on 20 August 2015. Now we witnessed the brutality of military who on 22 August violently attacked the peasants of Urut Sewu village, Kebumen regency, Central Java, as they were demanding the military to stop putting up the fences on the peasants' lands, a step to land grabbing. The violence attack has caused at least fatal injuries of 4 peasants and tens others are being intimidated and under threat.

General Secretary of AGRA (Alliance of Agrarian Reform Movement), Rahmat Ajiguna, strongly condemned the military for their brutality against the people who only defended their right to the lands. Rahmat also mentioned that many people feel insecure from the terror that authorities can assume arbitrarily.
Such attacks have shown that Jokowi-JK (national) government is not democratic as they propagated. They are in fact undemocratic and against people. In less than a year of their post in the government, AGRA estimated at least 3 people were killed, 29 were harassed, and 52 were criminalized for defending their lands, not to include the recent attacks in both Kampung Pulo, Jakarta, and Kebumen, Central Java.

AGRA is aware that such cases will continue to rise, as the government will push hard to develop infrastructure under the masquerade of food sovereignty program. Such development is actually to serve and the pressure from foreign investment. Rahmat of AGRA also noticed that similar attack will likely happen to peasants in Wonosobo shortly.

Therefore, AGRA urged the government to stop the attack and terror unconditionally, and respect people rights by giving back the lands to the peasants, if the government is committed to settle the existing land conflicts. Moreover, Rahmat of AGRA also sent his message to peasants and people movement to strengthen their unity and solidarity in fighting against land grabbing and arbitrary attack from the authorities.

Contact: +62 821-1085-7684

Saturday, August 22, 2015

TNI AD Menginjak-injak Rakyat Urutsewu dengan Brutal

Aug 22, 2015 | Agam Imam Pratama

Aksi kekerasan guna membubarkan massa warga kembali dilakukan oleh TNI di Urutsewu (08/15). Setelah sebelumnya terjadi peristiwa serupa (baca: http://literasi.co/pemaksaan_pemagaran_di_urutsewu_memakan_korban). 
Pemagaran di Desa Lembupurwo sebelumnya mendapat perlawanan keras dari warga, meskipun pada akhirnya perlawanan warga dikalahkan oleh kekerasan. Kali ini pemaksaan pemagaran bergeser ke desa sebelahnya, yakni desa Wiromartan, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, desa terujung yang berbatasan langsung dengan Purworejo.

[caption id=”attachment_3686" align=”aligncenter” width=”638"]
Foto: Agam.[/caption]

Berawal dari mulai masuknya batu dan pasir menggunakan truk di pesisir se latan desa Wiromartan sejak beberapa hari lalu. Hari ini, 22 Agustus 2015 kurang lebih 150 warga Desa Wiromartan dengan dukungan warga desa-desa di sekitarnya melakukan aksi ke pesisir selatan desanya guna mempertanyakan legalitas pemagaran oleh TNI AD. Aksi tersebut dimulai pukul 10.00 WIB. Dalam orasinya, Kepala Desa Wiromartan, Widodo Sunu Nugroho menyampaikan, “saya sebagai kepala desa tidak menerima sepucuk surat pun dari manapun mengenai pemagaran ini. Kalau memang pemagaran ini resmi, kan seharusnya ada pemberitahuan ke desa. Dengan begitu kita disini bukan menghalang-halangi apa yang “katanya” sebagai program pemerintah, justru sebagai dukungan agar pemerintahan termasuk regulasinya berjalan baik. Kalau memang ini resmi program pemerintah, coba mana pimpinannya maju ke depan, tunjukkan bukti-buktinya, kalau memang terbukti sah warga kami bahkan siap membantu pemagaran, tanpa dibayar sepeserpun. Tapi kalau tidak punya bukti, ya pemagaran ini harus dihentikan.”

[caption id=”attachment_3687" align=”aligncenter” width=”595"]
Foto: Agam.[/caption]

Sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut, aksi yang kurang lebih baru berjalan setengah jam tersebut dibubarkan dengan tanpa memberi peringatan. Pihak TNI dengan kekuatan kurang lebih 200 personil yang sedari awal sudah mengitari warga tiba-tiba menyerang secara membabi buta. Nampak di lokasi beberapa warga dipukuli hingga jatuh, warga lain yang berusaha menggotong warga yang jatuh pun tak luput dari pukulan tongkat dan tendangan sepatu lars.

Muchlisin, kepala Desa Petangkuran, Kecamatan Ambal misalnya, menuturkan, “saya sudah jauh padahal, sekitar 200 meter dari lokasi. Saya sedang mempertanyakan kepada polisi yang berjaga kenapa tidak dilerai, padahal sudah jelas keberingasan TNI. Tiba-tiba 6 orang TNI datang, saya dimasukkan ke dalam lubang bekas galian dan diinjak-injak dengan sepatu lars hingga muka, leher dan badan saya babak belur begini. Oknum polisi yang di lokasi tempat saya diinjak-injak juga hanya diam saja,” ujarnya.

Dalam kejadian ini, sedikitnya 4 orang luka berat yakni Widodo Sunu Nugroho, Prayogo dan Ratiman, warga Kecamatan Mirit, dan Rajab warga Petangkuran Kecamatan Ambal. Saat ini mereka dirujuk di RSU Kebumen setelah sebelumnya dirawat di Puskesmas Mirit. Sedangkan belasan lainnya mengalami luka memar, bahkan seorang ibu hamil juga terkena pukulan dan sempat dirawat di Puskesmas Kecamatan Mirit.

Tak dapat dipungkiri tentunya ada beberapa hal yang menjadi janggal dalam persoalan ini. Pertama, adalah aksi damai warga yang datang secara baik-baik menanyakan kelegalan pemagaran justru dijawab dengan kekerasan. Toh jika memang pemagaran itu program pemerintah, tinggal ditunjukkan saja surat-suratnya dan selesai persoalan, namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dilakukan sehingga menimbulkan banyak pertanyaan.

Kedua yakni pemagaran tidak melibatkan pihak-pihak yang seharusnya berwenang terkait hal tersebut, bahkan pemerintah (melalui lembaga-lembaga yang seharusnya berwenang) sama sekali tidak nampak. Terkesan ada pembiaran terhadap konflik yang berlarut ini, atau justru adanya dominasi militer terhadap lembaga-lembaga pemerintah khususnya di Kebumen sehingga takut untuk mengambil sikap.

Ketiga, yakni begitu tampaknya dominasi TNI atas POLRI di Kabupaten Kebumen. Bukan hanya kali ini saja, beberapa aksi dan demonstrasi sebelumnya pun yang seharusnya polisi sebagai pengamanan justru tentara yang melakukannya. Bahkan pada audiensi di DPRD Kebumen 8 Juli lalu, pengamanan pun dari pihak TNI, yang seolah berusaha mengintimidasi jalannya proses audiensi.

[caption id=”attachment_3688" align=”aligncenter” width=”583"]
Foto: Agam.[/caption]

Lantas yang menjadi pertanyaan adalah apa yang harus dilakukan warga masyarakat Urutsewu yang merupakan juga bagian dari warga Negara Indonesia?. Warga diam, diacuhkan. Warga keras, tak ditanggapi. Warga marah, dipukuli. Dan hari ini warga bertanya, dibalas dengan senjata. Lalu pada akhirnya, sebagai warga harus bagaimana?[]

Kronologi Serangan Tentara ke Petani Pesisir Wiromartan, 22 Agustus 2015



Aparat TNI memukuli petani Urutsewu sebelum usai orasi Kades yang meminta ditemui aparat pimpinan proyek pemagaran pesisir [22/8]

07.30 – 09.45 wib:  
-  Massa rakyat warga desa, terdiri dari petani, pemuda dan perempuan; berkumpul di utara jalur Jln. Daendels di desa Wiromartan, Mirit;
-  Pada saat yang sama, di ruas jalan seputar gerbang kantor Pemkab dan DPRD [timur alun2 Kebumen] baru selesai dilaksanakan apel pasukan [dan simulasi pengamanan Pilkada] ber-uniform PHH, polisi [termasuk polwan], tentara dan jajaran intel berpakaian sipil;  
-  Di lokasi kumpulnya massa rakyat, disampaikan orasi pembekalan oleh Kades Wiromartan, Widodo Sunu Nugroho; dan membaca doa bersama dipimpin oleh ustadz setempat;
-  Massa rakyat sebanyak 100-an beriringan naik sepeda motor menuju ke lokasi pemagaran TNI di 750-an meter arah selatan;
-  Diantara massa yang bergerak itu ada pula petani dari desa lain di kecamatan Mirit dan desa-desa lain yang ikut bersolidaritas, yakni dari Kaibon Petangkuran, Setrojenar, Ayamputih.

09.56 – 10.15 wib :
-  Massa rakyat tiba di lokasi dan langsung menuju titik pemagaran di sisi barat jalan akses menuju pesisir;
-  Di lokasi pemagaran terdapat 2 unit truk militer dan 1 alat berat eskavator tengah melakukan aktivitas pemagaran, sesuatu yang ditolak oleh warga terutama para petani pemilik dan penggarap lahan pertanian pesisir Urutsewu;
-  Beberapa petani yang tengah bekerja tak jauh dari lokasi pemagaran ikut bergabung dengan warga di lokasi pemagaran, di sebuah lahan tanaman cabe dan lahan-lahan tanaman lain pada zona itu yang juga terlanggar;
-  Massa rakyat beralasan pemagaran yang menerjang lahan-lahan milik petani sebagai ilegal, tak berijin, tanpa pamit atau pun pemberitahuan ke pemerintah desa setempat;
-  Salah satu warga yang membawa megaphone menyampaikan maksud kedatangan warga dan meminta pimpinan proyek pemagaran TNI menemui warga yang datang ke lokasi;

10.15 – 10.30 wib :
-  Kades Wiromartan Widodo Sunu Nugroho yang mengiringi warganya, dengan berpakaian dinas Kades, menyampaikan orasi melalui megaphone diantara warga dan pasukan militer dari satuan Zipur;
-  Dalam orasinya Kades menyampaikan pandangannya, tentang tiadanya dasar legalitas pelaksanaan proyek pemagaran, tanpa pemberitahuan ke pemerintah desa, dan hal-hal lain yang justru mencederai profesionalitas institusi TNI sendiri;
-  Kades juga meminta berkomunikasi dengan komandan yang bertanggung jawab memimpin pelaksanaan proyek pemagaran di lokasi pesisir desa yang menjadi bagian wilayah desanya itu;
-  Seruan permintaan Kades ini dibalas dengan suara musik dangdut dengan dukungan sound-system power besar yang rupanya telah disiapkan tentara di lapangan;
-  Pada rentang waktu yang sama, aktivitas eskavator dengan roda berantainya menggilas tanaman tetap berjalan sebagaimana sebelumnya, yakni mengangkut dan membongkar bawaan material pemagaran,    
-  Atas fakta lapangan ini, massa rakyat yang melihat spontan meneriaki kerusakan tanaman cabe milik petani;

10.30 – 10.40 wib :
-  Pada saat Kades Wiromartan masih menyampaikan orasinya dan permintaan untuk berkomunikasi dengan komandan lapangan tak digubris, tentara merangsek maju menutup titik pemagaran;
-  Dari jarak 200-an meter arah barat, bergerak pula segerombolan tentara yang tengah menuju lokasi titik pemagaran;
-  Kades Wiromartan yang masih mencoba menyerukan agar tentara tidak bertindak kekerasan, malah langsung dijawab dengan aksi pemukulan yang membabi-buta; 
-  Pukulan ini melukai kepala Widodo Sunu Nugroho, dan darah mengucur menutupi wajahnya yang membuat Kades ini menyingkir tapi tak melarikan diri dari lokasi karena melihat warga desanya juga dipukuli pentungan tentara;
-  Sejauh 7 meter dari titik penyerangan pertama, terlihat seorang pemuda dipukul keroyokan oleh tentara, terjatuh dan diinjak-injak sepatu lars. Korban ini jatuh pingsan di lokasi saat itu juga;
-  Ada belasan lagi warga lainnya, termasuk perempuan, tercerai-berai kena pukulan toya tentara, terdengar pula suara tembakan peluru hampa di lokasi;

-  Beberapa warga yang berusaha membopong tubuh korban untuk dievakuasi dari lokasi serangan pun digebuki oleh tentara

-  Kebrutalan militer ini susul-menyusul, tak berhenti tetapi mengejar memburu, meskipun warga tercerai-berai; terdengar bentakan tentara: “Cari Lurahnya.. Cari Lurahnya!”.  
-  Serangan susulan menimpa Kades Wiromartan sehingga akhirnya Widodo Sunu Nugroho pun jatuh pingsan, beberapa warga yang mengevakuasi dengan membopong tubuh Kadesnya pun digebuki bertubi-tubi;
-  Pejabat desa lain yang jadi korban kebrutalan tentara adalah Muhlisin Kades KaibonPetangkuran [Ambal], meskipun setelah sempat kena pukulan awal Kades Muhlisin ini telah menyingkir sejauh 200-an meter arah utara;
-  Korban Kades Muslihin diburu dan digebuki di depan mata polisi, terjatuh ke lubang galian blokade yang dibuat warga, dihujani pentungan toya dan diinjak-injak sepatu lars; ini bukti bahwa tentara memburu korban-korbannya dan polisi yang ada di lokasi tak berbuat apa-apa!

10.45 – 11.00 wib :
-  Kades Wiromartan bersama 1 warga yang jatuh pingsan di lokasi serangan militer, dievakuasi dengan menggunakan sepeda motor ke Puskesmas Mirit;
-  Saat warga mengevakuasi korban yang membutuhkan pertolongan ini, ternyata ada mobil patroli polisi yang hanya diparkir diam dalam jarak 200an meter sebelah utara lokasi serangan, tanpa melakukan tindakan apa pun;

11.00 - 11.30 wib :
-  Di Puskesmas Kecamatan Mirit ramai dengan korban-korban kebrutalan  TNI. Sedikitnya terdata 4 orang mengalami luka berat dan 29 korban luka lainnya.
-  Terjadi insiden kecil saat aparat Babinsa mau menerobos masuk ruang pertolongan pertama di Puskesmas Mirit, tetapi massa warga yang mengawal para korban tidak membolehkan
 _____

-  Data-data Korban : 
   1. Widodo Sunu Nugroho, 36 th, Kades Wiromartan, fractuur; rawat inap RSUD Kbm
   2. Parman, 40 th, petani pesisir desa Wiromartan; rawat jalan
   3. Samingan, 35 th, Wiromartan Mirit, rawat jalan
   4. Ratiman, 36, Wiromartan, pingsan dikeroyok tentara; rawat inap RSUD
   5. Prayoga, 49 th, Wiromartan Mirit; rawat inap RSUD
   6. Rajab, 27 th, Kaibon Petangkuran, Ambal; dikeroyok tentara; rawat jalan
   7. Kusnanto, 29 th, Wiromartan Mirit; rawat jalan
   8. Sri Rohaeni, 18 th, ibu hamil, Wiromartan Mirit; diperbolehkan pulang rawat jalan
   9. Pawit, 37 th, Wiromartan Mirit; rawat jalan
 10. Kuat, 39 th, Wiromartan Mirit; rawat jalan
 11. Muhlisin, 35 th, Kades Kaibon Petangkuran, Ambal; rawat jalan
 12. Paryono, 47 th, petani, Setrojenar Buluspesantren; diijinkan pulang
    13. Sabar, 35 th, Wiromartan Mirit;
    14. Ratno, 32 th, Wiromartan Mirit;
    15. Al Karim, Kaibon Petangkuran Ambal;
    16. Ngadino, Wiromartan Mirit;
    17. Habib, 28 th, Wiromartan Mirit;
    18. Sumedi, 38 th, Wiromartan;
    19. Pikir, 38 th, Wiromartan Mirit;
    20. Dalsirat, 41 th, Wiromartan Mirit;
    21. Kamit, 40 th, Wiromartan Mirit;
    22. Marjono, 51 th, Wiromartan Mirit;
    23. Jemadi, 46 th, Wiromartan Mirit;
    24. Rizki, 22 th, Wiromartan Mirit;
    25. Manisum, 43 th, Wiromartan Mirit;
    26. Tumini, perempuan, 53 th, Wiromartan Mirit;
    27. H. Kuat, 38 th, Wiromartan Mirit;
    28. Sartu, Wiromartan Mirit;
    29. Toni Rahman, Wiromartan Mirit;
 30. Imam Sido, Wiromartan Mirit; 
 
* Data Korban dimungkinkan bertambah karena banyak diantara para korban memilih langsung pulang ke rumah masing-masing, sehingga belum sempat terdata