Saturday, August 01, 2015

Megaphone Massa versus Toa Tentara



Kades Lembupurwo Bagus Wirawan memimpin massarakyatnya dalam aksi penolakan pemagaran pesisir desanya [1/8]. Orasi sang Kades ini ditandingi dengan suara "toa" corong TNI, yang menudingnya sebagai penghasut. Sebuah tudingan tolol [Foto: istimewa] 
 
Bentrokan (30/7) warga versus tentara yang dimobilisir dari Kesatuan Yonif 403 dan Zeni tempur [Zipur] di desa Lembupurwo Mirit, tak menyurutkan tekad petani pemuda dan perempuan kawasan pesisir Urutsewu dalam menolak pemagaran yang menerjang lahan-lahan holtikultura milik warga. Dalam ihwal terlanggarnya tanah-tanah pemajekan ini, sesungguhnya, bukan cuma fakta mengenai hak pemilikan para petani yang dikorbankan. Tetapi kedaulatan desa-desa atas wilayah pesisir dimana terdapat pula hak desa atas tanah kemakmuran, banda desa beserta hak ulayat yang melekat di atasnya; terampas !

Itu sebabnya, dari perspektif rakyat, tindakan pemagaran kawasan pesisir Urutsewu dikonotasikan sebagai brutalitas militer dalam bentuk barunya.

Sedangkan dari pendekatan causalitas, bentrokan petani vs tentara di gumuk dekat lokasi pemagaran pesisir Lembupurwo itu adalah sample akibat yang ditimbulkannya. Berbagai fihak prihatin dan menyayangkan bentrokan itu. Tetapi keprihatinan model begitu, cuma pandangan dungu; karena jelas bahwa persoalan substansialnya tak dilihat secara obyektif. Lebih menyakitkan, bahkan, karena menganggap ekspresi perlawanan rakyat ini merupakan buah dari provokasi semata. Tak menyadari bahwa tindakan pemagaran pesisir itu lah, sejatinya; yang memprovokasi perlawanan dan penolakan...

Tak kurang, Kades Lembupurwo sendiri, Bagus Wirawan dan koleganya Kades Wiromartan Widodo Sunu Nugroho; dituding-tuding sebagai bagian dari provokator itu. Tudingan yang naif, picik dan tolol. Tapi begitulah faktanya. Saat massarakyat kembali gelar aksi penolakan pagar pada hari Sabtu [1/8] di tempat bentrokan dua hari sebelumnya. Melalui corong toa pengeras suara, fihak militer berkoar-koar mengatai ke dua Kades yang memimpin massarakyatnya ini sebagai “provokator” dan penghasut.
Dalam konteks ini, anekdot “maling teriak maling” menemukan tautnya...

0 comments:

Post a Comment