This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Friday, March 11, 2011

SELEBARAN FPPKS

Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan | FPPKS | Div. Litbang & Media Center

Sekretariat: Jl. Daendels, Desa Petangkuran Rt.02-Rw.03, Kec. Ambal, Kab. Kebumen 54392

e-mail: fppks@yahoo.com | weBlog http://fppks.blogspot.com | http://bumisetrojenar.blogspot.com

Rakyat UrutSewu Bersatu:

Tolak Kawasan Hankam!!! Tolak Eksploitasi Pasir Besi !!!

Apa yang tengah terjadi di kawasan UrutSewu, pesisir Kebumen selatan?

Sehingga ribuan massarakyat beraksi dalam sebuah barisan aksi demonstrasi?

Ada ketidak-adilan yang menyebabkan kepentingan rakyat dan hak-haknya terancam. Selama 29 tahun kawasan ini dijadikan areal latihan tentara dan ujicoba senjata berat. Pada awalnya memang tak timbul masalah, meskipun sejak awal menimbulkan berbagai kerugian terutama bagi petani yang sejak abad lalu hidup tenteram dan bekerja di kawasan ini. Tetapi dalam perkembangannya telah terjadi berbagai kasus yang merugikan petani dan bahkan terjadi pula korban harus kehilangan nyawa. Semua sebagai akibat dari adanya latihan tentara dan uji coba alutista (alat utama sistem senjata) tentara.

Kerugian itu bukan saja yang bersifat langsung atas pelaksanaan latihan dan ujicoba senjata. Di masa lalu, pelaksanaan latihan yang “katanya” memanfaatkan areal “tanah Negara” ini, pada kenyataannya juga tetap menggunakan tanah ulayat milik petani yang ditanami berbagai komoditi tanaman pangan. Kerugian petani terjadi juga lantaran setiap pelaksanaan latihan dan ujicoba senjata, selalu disertai larangan petani dan nelayan untuk bekerja. Di kawasan ini petani lahan pesisir banyak membudi-dayakan tanaman holtikultura, yang membutuhkan perawatan rutin dan intensif. Apalagi jika musim serangan hama. Sementara pelaksanaan latihan ujicoba senjata, acapkali terjadi bukan hanya sehari. Padahal jika sehari tanaman tidak disiram, maka akan layu dan terancam mati.

Diantara banyak kasus yang merugikan petani, pernah pula terjadi sebarisan kendaraan lapis baja, yang bergerak dalam deretan, melaju ke dua arah menggilas tanaman kedelai petani di selatan desa Setrojenar. Beberapa peluru “bom” mortir, peluru roket “musing” dan meluncur jatuh ke lahan kebun petani. Meskipun ada “pembersihan” paska latihan, seringkali ada saja sisa bom yang tertinggal. Banyak kasus lain yang merugikan petani di berbagai desa UrutSewu, sebagai akibat pelaksanaan latihan dan ujicoba senjata itu. Bahkan pada tahun 1987, ada korban beberapa anak kehilangan nyawa sebagai akibat teledor tentara.

Pemanfaatan “tanah Negara” sebagai dalih bagi tempat latihan tentara dan ujicoba senjata, faktanya bahkan telah berakibat timbulnya pembohongan sejarah dan klaim palsu pemilikan tanah ulayat di sepanjang pesisir UrutSewu. Terakhir TNI-AD ngotot meng”klaim” bahwa sejauh 500 meter[i] sebagai areal kekuasaannya (jika pun ada tanah Negara, sesuai bukti yang ada, kurang dari 250 m) dari garis air pantai ke utara, dan membentang sepanjang 22,5 Km dari muara sungai LukUlo di desa Ayamputih, hingga muara sungai Wawar di perbatasan Kab.Purworejo. Bagaimana mungkin TNI-AD dapat menguasai areal sangat luas, yang secara historis merupakan hak ulayat petani; koq bisa dikuasai. Dan bahkan penguasaan ini telah mengarah pada klaim pemilikan TNI-AD. Padahal awalnya, kelebihan dari batas “Pal-Budheg” adalah kebijaksanaan fihak desa (bukan langsung dari pemilik tanah) yang meminjamkan areal sebagai tambahan “ring pengamanan 1”. Ironi yang menyakitkan hati massarakyat tani di wilayah ini.

Tentara (didukung pejabat pemerintah) telah gegabah mengabaikan fakta sejarah! Mereka telah “lupa kacang akan kulitnya” Hingga sejauh ini, dalam konteks dan fakta sejarah, belum ada keberpihakan pada kepentingan massarakyat petani. Bahkan, terakhir kali, Bupati sama saja; pro-Tentara. Jadi, penolakan dan perlawanan massarakyat petani bukan melulu membela hak dasarnya, tetapi sekaligus merupakan refleksi dan manifestasi kewajiban sejarah! Siapa pun yang mengabaikan fakta sejarah, bakal terlibas oleh esensi putaran sejarah itu sendiri. Jadi, tak ada alasan untuk tidak mendukung perjuangan massarakyat ini.

Fakta Terbaru: Tolak Eksploitasi Pasir Besi !

Belum lagi tuntas kemelut tanah di kawasan UrutSewu, kini muncul fakta kontroversial baru. Di kawasan pertanian dan pariwisata tradisional yang mulai menemukan momentum awal industrialisasi pertanian modern yang potensial sejahterakan massarakyat ini; bakal dijadikan areal pertambangan pasir besi.

Ironisnya, kawasan yang semula dialokasikan untuk kawasan hankam[ii] juga diassetkan sebagai bagian dari areal pertambangan pasir besi Mirit, Kebumen. Perkembangan terakhir yang paling mengejutkan paska dikeluarkannya Ijin Usaha Pertambangan No.503/001/KEP/2011oleh KPPT Kab. Kebumen; adalah lolos dan disetujuinya AMDAL yang di semua tahapannya tidak partisipatif.

Apa makna dari semua ini? Kenapa TNI-AD juga menyertakan 317,48 Ha “tanah TNI-AD” (yang sejatinya bukan hak pemilikan TNI-AD) dari 591,07 Ha kebutuhan cadangan produksi dengan total kebutuhan 984,79 Ha (semula1.000,97 Ha) PT. MNC Jakarta. Komisaris utama korporasi penambang pasir besi ini juga seorang yang berasal dari kesatuan tentara. Artinya, usaha eksploitasi pasir besi di pesisir UrutSewu ini, tak lain adalah kepentingan dan bisnis “klan” tentara. Bukan kepentingan Negara! Bukan kepentingan Rakyat !!!

Benteng terakhir adalah bangunan terorganisir massarakyat yang menyatukan kekuatan petani dan rakyat semesta UrutSewu ini. Tak ada lain PILIHAN kecuali MENOLAK dan MELAWAN.


[i] Bukti sejarah yang ada, hasil Klangsiran, 1932, yakni berupa “Pal-Budheg” atau disebut “Pal-Keben” juga “Pal-Tanggulasi” berada pada jarak kurang dari itu, antara 210-230 meter dari garis air. Pal (patok) ini adalah patok sejarah batas “tanah Kumpeni” dengan “tanah wong tani”. Ini dikukuhkan dengan kesaksian para pelaku sejarah tanah, seperti KartoBambung (Ayamputih), Moh.Saridja (Setrojenar), dan banyak orangtua yang masih hidup dan tinggal di Buluspesantren, Ambal dan Mirit. Dasar hukum tanah paling valid (termasuk peta agraria) sebagaimana pernah dinyatakan BPN (Provinsi & Kabupaten). Camkan!!

[ii] Baca Perda Provinsi Jateng No:6/tahun 2010, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagaimana disebutkan pada Bab.VI, Penetapan Kawasan Strategis Provinsi, pasal 107 butir (f). Perda RTRW ini tengah “digugat” masyarakat dengan mekanisme pengajuan permohonan uji-materi ke Mahkamah Agung.