This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Saturday, December 22, 2012

Resistensi Kultural: Distrust Politik

* Catatan Akhir Tahun Perlawanan Petani Urut Sewu


Perlawanan petani pesisir Urutsewu, dibilang, tengah memasuki babak baru. Karakter lokal belakangan mengemuka. Simbol-simbol, idiom dan kearifan setempat menguat; linier dengan  irama perjuangan petani yang tak pernah surut ini. Pasca ditetapkannya regulasi daerah Perda RTRW yang mengatur peruntukan kawasan, bukannya meredup api perlawanannya. Lebih dari 4.000 keluarga petani menolak substansi aturan daerah yang melegitimasi kawasan tradisional yang (setidaknya selama satu dekade terakhir) berkembang jadi kawasan pertanian hortikultura; ditetapkan menjadi kawasan ujicoba senjata militer sekaligus pertambangan pasirbesi.

Tuntutan mendasar "Kawasan Urutsewu untuk Pertanian dan Pariwisata Rakyat = Harga Mati", benar-benar menemukan momentum perjuangan ideologisnya. Filosofi Sedumuk Batuk Senyari Bumi manifest dalam sikap bersama yang justru makin kuat, pasca "tragedi berdarah" 16 April 2011 silam. Lolosnya Perda RTRW Kab. Kebumen, penerbitan ijin tambang pasirbesi sebelumnya, pendekatan kekerasan dan cara-cara militeristik yang diterapkan kepada petani pesisir ini; terakumulasi menjadi tenaga perlawanan yang pantang surut ke belakang.

Ruwatan Tani dan Slametan Bumi

Resistensi petani yang muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari do'a bersama, mujahadah, dialog hingga aksi massa telah dilakukan sejak lama, namun secara massive dan terus-menerus dilancarkan sejak awal 2009; tak membuahkan hasil sebagaimana yang dituntut ribuan petani Urutsewu. Ada 2  dari 15 desa yang menjadi pusat perlawanan. Kepeloporan desa Setrojenar (Buluspesantren) dan Wiromartan (Mirit) dengan menyertakan dukungan partisipatif warga desa-desa seurutnya. Kini telah menemukan makna baru disamping sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan hasil bumi pertanian lahan pasir ini. Hasil pertanian dari kawasan pesisir Urutsewu telah menjadi andalan daerah Kebumen selatan. tetapi justru potensi kesejahteraan sosial yang diyakini bakal terus berkembang ini luput dari perhatian para pemegang policy daerah.

Dan petani bukan tak memahami kepentingan apa yang tengah "menguasai" pemerintah daerahnya. Dalam ritual mujahadah, para tetua berdoa agar para pemimpin, pemangku kepentingan dan pemegang kebijakan daerah diingatkan oleh Tuhan; akan tugas kewajiban, akan amanah dan bahkan akan janji-janji kampanye politiknya. Ritual-ritual yang lebih punya perspektif sosial kerakyatan pun dilakukan, Seperti pada peringatan hari HAM se Dunia, desa Setrojenar menggelar labuhan laut dan ruwat bumi. Masih dalam tema besar seputar hak azasi manusia untuk tinggal di habitatnya dengan rasa aman dan jauh dari gangguan dalam melaksanakan hajat hidup bertaninya; petani desa Wiromartan menghelat ruwatan petani dan slametan bumi. Hajat sosial ini juga didukung partisipasi petani desa-desa lain di Urutsewu. Bahkan muncul partisipasi solidaritas petani dari Kulonprogo, Parangkusumo, Cilacap, Lumajang dan Banten.

Ruwatan adalah tradisi yang dipercaya untuk membuang sial atau memusnahkan sengkala. Para petani seperti diingatkan pada kearifan tradisional yang sarat spiritualitas agraris. Karena apa? Karena menipisnya rasa percaya kepada pemerintah, kepada para wakil rakyat; yang memang tak menghiraukan lagi terhadap apa yang menjadi aspirasi petani. Terlebih karena dalam lahan-lahan pertanian pesisir Urutsewu ini melekat hak sejarah dan kultural, bahkan hak pemilikan petani. Ada distrust terhadap para petinggi. Terlebih karena di negeri ini begitu marak kasus-kasus korupsi yang menjerat mereka. Dan rakyat telah muak...

Friday, December 14, 2012

Aksi di Hari HAM se Dunia

Petani Urutsewu, didukung petani dari kawasan pesisir Jawa lainnya, termasuk dari Jabar, DIY, Jateng dan Jatim; melakukan aksi memperingati Hari HAM Se Dunia di desa Setrojenar, Kebumen Selatan




Tuesday, November 27, 2012

Mafia Tanah Bermain Dalam Konflik Agraria

"Silahkan siapkan persyaratan administrasi yang diperlukan, saya akan kawal" 
Eva Sundari, Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR RI

Eva Sundari, Politisi PDIP & Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR/suaraagraria.com
 
SUARAAGRARIAcom, Berita Agraria Dari Blitar: Maraknya konflik agraria di negara ini menuntut kita harus waspada dengan mafia tanah. Mafia tanah merupakan salah satu biang kerok ruwetnya permasalahan tanah dan penyebab stagnannya penyelesaian kasus sengketa tanah antara rakyat dengan institusi negara maupun swasta.  
Demikian diungkapkan Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR RI Eva Sundari dalam pertemuan bersama ratusan petani Paguyuban Aryo Blitar (PPAB) di Desa Ngadipuro, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, Minggu (23/11/2012). “Mari kita lawan mafia tanah,” tegasnya.

Menurut Eva dimana-mana ada mafia tanah, untuk itu rakyat tidak boleh tinggal diam. Eva kemudian mengingatkan kalau posisi rakyat secara hukum lebih kuat, meski proses redistribusi sering berjalan tidak mulus.

Mengenai proses permohonan redistribusi yang tersebar di Desa Ngadipuro, Desa Serang dan Desa Ngeni yang tersendat, Eva berjanji akan melakukan pengawalan hingga tuntas.  Apalagi, lanjut Eva, status tanah yang disengketakan adalah tanah negara. Yang penting, lanjutnya, mafia tanah harus dilawan.

“Silahkan siapkan persyaratan administrasi yang diperlukan, saya akan kawal,“ tegasnya. Menurut Eva, warga di Wonotirto berpeluang besar untuk mendapatkan tanah garapan, mengingat status lahan yang bersengketa tersebut merupakan tanah negara.

Seperti diketahui di Kecamatan Wonotirto ada 1.600 hektar tanah perkebunan yang saat ini dalam sengketa antara masyarakat dengan Puskopad (AD).  Sebanyak 697 kepala keluarga berharap bisa memperoleh tanah redis sesuai dengan ukuran  lahan garapan masing-masing.

Sekali lagi menurut Eva, warga harus berani melawan mafia tanah. Untuk itu masyarakat diminta melengkapi persyaratan teknis, mengajukannya kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan lengkapi bukti-bukti administrasinya.
(sud) 


http://suaraagraria.com/detail-403-mafia-tanah-bermain-dalam-konflik-agraria.html#.VAWVUKOBfSM
Selasa, 27 November 2012 - 21:55:09 WIB 

Sunday, September 30, 2012

Pesan dari "medi sawah" Hari Tani Nasional

Pada Hari Tani Nasional (24/9) lalu, muncul "hantu-sawah" yang dibuat dan dipasang pada 3 desa di pinggiran Jl. Daendels. Diantaranya 3 titik di Wiromartan (Mirit), 1 titik di Tlogodepok (Mirit) dan  1 titik lagi Kaibonpetangkuran (Ambal). Di tiap titik itu ada beberapa "hantu-sawah" berbagai bentuk. 

Peringatan Hari Tani Nasional yang dilakukan petani Urutsewu dengan cara unik ini, bertujuan untuk mengingatkan semua orang, termasuk fihak yang telah dan akan mengganggu kepentingan pertanian di kawasan pesisir selatan. Kawasan yang mayoritas warganya adalah petani dan tengah berjuang keras membebaskan pesisir dari kebiasaan latihan militer dan ujicoba senjata berat, serta membebaskan dari ancaman eksploitasi pertambangan pasirbesi. 

Mengingatkan bahwa substansi masalah yang selama ini mengganggu tradisi budidaya agraris dan pengembangannya; adalah problem konflik agraria. Konflik ini bukan semata problem tanah yang diokupasi (land-gribbing) untuk 2 hal (kawasan hankam dan pertambangan). Tetapi juga kasus-kasus pelanggaran HAM (sebagaimana investigasi Komnas HAM pasca tragedi Setrojenar), penembakan petani, pengrusakan barang, kematian anak-anak di masalalu termasuk perampasan sistematis atas tanah-tanah milik petani, tanah adat, serta banda desa.

Terhadap beberapa kasus yang membawa korban petani ini tak ada penjelasan status dan penyelesaian yang tuntas. Resistensi petani Urutsewu yang hanya menuntut pemanfaatan kawasan pesisir sebagai kawasan pertanian dan pariwisata rakyat, bahkan dipatahkan secara politis dengan disahkannya Perda RTRW. Regulasi ini disamping sejak awal ditentang petani, adalah jelas-jelas telah mengabaikan sejarah tanah dan hak milik. Fakta ini tak pernah diakui oleh fihak militer dan pemerintah, juga para wakil rakyat di lembaga legislatif. Pengadilan juga, dalam kasus yang berbeda, pernah seorang hakim PN menyatakan tak mengakui keabsahan sebuah sertivikat tanah yang ditunjukkan oleh saksi untuk kasus pengrusakan gapura pada bentrok petani yang diserang militer secara membabi buta.

Berbagai dalih atas nama kekuasaan telah dilangsir untuk melibas sejarah rakyat Urutsewu. Dan ini lah yang menggerakan para hantu itu. Manifestasi dari kemarahan pemilik republik yang kini porak-poranda di tangan penguasa yang dikendalikan pemilik modal besar korporasi. 













Sunday, September 16, 2012

Islah (untuk) Hindari Masalah ?

Hari ini fihak militer memprakarsai sebuah upaya "islah" dengan organisasi yang sering mengklaim orang sebagai nadliyin; tapi melupakan essensi masalah...
(to be continued)

Saturday, September 01, 2012

Rekor Kunjungan Pariwisata Rakyat

Meski terkesan tak seramai lebaran tahun lalu, ternyata rekor kunjungan wisata ke pesisir Kebumen selatan mengalami lonjakan cukup signifikan untuk pesisir Setrojenar pada lebaran tahun ini. Berdasarkan data ticketing pungutan masuk per kepala yang diterapkan warga bekerjasama dengan unsur pemerintahan desa, BPD dan organ pemuda setempat, diperoleh catatan kunjungan wisata sebagai berikut:

1. Senin, 20 Agustus 2012: tercatat 20.000 pengunjung;
2. Selasa, 21 Agustus 2012: tercatat 18.000 pengunjung;
3. Rabu, 22 Agustus 2012: tercatat 16.000 pengunjung;
4. Kamis, 23 Agustus 2012 s/d Sabtu, 25 Agustus: rata-rata 8.000 pengunjung;
5. Minggu, 26 Agustus 2012: tercatat 10.000 pengunjung.

Membaca Fakta Empiris

Menurut Tumiran (49), Koordinator ticketing pariwisata tradisional desa Setrojenar, kenyataan ini bukan dicapai tanpa perjuangan warga desa secara keseluruhan. Sebagaimana diketahui bahwa desa pesisir ini merupakan salah satu dari 15 desa pesisir selatan yang terbelit problem latent tekait konflik agraria.
"Pengelolaan wisata tradisional di desa ini menjadi bagian utuh dari konsep tentang kemandirian", kata pengajar SD, berfilsafat.
Tetapi lepas dari semua itu, kenyataan bahwa tradisi pariwisata rakyat yang dikembangkan secara mandiri oleh berbagai elemen di kampungnya; telah semakin berkembang maju. Pengembangan ini sejalan dengan kenyataan lain di bidang pemanfaatan lahan pesisir untuk pertanian holtikultura. Bukan hanya tanaman padi, ketela, jagung; tetapi juga berbagai tanaman buah, seperti semangka, melon, pepaya, mentimun, bahkan juga cabai dan berbagai tanaman sayuran lainnya.   

Wednesday, August 22, 2012

Lebaran pesisir Setrojenar

Lebaran di pesisir Setrojenar

Tuesday, August 21, 2012

Selamat Idul Fitri 1433 H


Monday, July 30, 2012

Resistensi Pasca Penetapan Perda RTRW

Membangun Sejarah Baru dari Perlawanan Urutsewu.


Makna dari perlawanan rakyat Urutsewu dengan landasan berbagai aspek, adalah perlawanan terhadap 2 substansi; yakni penolakan rakyat terhadap dominasi militerism dan perlawanan rakyat terhadap eksploitasi tambang -terutama tambang pasirbesi- di seluruh kawasan pesisir Urutsewu. Dari aspek sejarah, termasuk sejarah tanah dan pemilikannya (personal maupun ulayyat), makin ditemukan banyak fakta-fakta baru mengenai kepemilikan masyarakat pesisir, pemilikan desa-desa seurutnya. Fakta historis yang diabaikan oleh berbagai fihak yang mendukung dan berkepentingan (langsung maupun tidak) untuk menguasai (baca: mengokupasi) tanah-tanah kawasan pesisir yang kaya sumberdaya ini; tidak menyurutkan sikap kolektif yang memiliki landasan filosofis Sedumuk Bathuk Senyari Bumi seutuh kesadaran petani Urutsewu yang mengelolanya selama ini.

Friday, June 08, 2012

Catatan Aksi Petani Urutsewu 7 Juni 2012


Pagi itu (7/6), ketika ratusan massa aksi mendatangi agenda public-hearing pembahasan draft Perda RTRW Kabupaten Kebumen (2011-2031) dan diberitahu polisi yang menghadangnya bahwa keterwakilan masyarakat telah dicukupkan atas 70-an wakil yang diundang ke ruang pleno DPRD. Maka sontak meledak teriakan massal memprotes keterwakilan formalitas yang usang ini.

Ketidakpercayaan menyeruak pikiran massa rakyat begitu usai berbaris mengelilingi alun-alun dan mengepung pintu gerbang kompleks Setda yang dihalangi pagar kawat berduri. Gerbang ini dijaga ratusan polisi dan satpol PP. Ketidakpercayaan massa rakyat ini pula yang mendorongnya berangkat dari berbagai desa di sepanjang pesisir Urutsewu. Apalagi jika menilik komposisi 66 eleman yang diundang DPRD dalam public-hearing ini, jelas menunjukkan sangat minimnya keterwakilan petani. Para Camat dan Kades, tokoh ormas dan pegiat LSM tertentu, diketahui selama ini mengambil jarak sejauh mungkin dari problem konflik kawasan Urutsewu.

Lembaga dan elemen masyarakat yang secara resmi diundang, dimustahilkan integritasnya; tak bisa dipercaya mewakili kepentingan ribuan keluarga tani pesisir yang tak henti dirundung malang dan ancaman petaka jangka panjang atas keberlanjutan lahan mereka.

Ancaman itu bersumber dari beberapa pasal controversial Raperda RTRW yang tengah dibahas secara umum itu. Padahal draft regulasi daerah ini telah dibuat berulangkali dan ditolak berulangkali juga. Revisi hingga penyusunan draft ketiga kalinya, ternyata tak merubah substansi pasal rencana penetapan kawasan Urutsewu sebagai sarana latihan militer TNI-AD dan ujicoba senjata berat. Sekaligus juga sebagai kawasan pertambangan (terutama pasirbesi), dan bahkan ditambah muatan baru lagi sebagai pangkalan TNI-AL di perbatasan barat pesisir Urutsewu.     

(to be continued)

Tuesday, May 29, 2012

Aksi Tani Wiromartan di Hari Anti Tambang se Dunia

Menindaklanjuti "kesepakatan" pada aksi sebelumnya, hari ini ratusan petani kawasan pesisir Urutsewu, desa Wiromartan (Mirit) kembali menggelar aksi. Essensi dari aksi ini adalah penolakan terhadap masuknya korporasi tambang pasir besi di kawasan pertanian mereka. Mayoritas warga menolak rencana dialog dengan model perwakilan, 2 orang tiap RT. Dan menganggap bahwa dialog model demikian hanya akan memperlemah posisi gerakan penolakan tambang pasir besi, yang bakal mengancam rusaknya ekositem pesisir serta kelestarian lahan pertanian di kawasan Urutsewu ini.
Kebetulan hari yang dipilih untuk upaya dialog perwakilan adalah hari ini (29/5) yang bertepatan dengan Hari Anti Tambang se Dunia.

Foto-foto Aksi Hari Anti Tambang dari berbagai daerah






































#Foto dari berbagai sumber