Pagi itu (7/6), ketika
ratusan massa aksi mendatangi agenda public-hearing
pembahasan draft Perda RTRW Kabupaten Kebumen (2011-2031) dan diberitahu
polisi yang menghadangnya bahwa keterwakilan masyarakat telah dicukupkan atas
70-an wakil yang diundang ke ruang pleno DPRD. Maka sontak meledak teriakan massal
memprotes keterwakilan formalitas yang usang ini.
Ketidakpercayaan menyeruak pikiran
massa rakyat begitu usai berbaris mengelilingi alun-alun dan mengepung pintu
gerbang kompleks Setda yang dihalangi pagar kawat berduri. Gerbang ini dijaga
ratusan polisi dan satpol PP. Ketidakpercayaan massa rakyat ini pula yang
mendorongnya berangkat dari berbagai desa di sepanjang pesisir Urutsewu.
Apalagi jika menilik komposisi 66 eleman yang diundang DPRD dalam public-hearing ini, jelas menunjukkan
sangat minimnya keterwakilan petani. Para Camat dan Kades, tokoh ormas dan
pegiat LSM tertentu, diketahui selama ini mengambil jarak sejauh mungkin dari
problem konflik kawasan Urutsewu.
Lembaga dan elemen masyarakat
yang secara resmi diundang, dimustahilkan integritasnya; tak bisa dipercaya
mewakili kepentingan ribuan keluarga tani pesisir yang tak henti dirundung
malang dan ancaman petaka jangka panjang atas keberlanjutan lahan mereka.
Ancaman itu bersumber dari
beberapa pasal controversial Raperda RTRW yang tengah dibahas secara umum itu.
Padahal draft regulasi daerah ini telah dibuat berulangkali dan ditolak
berulangkali juga. Revisi hingga penyusunan draft ketiga kalinya, ternyata tak
merubah substansi pasal rencana penetapan kawasan Urutsewu sebagai sarana
latihan militer TNI-AD dan ujicoba senjata berat. Sekaligus juga sebagai
kawasan pertambangan (terutama pasirbesi), dan bahkan ditambah muatan baru lagi
sebagai pangkalan TNI-AL di perbatasan barat pesisir Urutsewu.
(to be continued)
0 comments:
Post a Comment