Pada Hari Tani Nasional (24/9) lalu, muncul "hantu-sawah" yang dibuat dan dipasang pada 3 desa di pinggiran Jl. Daendels. Diantaranya 3 titik di Wiromartan (Mirit), 1 titik di Tlogodepok (Mirit) dan 1 titik lagi Kaibonpetangkuran (Ambal). Di tiap titik itu ada beberapa "hantu-sawah" berbagai bentuk.
Peringatan Hari Tani Nasional yang dilakukan petani Urutsewu dengan cara unik ini, bertujuan untuk mengingatkan semua orang, termasuk fihak yang telah dan akan mengganggu kepentingan pertanian di kawasan pesisir selatan. Kawasan yang mayoritas warganya adalah petani dan tengah berjuang keras membebaskan pesisir dari kebiasaan latihan militer dan ujicoba senjata berat, serta membebaskan dari ancaman eksploitasi pertambangan pasirbesi.
Mengingatkan bahwa substansi masalah yang selama ini mengganggu tradisi budidaya agraris dan pengembangannya; adalah problem konflik agraria. Konflik ini bukan semata problem tanah yang diokupasi (land-gribbing) untuk 2 hal (kawasan hankam dan pertambangan). Tetapi juga kasus-kasus pelanggaran HAM (sebagaimana investigasi Komnas HAM pasca tragedi Setrojenar), penembakan petani, pengrusakan barang, kematian anak-anak di masalalu termasuk perampasan sistematis atas tanah-tanah milik petani, tanah adat, serta banda desa.
Terhadap beberapa kasus yang membawa korban petani ini tak ada penjelasan status dan penyelesaian yang tuntas. Resistensi petani Urutsewu yang hanya menuntut pemanfaatan kawasan pesisir sebagai kawasan pertanian dan pariwisata rakyat, bahkan dipatahkan secara politis dengan disahkannya Perda RTRW. Regulasi ini disamping sejak awal ditentang petani, adalah jelas-jelas telah mengabaikan sejarah tanah dan hak milik. Fakta ini tak pernah diakui oleh fihak militer dan pemerintah, juga para wakil rakyat di lembaga legislatif. Pengadilan juga, dalam kasus yang berbeda, pernah seorang hakim PN menyatakan tak mengakui keabsahan sebuah sertivikat tanah yang ditunjukkan oleh saksi untuk kasus pengrusakan gapura pada bentrok petani yang diserang militer secara membabi buta.
Berbagai dalih atas nama kekuasaan telah dilangsir untuk melibas sejarah rakyat Urutsewu. Dan ini lah yang menggerakan para hantu itu. Manifestasi dari kemarahan pemilik republik yang kini porak-poranda di tangan penguasa yang dikendalikan pemilik modal besar korporasi.
Berbagai dalih atas nama kekuasaan telah dilangsir untuk melibas sejarah rakyat Urutsewu. Dan ini lah yang menggerakan para hantu itu. Manifestasi dari kemarahan pemilik republik yang kini porak-poranda di tangan penguasa yang dikendalikan pemilik modal besar korporasi.
0 comments:
Post a Comment