Wednesday, December 04, 2019

Inilah 10 Modus Korupsi Agraria! Lawan!


[10 Modus Korupsi Agraria]

Penangkapan dua pejabat BPN tersangka kasus gratifikasi dalam penerbitan HGU oleh KPK menambah preseden buruk pengelolaan sumber-sumber agraria nasional. Fakta banyaknya konflik agraria, penggusuran, perampasan tanah, tumpang-tindih izin konsesi dengan pemukiman memang tidak bisa dilepaskan dari praktek-praktek korupsi dalam penerbitan izin dan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Sejatinya, kerentanan korupsi tidak hanya terjadi dalam proses penerbitan HGU. Tahun 2017, KPA telah merilis setidaknya ada "10 Modus Korupsi" yang sering dilakukan oknum-oknum pejabat pemerintah di sektor agraria, di antaranya:

1. Izin untuk Pengusaha Dipermudah, Rakyat Dipersulit
Saat ini sedikitnya terdapat 531 konsesi hutan skala besar seluas 35,8 juta hektar, bandingkan dengan izin Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang hanya seluas 646.476 hektar. Hal serupa juga terjadi pada pelepasan kawasan hutan. Bagi perkebunan besar khususnya sawit begitu mudah dilepaskan, untuk rakyat tidak pernah ada.

2. Pelepasan Kawasan Hutan Hanya untuk Pengusaha, Bukan untuk Rakyat.
Izin pelepasan kawasan hutan sebesar 661.345,5 ha semua untuk Perusahaan Sawit dan 0 (nol) hektar untuk rakyat

3. Pembiaran Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Dalam Kawasan Hutan.
Menurut BPN terdapat 1,5 juta hektar perkebunan sawit di dalam kawasan hutan. Kebun-kebun tersebut Pembukaan hutan tanpa didahului oleh pelepasan kawasan hutan adalah tindak pidana yang diatur dalam pasal 50 jo 78 UU 41/1999 tentang Kehutanan. Berapa banyak suap yang telah dilakukan agar pembiaran tindak pidana kehutanan terus terjadi? Berapa banyak kerugian negara yang dialami akibat tidak ada pembayaran pajak dari perusahaan-perusahaan tersebut.
Pembiaran Kebun dalam kawasan hutan selain tindak pidana juga mengakibatkan kerugian negara karena perusahaan tidak membayar pajak.

4. Pembiaran Luas Konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) Dalam Kawasan Hutan yang Tidak Sesuai SK.
Banyaknya perusahaan yang memegang HTI telah merambah jauh dari luasan sesuai SK-nya. Berapa banyak suap yang telah dilakukan agar pembiaran tindak pidana kehutanan terus terjadi? Berapa banyak kerugian negara yang dialami akibat tidak ada pembayaran pajak dari perusahaan-perusahaan tersebut.

5. Pemberian izin HTI, Pertambangan dan Konversi Perkebunan di atas Pulau-pulau kecil (<2000 ha="" o:p="">
Pulau-pulau kecil (UU No. 27 tahun 2007 Pasal 1 ayat 3) diperuntukkan untuk kawasan konservasi, wisata, penelitian/pelatihan, perikanan lestari dan peternakan (UU No. 1 tahun 2014 Pasal 23). Faktanya Pulau-pulau kecil diberikan untuk HTI, perkebunan bahkan pertambangan

6. Ganti Kerugian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
Rekayasa dalam penggantian kerugian pembebasan lahan: salah orang, salah ukuran, dan salah harga adalah modus utama korupsi dalam proses ganti kerugian. Kategori dalam penggantian status tanah yang akan menentukan harga ganti rugi adalah Tanah Bangunan, Tanah Pekarangan, Tanah sawah. Seringkali petugas lapangan meminta fee untuk menetapkan status tanah ini, karena selisih harga status tanah tersebut sangat tinggi.

7. HGU BUMN (PTPN) Tidak Sesuai dengan Luas Kebun.
Sisa luas tanah yang tidak ber-HGU dengan mudah dapat dipakai dalam proses mempertahankan jabatan, menutupi target produksi yang tidak tercapai dalam kebun yang ber-HGU, dan bancakan pejabat perkebunan guna lobby politik, sumbangan parpol, preman dan lain sebagainya.

8. Penggunaan HGU untuk Kerja Sama Operasional (KSO) atau Pengelolaan oleh Pihak Ketiga.
Banyak perkebunan negara melakukan kerjasama sama operasional yang sesungguhnya terhitung merugikan atau terlampau murah tapi terus saja dilanjutkan. Perusahaan-perusahaan yang melakukan KSO ini disinyalir adalah perusahaan para direksi PTPN.

9. Penyalahgunaan Wewenang Penerbitan HGU.
Setiap proses penerbitan SK hak-hak atas tanah haruslah melalui proses yang baik dan tidak ada klaim pihak lain atau konflik. Realitanya banyak tanah yang tetap diterbitkan SK-nya untuk perusahaan meski masih ada konflik kepemilikan.

10. Penyalahgunaan Status Tanah Terlantar.
Perkebunan yang menelantarkan tanah adalah perusahaan perkebunan yang tidak menggunakan tanah sesuai peruntukannya (PP No. 11 Tahun 2010). Realitanya banyak tanah terlantar yang tidak dicabut SK-nya dan malah diperpanjang izinnya akibat uang damai.

*) Data dan Temuan ini dirilis pada tahun 2017


0 comments:

Post a Comment