[10 Modus Korupsi Agraria]
Penangkapan dua pejabat BPN tersangka kasus
gratifikasi dalam penerbitan HGU oleh KPK menambah preseden buruk pengelolaan
sumber-sumber agraria nasional. Fakta banyaknya konflik agraria, penggusuran,
perampasan tanah, tumpang-tindih izin konsesi dengan pemukiman memang tidak
bisa dilepaskan dari praktek-praktek korupsi dalam penerbitan izin dan
pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Sejatinya, kerentanan korupsi tidak hanya terjadi dalam
proses penerbitan HGU. Tahun 2017, KPA telah merilis setidaknya ada "10
Modus Korupsi" yang sering dilakukan oknum-oknum pejabat pemerintah di
sektor agraria, di antaranya:
1. Izin untuk Pengusaha
Dipermudah, Rakyat Dipersulit
Saat ini sedikitnya terdapat 531 konsesi hutan skala
besar seluas 35,8 juta hektar, bandingkan dengan izin Hutan Kemasyarakatan
(HKm), Hutan Desa (HD) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang hanya seluas 646.476
hektar. Hal serupa juga terjadi pada pelepasan kawasan hutan. Bagi perkebunan
besar khususnya sawit begitu mudah dilepaskan, untuk rakyat tidak pernah ada.
2. Pelepasan
Kawasan Hutan Hanya untuk Pengusaha, Bukan untuk Rakyat.
Izin pelepasan kawasan hutan sebesar 661.345,5 ha semua
untuk Perusahaan Sawit dan 0 (nol) hektar untuk rakyat
3. Pembiaran Kebun
dan Pabrik Kelapa Sawit Dalam Kawasan Hutan.
Menurut BPN terdapat 1,5 juta hektar perkebunan sawit di
dalam kawasan hutan. Kebun-kebun tersebut Pembukaan hutan tanpa didahului oleh
pelepasan kawasan hutan adalah tindak pidana yang diatur dalam pasal 50 jo 78
UU 41/1999 tentang Kehutanan. Berapa banyak suap yang telah dilakukan agar
pembiaran tindak pidana kehutanan terus terjadi? Berapa banyak kerugian negara
yang dialami akibat tidak ada pembayaran pajak dari perusahaan-perusahaan
tersebut.
Pembiaran Kebun dalam kawasan hutan selain tindak pidana juga mengakibatkan kerugian negara karena perusahaan tidak membayar pajak.
Pembiaran Kebun dalam kawasan hutan selain tindak pidana juga mengakibatkan kerugian negara karena perusahaan tidak membayar pajak.
4. Pembiaran Luas
Konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) Dalam Kawasan Hutan yang Tidak Sesuai SK.
Banyaknya perusahaan yang memegang HTI telah merambah
jauh dari luasan sesuai SK-nya. Berapa banyak suap yang telah dilakukan agar
pembiaran tindak pidana kehutanan terus terjadi? Berapa banyak kerugian negara
yang dialami akibat tidak ada pembayaran pajak dari perusahaan-perusahaan
tersebut.
5. Pemberian izin HTI, Pertambangan dan Konversi Perkebunan di atas
Pulau-pulau kecil (<2000 ha="" o:p="">2000>
Pulau-pulau kecil (UU No. 27 tahun 2007 Pasal 1 ayat 3)
diperuntukkan untuk kawasan konservasi, wisata, penelitian/pelatihan, perikanan
lestari dan peternakan (UU No. 1 tahun 2014 Pasal 23). Faktanya Pulau-pulau
kecil diberikan untuk HTI, perkebunan bahkan pertambangan
6. Ganti Kerugian
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
Rekayasa dalam penggantian kerugian pembebasan lahan:
salah orang, salah ukuran, dan salah harga adalah modus utama korupsi dalam
proses ganti kerugian. Kategori dalam penggantian status tanah yang akan
menentukan harga ganti rugi adalah Tanah Bangunan, Tanah Pekarangan, Tanah
sawah. Seringkali petugas lapangan meminta fee untuk menetapkan status tanah
ini, karena selisih harga status tanah tersebut sangat tinggi.
7. HGU BUMN (PTPN)
Tidak Sesuai dengan Luas Kebun.
Sisa luas tanah yang tidak ber-HGU dengan mudah dapat
dipakai dalam proses mempertahankan jabatan, menutupi target produksi yang
tidak tercapai dalam kebun yang ber-HGU, dan bancakan pejabat perkebunan guna
lobby politik, sumbangan parpol, preman dan lain sebagainya.
8. Penggunaan HGU
untuk Kerja Sama Operasional (KSO) atau Pengelolaan oleh Pihak Ketiga.
Banyak perkebunan negara melakukan kerjasama sama
operasional yang sesungguhnya terhitung merugikan atau terlampau murah tapi
terus saja dilanjutkan. Perusahaan-perusahaan yang melakukan KSO ini disinyalir
adalah perusahaan para direksi PTPN.
9. Penyalahgunaan
Wewenang Penerbitan HGU.
Setiap proses penerbitan SK hak-hak atas tanah haruslah
melalui proses yang baik dan tidak ada klaim pihak lain atau konflik.
Realitanya banyak tanah yang tetap diterbitkan SK-nya untuk perusahaan meski
masih ada konflik kepemilikan.
10. Penyalahgunaan
Status Tanah Terlantar.
Perkebunan yang menelantarkan tanah adalah perusahaan
perkebunan yang tidak menggunakan tanah sesuai peruntukannya (PP No. 11 Tahun
2010). Realitanya banyak tanah terlantar yang tidak dicabut SK-nya dan malah
diperpanjang izinnya akibat uang damai.
*) Data dan Temuan ini dirilis pada tahun 2017
0 comments:
Post a Comment