Sunday, November 07, 2010

Bantuan "wulu-wetu" Bumi untuk Korban Merapi

“Apa yang bisa kami berikan untuk Merapi dan semua mahluk bernyawa yang ada di sekitarnya?”, begitu pesan pendek Seniman, sang Ketua Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) kepada Indipt, pasca erupsi pertama gunung Merapi, yang diketahui menyemburkan jutaan meter kubik material vulkanik dari perut bumi.
Banyak. Secara spontan begitu gemuruh suara dalam hati kami. Apalagi dengan mengingat bahwa ada lebih dari 3000 KK petani di pesisir Kebumen Selatan yang tergabung dalam FPPKS. Suara hati ini lebih dari sekedar menggedor-gedor, seiring dengan gelombang tebaran “wedhus gembel” yang menimbulkan eksodus pengungsi akibat erupsi gunung Merapi yang susul-menyusul dan seolah masih tak mau berhenti menebar ancaman kematian, meski telah pula nyawa manusia dan rajakaya jadi korban.

Data teknis jumlah pengungsi hingga Sabtu, 6 November 2010, jam 13.30 siang sebanyak 202.707 orang. Jumlah ini tersebar pada 4 kabupaten di seputar gunung berapi paling aktif se dunia yang meletus sejak Selasa (26/10). Rincian jumlah pengungsi meliputi wilayah Sleman (56.500 orang), Boyolali (35.593 orang), Klaten (44.776 orang) serta Magelang (65.838 orang). Dimungkinkan jumlah pengungsi ini bakal bertambah banyak, mengingat luasan daerah rawan bencana juga kian jauh radiusnya.

Maka dimulailah upaya memobilisir bantuan kemanusiaan dari kawasan pertanian pesisir selatan Kebumen ini melalui koordinat desa Setrojenar di rumah seorang kiai kampung Imam Zuhdi itu. Pada awalnya, jenis bantuan yang sesuai dengan kebutuhan mendesak bagi pengungsi dan menjadi ragam pilihan yang cukup sulit. Mengingat informasi yang diperoleh masih amat minim, meskipun pemberitaan media amat gencar tiap harinya. Jika harus mengirim bantuan dalam bentuk uang, sulit dikumpulkan dalam jumlah yang pantas, mengingat kebutuhan ongkos produksi tanaman pangan di wilayah ini cukup tinggi. Akhirnya diputuskan untuk mengirim hasil bumi yang ada saja. Hasil bumi atau yang dalam idiom lokal disebut “wulu-wetu” menjadi pilihan yang paling mungkin dan cepat didapat. Begitu juga dengan pilihan kemana bantuan bakal dikirim supaya segera dapat dimanfaatkan oleh para pengungsi secara cepat dan sesuai kebutuhan.

Langsung dari Lahan Pertanian “Urut-Sewu”


Pengiriman bantuan dari Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) tahap pertama, dikumpulkan dan dikirimkan pada Minggu (7/11) dan dimuat dengan truk pada jam 14.00 siang. Hasil bumi yang dikumpulkan langsung sejak pagi hari dari lahan pertanian desa Setrojenar dan Kaibon ini terdiri dari: sayuran, buah dan bahan makanan lain serta pakaian pantas pakai untuk perempuan dan anak. Bahan pangan lokal berupa singkong, ketela rambat, jagung, pepaya, kelapa. Sayuran terdiri dari daun ketela, kangkung, tomat, nangka muda, terong ungu, cabe keriting, dll. Sedangkan beras diambilkan dari kampung dan beberapa dos mie-instan serta pakaian pantas pakai. Nampak kaum ibu juga terlibat dalam pengumpulan bahan pangan ini. Belum semua desa di kawasan ini memobilisir bantuan pangan.

Hal ini disebabkan karena kesiapan masing-masing desa memang berbeda dan juga dimaksudkan supaya bantuan serupa akan terus dikumpulkan pada hari-hari berikutnya. Sehingga pasokan bahan pangan dari wilayah pesisir selatan ini tak cuma terjadi sekali dan sehari. Desa Brecong, Entak, Petangkuran dan lainnya diharapkan menyusul dan pengiriman dapat dimobilisir setidaknya dua kali dalam sepekan atau sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan. Hal lain yang pantas dicatat bahwa inisiasi pengumpulan dan pengiriman bantuan bahan pangan ini murni dilakukan antar petani saja dan belum melibatkan partisipasi pihak pemerintahan desa.

Diharapkan dengan begitu akan terbangun solidaritas yang lebih luas dan mendorong yang lain sehingga tergerak untuk memberikan bantuan serupa. Untuk tahap pertama ini, petani berharap distribusi bantuan tidak menumpuk di wilayah tertentu saja. Menurut Ubaidilah sesaat sebelum pemberangkatan kendaraan pengangkut, bantuan ini akan dikirim ke wilayah Magelang, terutama Muntilan dengan melalui CRCS-UGM Jogjakarta dan akan mendapatkan penambahan barang; sebelum kemudian dikirim ke Posko CBDRM-NU di Ponpes Darussalam Watucongol, Muntilan.
Jumlah pengungsi di wilayah Magelang memang jauh lebih banyak ketimbang pengungsi di wilayah lain.

0 comments:

Post a Comment