Catatan Pre-Kunker Komisi I DPR-RI di Kebumen
Petani dan Warga desa-desa di kawasan pesisir Urutsewu secara rutin menggelar peringatan "tragedi Urutsewu" di Setrojenar tiap tanggal 16 April [Foto: Koran Bumen]
Di tengah ketidakjelasan penyelesaian
konflik agraria kawasan pesisir Urutsewu paska dibentuknya “tim independen”
oleh Pemkab Kebumen, muncul Komisi I DPR-RI yang akan melakukan kunjungan kerja
lapangan dalam 2 sessi. Sessi pagi Jum’at
(2/9) akan mengunjungi Desa Setrojenar. Lalu siangnya akan menggelar pertemuan
di Ruang Jatijajar kompleks pendopo Rumah Dinas Bupati Kebumen, dengan peserta
perwakilan beberapa Kades yang dipilih. Pengundangnya adalah pejabat Sekda H. Adi Pandoyo, SH, MSi dan undangannya
tanpa dibubuhi cap dinas.
Muncul lah kecurigaan di kalangan petani
yang menggelar rapat malam di serambi Masjid
Albarokah (1/9) Desa Setrojenar.
“Kok tak jelas ya upaya penyelesaiannya..”,
gumam salah satu petani dari kalangan BPD.
Nasib penyelesaian kasus Urutsewu ini
memang jadi tak jelas tahapan dan juntrungnya. Terkesan di oper antar elit
pejabat dari daerah ke nasional; atau di saat lain terjadi sebaliknya.
Kabarnya, posisi Komisi DPR-RI yang
membidangi urusan Pertahanan, Luar Negeri, Komunikasi dan Informatika Intelejen
ini sebagai memfasilitasi pertemuan antara pihak TNI-AD dengan Kepala Desa
Entak, Kaibon Petangkuran (Ambal), Wiromartan, Mirit, Lembupurwo (Mirit) dan Brecong,
Ayamputih, Setrojenar (Buluspesantren). Namun patut pula diduga-duga adanya
kendala besar dalam upaya menyelesaikan konflik Urutsewu yang telah memicu 3 kali
tindak kekerasan negara terhadap rakyatnya. Termasuk kriminalisasi terhadap petani
dan perusakan barang milik tanpa supremasi hukum tentara.
Rumor
“win-win solution” dan Proyeksi Jangka Panjang
Dalam gelar rapat warga diketahui hanya ada
8 Kades yang diundang dalam pertemuan dengan delegasi dari DPR-RI. Ini tak
menguntungkan posisi petani Urutsewu, khususnya para pemilik tanah pesisir yang
selama rentang 2 dekade telah berkembang jadi lahan pertanian hortikultura
produktif itu.
Menurut penuturan warga, belakangan ini
muncul wacana penyelesaian model win-win
solution yang terkesan tak berkeadilan. Fakta bahwa telah ada pagar
permanen yang menerjang lahan-lahan produktif milik petani adalah bukti ketidakadilaan
yang berlangsung dan lewat di atasnya.
Kawasan pertahanan
keamanan dan kawasan hortikulutra
produktif merupakan dua realitas yang dipandang sama pentingnya dalam suatu
negara. Tetapi proses menuju ditetapkannya pemanfaatan terbaik atas kawasan pesisir
Urutsewu ini yang harus dianalisa. Dan analisa itu harus berangkat dari
pertimbangan serta kebutuhan obyektif jangka panjang.
“Hari ini pembangunan JLSS sudah dimulai
persiapan lapak konstruksinya”, ungkap Widodo Sunu Nugroho.
Pejabat Kades Wiromartan yang pernah jadi
korban kebrutalan tentara saat mempertanyakan legalitas proyek pemagaran
pesisir ini mewaspadai maksud di balik pertemuan menyambut kunker Komisi I
DPR-RI (2/9) esok.
Pertimbangan penting lainnya adalah
gambaran realitas ketika JLSS selesai dibangun. Jalan trans-nasional lintas
provinsi yang setara dengan Jalur Pantura
dalam hal mobilitas dan jumlah kendaraan yang lewat di atasnya; ini sebuah
kerentanan yang bersifat khusus. Sementara di dekat lintasan Jalur Pansela ini ada fasilitas militer
lapangan tembak dan ujicoba senjata alutsista
berat.
Jika mau dipertimbangkan menggunakan nalar
sehat, maka pemanfaatan terbaik atas kawasan pesisir Urutsewu adalah penetapan
kawasan ini sebagai kawasan pertanian dan wisata rakyat. Ini tuntutan mendasar
yang jadi picu perlawanan petani Urutsewu dalam memaknai kedaulatannya… [Red]
0 comments:
Post a Comment