Tarik ulur jumlah
perwakilan petani Urutsewu yang diperbolehkan menghadap Pj. Bupati Kebumen,
mewarnai aksi geruduk spontanitas 200 warga pesisir Kebumen selatan yang tengah
jengah oleh tindakan pemaksaan pemagaran pesisir oleh TNI-AD. Aksi yang semula
diseting sebagai pendudukan pendopo (17/9) rumah dinas Bupati ini dimulai jam
14.36 wib tanpa pemberitahuan ke polisi. Pemicunya, lagi-lagi pemagaran paksa
oleh TNI di atas lahan-lahan pertanian milik warga. Pemagaran kali ini mulai
merambah pesisir desa Ayamputih dan Setrojenar (Buluspesantren).
Pada pagi di hari yang
sama, dari pesisir desa Ambalresmi terdengar suara dentuman mortir layaknya
perang yang menjatuhkan beberapa mortir berhulu-ledak di sisi timur pesisir
desa Kaibon Petangkuran (Ambal). Beberapa petani yang tengah bekerja menengarai
suara ledakan ini sebagai psywar sekaligus
menandai bahwa di pagi itu akan ada
rintisan lanjut pemagaran di desa lainnya. Ternyata duga tengara ini benar
adanya. Beberapa petani warga Ayamputih mengirim pesan pendek ke desa tetangga
Setrojenar yang ternyata juga telah mulai ada kiriman masuknya matrial
pemagaran.
Kabar ini dengan cepat
menyebar dari wilayah barat, tengah hingga ke ujung timur kawasan konflik
Urutsewu yang mencakup 15 desa pada 3 kecamatan. Seandainya lalu lintas pesan
pendek ini dirubah sinyalnya menjadi suara kentongan, maka akan terdengar hiruk-pikuk
titir kentongan yang mengingatkan
darurat peristiwa pencurian, perampokan atau pun bencana alam.
Berasa ada kegusaran dalam
kirim terima pesan-pesan digital, berpusar dalam dorongan yang begitu kuatnya
untuk menolak dengan amarah. Tapi lekatnya pengalaman getir dimana para petani
selalu digebuki jika berhadapan dengan tentara, mengingatkan warga untuk tidak
mengulang peran sebagai obyek kebrutalan. Lalu, jika malam-malam sebelumnya
para petani mengadukan keluh pada Gusti
Allah, maka lepas tengah hari itu ratusan warga mengadu ke pejabat
Bupatinya.
Janji peje Bupati
Keinginan petani warga
pesisir Urutsewu agar sang Bupati sudi keluar menghampiri kerumun massa di regol
kanjengan terganjal oleh tarik-ulur
tawaran perwakilan saja. Tak kurang pejabat Sekda Adi Pandoyo sendiri
menyambungkan syarat pisowanan bertemu
Pj Bupati Arief Irwanto. Pada akhirnya massa yang tak menghendaki model
perwakilan dapat melunak ditenangkan Kyai Imam Zuhdi yang memimpin aksi.
Selusin perwakilan massa
memasuki rumah dinas Bupati untuk sebuah pertemuan tertutup yang mengambangkan
asa petani dan warga. Gundah di luar kembali mengalir, seiring desir yang
menghantarkan waktu maghrib pun tiba. Rembang malam Jumat Kliwon layaknya
keramat putusan yang ditunggu...
Rupanya, problem krussial
segenting konflik agraria Urutsewu pun ditadah untuk menunggu janji
penyelesaian. Kesanggupan bersabar seperti apa yang dibutuhkan?
Bahkan untuk sekedar menghentikan pemagaran paksa oleh tentara di atas tanah pemajekan milik petani yang seharusnya menjadi mozaik puzzle dari wajah kedaulatan republik ini. Ah, republik rasa Juncta !
0 comments:
Post a Comment