Wednesday, September 16, 2015

Mengadu Penguasa Semesta

Petani dan warga sepanjang pesisir Urutsewu secara rutin menggelar mujahadah di alam terbuka. Banyak desa melaksanakan aktivitas spiritual ini

Ragu itu manusiawi. Manakala ia -ragu itu- menjangkiti begitu banyak orang, maka pantang dijawab dengan kemenyerahan. Begitu lah, petani warga pesisir kawasan Urutsewu di Kebumen selatan; menjawab keraguan hatinya dengan bermunajjat. Dan mujahadah menjadi salah satu cara, menjadi metode dan wasilah bersama dalam membangun spiritualitas perlawanan terhadap ketidakadilan yang jadi penyakit sosial.

Petani warga pesisir Urutsewu tak menyalahkan pemerintah yang setengah hati merespons penyelesaian konflik agraria yang belasan tahun disandangnya. Tak juga mengutuki para legislator wakil rakyat yang takut memberi dukungan politik dan lalu memilih mbisu atas problem krussial konflik petani holtikultura pesisir versus militer ini.

Mujahadah jadi tarekat kebangkitan petani yang telah mengalami 3 kali kebrutalan militer dalam konflik agraria Urutsewu ini. Yakni tragedi Setrojenar 16 April 2011, penyerangan Lembupurwo 30 Juli 2015 dan terakhir serangan tentara di Wiromartan 22 Agustus 2015.

Kejatuhan para korban tak menenggelamkan daulat petani dalam trauma berkepanjangan. Perjuangan memang selalu ber resiko pengurbanan dalam berbagai bentuknya.

Dukungan Kaum Muda Terdidik

Petani Urutsewu atas konsistensi perjuangannya melawan hegemoni militeristik telah memanen dukungan politik dari kalangan mahasiswa Indonesia. Aksi-aksi solidaritas muncul di berbagai kota bahkan hingga luar pulau Jawa.

Bagi fihak militer, boleh jadi, dukungan solidaritas ini bisa dipandang sebelah mata; meski banyak aksi-aksi solidaritas ini tak luput dari intervensi dan intimidasi pihaknya. Aksi solidaritas mahasiswa Jogja di Km.0 dibubarkan, muncul aksi lain yang spektrumnya lebih luas. Aksi mahasiswa Samarinda diinterogasi Polisi Militer, tak berhenti dan tumbuh lagi. Begitu pun aktivis mahasiswa UnSoed yang diserbu teror pesan pendek.

Secara internal, petani Urutsewu yang merasa mendapatkan sekutu perjuangan, tak henti membangunkan spiritualitas dan kesadaran bahwa jalan perjuangan rakyat masih panjang. Keraguan pada rejim penguasa dijawab dengan bermunajat kepada Allah; sang penguasa alam semesta...

0 comments:

Post a Comment