Thursday, May 19, 2016

Rencana Bandara Baru Kulon Progo, Hanya Untungkan Pihak Investor Industri Properti dan Jasa Pariwisata, Tidak Untuk Para Petani Tergusur.

19 Mei 2016, 12.00 wib | LBH-YLBHI Yogyakarta


Jangan heran jika hari-hari ini begitu banyak pembangunan Hotel Berbintang, Mall dan Apartemen, khususnya di daerah Sleman dan Kota Yogyakarta. Lebih-lebih jika nanti rencana Bandara Baru Kulon Progo nanti jadi dibangun. Bukan hanya wilayah Kota dan Sleman yang akan mengalaminya, tetapi wilayah seperti Bantul dan Kulon Progo juga akan mengalaminya. Perubahan kawasan dengan banyaknya pembangunan industri properti dan jasa pendukung pariwisata akan mulai masuk akibat rencana pembangunan bandara baru.
Seperti yang selalu digadang-gadang oleh berbagai pejabat , salah satunya Mirza Adityaswara Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada (KR -16/11/2015) meng-klaim untuk pertumbuhan ekonomi D.I Yogyakarta masih bisa dikembangkan lagi dengan meniru Provinsi Bali. Ia menjelaskan Yogyakarta saat ini tingkat pertumbuhannya dibawah 5,3 persen di bawah bali. Menurutnya jumlah kunjungan wisata ke Yogyakarta potensial dapat di tingkatkan, namun semuanya tergantung sarana dan prasarana pendukung. Salah Satunya yang bisa mendukung adalah infrastuktur Bandara Baru. Kulon Progo dan bantul yang hijau karena pertanian, berubah karena konversi lahan akibat efek rencana pembangunan ini.
Rencana pembangunan bandara baru bukan hanya merupakan entitas infrastruktur transportasi, tempat pendaratan dan pemberangkatan pesawat, namun juga terkait erat dengan aktifitas ekonomi baik itu dalam kawasan bandara, sepanjang koridor yang menghubungkan kota layanan dengan bandara, maupun kawasan luar bandara. Hal ini yang kemudian disebut dengan pendekatan pembentukan kawasan pengembangan bandara dengan nama “airport city”, “airport coridor” dan “airport polis”.
Secara konsep, menurut Guller (2003) Airport City ini sudah diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1970-an yang saat itu merujuk pada lokasi Industri dan Bisnis yang dekat dengan kawasan bandara. Salin itu juga Poungias (2009) mendefinisikan Airport City sebagai multifungsi dari Aglomerasi bisnis dan properti dari bandara, biasanya termasuk wilayah perkantoran, pusat perbelanjaan, gedung konfrensi dan pameran, kompleks hiburan dan kesehatan, serta layanan kargo dan logistik.
LBH Yogyakarta berpendapat bahwa kondisi D.I Yogyakarta bukanlah wilayah dengan keberadaan Industri besar sebagaimana diwilayah utara pulau jawa. Rencana Bandara baru dengan demikian hanyalah akan lebih banyak melayani pergerakan orang, terutama dengan tujuan perdagangan dan jasa.Hal ini didukung oleh kuatnya citra Yogyakarta sebagai tujuan wisata dan pendidikan. Selain itu, karakteristik Yogyakarta sebagai wilayah tempat tinggal idaman memicu banyak pendatang untuk bertempat tinggal diwilayah karena tidak terlalu padat seperti kota besar lainnya dan juga karena ingin punya akses dekat ke lokasi wisata.
Rencana pembangunan bandara baru seperti dipaksakan, terlebih tak ada dalam PP No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional, Pepres No 28 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali dan Perda No 2 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DIY. Padahal tata ruang berfungsi sebagai pedoman yuridis pengendalian pemanfaatan ruang dan pembangunan nasional. Seperti diketahui rencana Bandara baru hanya amanat dari Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), satu paket sebagai infrastruktur pengembangan kawasan daerah D.I Yogyakarta yang didorong sebagai basis Industri Pariwisata.
Mengamati pemberitaan di beberapa media, gejala pergerakan para investor menangkap peluang untuk melakukan pembangunan industri properti dan jasa pariwisata diwilayah Wates sekitar rencana bandara baru sudah mulai terjadi.
Menyambut rencana Airpor City, Ketua Perkumpulan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) DIY Istijab Danu mengatakan siap mengisi slot di Airport City. Pihaknya akan berfokus membangun hotel dan restauran di sekitar kawasan tersebut."Seperti rencana di dalam airport city akan ada hotel, restoran, dan pusat perbelanjaan. Kami akan coba menangkap peluang itu," kata Istijab (Metrotvnews - 18/11/2015).
Selain itu seperti yang disampaikan oleh Agung Kurniawan SIP Msi Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) pada ( KR -16/11/15), “Yang banyak diminati investor untuk perumahan adalah pinggir kota Wates seperti Giripeni Wates, Margosari Pengasih, juga Kedungsari. Sedangkan untuk kawasan Industri Sentolo, ada di Banguncipto Sentolo.”Bahkan lanjut agus terkait dengan Industri di kawasan Sentolo ia menyatakan terus berdatangan. Terkait dengan pelepasan lahannya sendiri ia hanya mempersilahkan kepada pihak Investor berurusan dengan pemilik lahannya.
Agung Kurniawan juga manambahkan pada (Harianjogja -17/5/16) banyak investor properti yang mulai melirik Pengasih, Sentolo dan Wates untuk dijadikan kawasan perspektif alternatif hunian baru di Kulonprogo. Daya tarik megaproyek juga menjadi salah satu magnet bagi perhotelan untuk mengembangkan di kawasan strategis di dekat calon bandara baru. Saat ini sudah ada dua perusahaan perhotelan yang sudah menyiapkan lahan dan siap dibangun hotel untuk menyambut bandara baru DIY. “Ada dua perusahaan perhotelan, dari dalam negeri dan luar negeri. Lokasi yang dipilih tidak jauh dari rencana pembangunan bandara dan saat ini sedang meminta tata ruang,” imbuh Susilo Kasubid Pelayanan Perizinan BPMPT Kulon Progo.
Seperti kita tau di wilayah Kulon Progi sendiri belum ada Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten, tentu sangatlah mengahawatirkan bagaimana kemudian dengan penataan gunaan ruang dan tanah, belajar dari daerah-daerah lainya seperti Kota Yogyakarta dan Sleman, Pembangunan Hotel dan Apartemen yang tak terkendali menyebabkan banyaknya konflik sosial antara pengembang dan warga sekitar, akibat hasrat investasi efek pembangunan bandara baru. Sangat mungkin trend konflik perebutan ruang karena masifnya industri properti terjadi di Kulonprogo, terlebih wilayah Kulonprogo masih lebih agraris di banding Kota Yogya dan Sleman.
Bahkan daerah yang cukup jauh dari lokasi bandara baru Kulon Progo seperti bantul, sudah menangkap peluang investasi akibat rencana pembangunan bandara yang satu jalur arah dengan JJLS (Jalur Jawa Lintas Selatan). Seperti yang sempat diwacanakan oleh Bupati Suharsono terkait rencana pembangunan hotel berbintang di lokasi Pantai Parangtritis yang sempat diprotes penolakan warga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Menolak Penggusuran (ARMP). Ambisi dari Bupati Soharsono ini seperti dikatakannya pada (Harianjogja/29/2/2016) kawasan pantai Parangtritis dan Parangkusumo terkait dengan pembangunan hotel berbintang, Ia bermimpi menjadikan Parangtritis seperti Bali.
Sudah jelas bahwa rencana pembangunan bandara baru Kulo Progo, hanyalah menguntungkan pihak Investor dibidang Industri properti dan jasa pariwisata yang membangun Hotel dan Apartemen. Rencana Bandara baru tak menguntungkan sama sekali bagi petani tergusur. Bahkan akibat dari investasi ini beresiko menimbulkan penggusuran lainnya dan juga kerusakan lingkungan sosial.
Melihat Perencanaan Pembangunan Bandara Kulon Progo beserta efeknya yang dinikmati oleh Industri properti dan jasa pariwisata, sepertinya pihak Pemda D.I Yogyakarta tidak belajar membaca survai BPS D.I Yogyakarta tahun 2015, yang menyatakan kesenjangan ekonomi D.I Yogyakarta Masih Tinggi. Bambang Kristianto Kepala BPS DIY pada Tempo (12/12/15) mengatakan rasio gini atau indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan di Yogyakarta tahun 2014 tercatat tidak banyak bergeser dari tahun 2013. Rasio gini pada 2013 mencapai 0,44 dan 0,42 pada 2014. Ia menambahkan pertumbuhan ekonomi lebih banyak menguntungkan kelas menengah ke atas yang berjumlah 20 persen atau 720 ribu dari total penduduk Yogyakarta tahun 2014 sebanyak 3,6 juta orang. Investor tertarik membangun investasi pada sektor bisnis, seperti hotel dan mal. “Pemilik modal besar paling menikmati pertumbuhan ekonomi. Kesenjangan ekonomi tergolong tinggi” .

https://www.facebook.com/lbhyogyakarta/photos/a.997532256970276.1073741829.995065300550305/1095025340554300/?type=3


0 comments:

Post a Comment