Penangkapan
yang dilakukan oleh kepolisian sektor Sambirejo, Sragen terhadap
Koordinator KPA Wilayah Jawa Timur, Ubed Anom bersama dua petani
Sambirejo pada Sabtu (28/5/2016) lalu semakin menambah daftar
kriminalisasi terhadap pejuang agraria. Penangkapan yang disertai dengan
penyitaan alat pelatihan berupa patok yang terbuat dari bambu, dua buku
tulis dan satu contoh peta milik peserta tersebut tidak bisa dibiarkan.
Mereka
bertiga dijemput secara paksa. Selain itu, dalam proses penangkapan
tersebut, pihak kepolisian juga melakukan beberapa pelanggaran seperti
melakukan pemeriksaan dengan melakukan intimidasi kepada dua petani
Sambirejo serta melakukan pemukulan dengan botol air mineral kepada Ubed
Anom.
Saat
kejadian, tengah berlangsung Pelatihan Reforma Agraria dan Pemetaan
Partisipatif Anggota KPA se-Jawa Tengah-Yogyakarta. Pelatihan ini telah
berlangsung sejak Senin lalu yang bertempat di rumah warga basis Serikat
Tani Forum Peduli Kebenaran dan Keadilan Sambirejo (FPKKS) di
Sambirejo, Sragen. Pelatihan ini diadakan dalam upaya penguatan
kapasitas petani dalam memperjuangkan hak-hak agraria mereka yang
merupakan implementasi dari UUPA 1960 sebagai amanat konstitusi Negara
1945.
Menurut
Kepolisian, mereka ditahan terkait: 1) Mengadakan pelatihan tanpa ada
surat pemberitahuan ke kepolisian setempat; 2) Melakukan pemetaan tanpa
surat resmi dari kejaksaan; 3) Polisi bertindak atas laporan dari pihak
PTPN IX Sambirejo.
Mereka
menuduh aktifitas tersebut merupakan tindakan penghasutan karena
mengajari masyarakat memetakan lahan yang tak berwenang melakukannya.
Alasan ini sangat tidak beralasan, karena menurut Undang-undang Nomor 4
tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, sudah sangat jelas dikatakan
bahwa pengetahuan pemetaan lahan dapat diakses oleh semua warga Negara.
FPKKS
sendiri saat ini tengah berkonflik agraria seluas 425 hektar antara
warga di delapan desa di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen, Provinsi
Jawa Tengah dengan pihak PTPN IX Sambirejo.
Konflik ini
sudah berlangsung sejak tahun 1965. Delapan desa yang terlibat konflik
meliputi; Sukorejo, Jambeyan, Sambi, Dawung, Sambirejo, Kadipiro, Musuk
dan Jetis. Hingga saat ini konflik tanah di Sambirejo belum menemui
titik penyelesaian
Walaupun
telah dilepaskan beserta barang bukti. Akan tetapi, Ubed Anom bersama
dua petani lainnya dipaksa membuat dan menandatangani surat perjanjian
bahwa tidak akan melakukan pelatihan Reforma Agraria dan pemetaan lahan
lagi di Sambirejo dan akan diusir dari wilayah tersebut jika mengulangi
hal serupa.
Tindakan
polisi yang telah melakukan penangkapan secara sepihak tersebut
merupakan sebuah bentuk intimidasi dan tindakan teror yang telah
dijalankan secara sistematis terhadap pejuang agrarian dan petani.
Gaya ala
orde baru telah berhasil dibangkitkan oleh aparat keamanan dengan
membuat kondisi seolah-olah berkumpul dan belajar bersama itu adalah
pelanggaran hukum. Menuduh belajar hak agraria adalah ilegal. Pernyataan
kepolisian yang mengatakan bahwa mereka lebih menyukai era Orde baru
dikarenakan bisa dengan sepihak menculik dan membunuh apabila terjadi
konflik agraria meguatkan indikasi tersebut
Kami
berpendapat, aparat keamanan menjadikan penangkapan tersebut sebagai
alat untuk mengintimidasi dan menghancurkan semangat juang rakyat yang
sedang menghadapi konflik agraria. Ini adalah preseden buruk untuk
kebebasan berpendapat dan berorganisasi petani. Dengan tindakan
sewenang-wenang mereka, aparat kepolisian ini turut menjadikan pelatihan
bagi serikat tani sebagai perbuatan ilegal dan harus izin.
Menanggapi
kondisi tersebut, kami menyatakan sikap,
1) mengecam tindakan sepihak
dan beberapa upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh aparat Kepolisian
kepada petani dan pejuang Reforma Agraria yang terjadi beberapa waktu
belakang ini;
2) mengecam tindakan aparat keamanan yang telah
menghidupkan kembali gaya represif Orde Baru dengan melarang warga
berkumpul, belajar dan berserikat;
3) mempertanyakan kembali janji dan
komitmen presiden Jokowi dalam melaksanakan Reforma Agraria, dan
4)
mengimbau pada kawan-kawan pejuang Reforma Agraria untuk tetap membangun
konsolidasi pendampingan, pendidikan, penguatan petani dan
serikat-serikat tani untuk memperjuangkan hak konstitusi mereka atas
sumber agraria yang menjadi sumber penghidupan
#TOLAKREZIMREPRESIFALAORBA #STOPKRIMINALISASIPEJUANGAGRARIA
#JALANKANREFORMAAGRARIA
Iwan Nurdin
Sekretaris Jendelal
Konsorsium Pembaruan Agraria
*Lampiran
“Kronologis Penjemputan Paksa dan
Pembubaran Pelatihan Pemetaan Partisipatif Kader Pemuda Tani Konsorsium
Pembaruan Agraria (KPA) di Dusun Bayanan Desa Jambean Kecamatan
Sambirejo Kabupaten Sragen Jawa Tengah”
Pada hari senin tanggal 23 – Sabtu 27 Mei
2016 diselenggarakan pelatihan pemuda tani penggerak Reforma Agraria
dan pelatihan pemetaan partisipatif oleh organisiasi tani Forum Peduli
Kebenaran dan Keadilan Sambirejo (FPKKS) bersama dengan KPA Kordinator
Wilayah Jatwa Tengah. Kegiatan dilaksanakan di rumah petani anggota
FPKKS dengan diikuti oleh kader-kader muda dari perwakilan anggota dan
jaringan KPA di Jawa Tengah dan Yogya beserta 14 peserta delegasi dari 8
desa sekitar lahan eks PTPN IX Sambirejo. Menurut informasi data warga
bahwa Hak guna Usaha (HGU) sudah berakhir pada tahun 2006, petani di 8
desa sekitar lahan eks PTPN IX Sambirejo sudah menduduki dan mengelola
lahan seluas ±250 hektar dari total luas ±440 hektar sejak 16 tahun
lalu.
Saya selaku kordinator wilayah KPA Jawa
Timur diundang sebagai fasilitator pelatihan pemetaan partisipatif, saya
datang ke lokasi pelatihan hari Senin, 23 Mei 2016 sekitar pukul 15.00
WIB dengan mengendarai motor dari Mojokerto, Jawa Timur untuk mengisi
materi pelatihan pemetaan partisipatif yang dilaksanakan mulai hari
Rabu, 25 Mei – Jum’at 27 Mei 2016.
Sabtu, 28 Mei 2016 dilanjutkan dengan
praktek simulasi pemetaan partisipatif dilahan yang dikelola petani.
Peserta tim pemetaan berangkat ke lahan sekitar pukul 08.00 WIB dan saya
menunggu di tempat pelatihan. Disaat saya tertidur siang datanglah enam
anggota polisi dari polsek Sambirejo ke tempat pelatihan dan saya
dibangunkan oleh salah satu warga pada saat itu sekitar pukul 13.00 WB.
Saya melihat polisi sudah berada diruang pelatihan dan mengambil kertas
plano berisi materi-materi pelatihan dan dua buku peserta pelatihan yang
tertinggal di meja.
Selanjutnya polisi menanyakan kepada saya
tentang keberadaan saya yang menginap di tempat pelatihan tersebut
tanpa ijin. Padahal semua warga dan RT setempat sudah mengetahui dan
ikut menjadi panitia lokal pelatihan. Kemudian polisi meminta meminta
saya ikut ke kantor polsek Sambirejo untuk diintrograsi terkait
menginap tanpa ijin dan adanya kegiatan pelatihan pemetaan partisipatif
tersebut. Saya meminta waktu sebentar ke kamar mandi dan selang beberapa
menit sempat memanggil dari dapur yang dekat dengan kamar mandi.
Setelah selesai dari kamar mandi saya
diajak ikut mobil polisi. Namun, saya meminta untuk membawa motor
sendiri dan diperbolehkan serta disuruh membawa buku peserta yang
tertinggal yang diambil dari meja pelatihan.
Berangkat dari tempat
pelatihan sekitar pukul 13.30 WIB dan sampai di kantor polsek Sambirejo
sekitar pukul 14.00 WIB Di kantor polisi, ternyata sudah ada pak
Sularno dan pak Sugiyo sedang diperiksa. Patok bambu dan dua motor juga
ada didalam kantor tersebut. Selanjutnya saya menunggu giliran diperiksa
penyidik sambil ditanya oleh beberapa polisi yang berada di kantor
polisi tersebut secara bergantian. Hampir semua polisi menanyai tentang
keberadaan saya beraktifitas di lokasi tersebut dan membantu membantu
petani FPKKS. Saat bertanya, mereka selalu meminta KTP kemudian di foto
beserta memotret wajah saya. Salah satu dari mereka juga meminta telpon
genggam milik saya dilihat-lihat isinya. Ia juga menggunakan telpon
genggam tersebut untuk menelepon kakak saya tanpa etika. Karena khawatir
kakak saya akan kaget menerima telpon dari mereka. Saya sempat meminta
apa tujuan polisi tersebut menelpon kaka saya.
Kemudian, tiba giliran saya diperiksa
sebagai saksi oleh penyidik tentang kegiatan pelatihan pemetaan
partisipatif tanpa ijin yang mereka tuduhkan. Waktu pemeriksaan para
anggota polisi yang berada di kantor tersebut saling bergantian keluar
masuk dengan terus menanyakan keberadaan saya dan KPA yang membant
petani FPKKS. Mereka juga bilang “lebih enak jaman orde baru, polisi
bisa menculik dan cus cus (dibunuh) kalau ada masalah seperti ini”.
Selain itu, polisi juga mempertanyakan beberapa kali tentang riwayat
hidup orang tua (alm) saya, dan bahkan sempat bicara akan melakukan
pengecekan ke daerah di mana saya berasal.
Sekitar pukul 18.30 WIB diruang
pemeriksaan yang sempit itu masuk lagi sekitar 7 polisi dan menanyakan
lagi alasan kenapa membantu petani berorganisasi dan memperjuangkan
tanah. Salah satu polisi mengatakan “petani kok berorganisasi dan kalau
petani mau memiliki tanah ya beli tanah”. Kemudian menanyakan alasan
kenapa saya membantu petani FPKKS dengan melatih pemetaan partisipatif
dan apa dasar hukum masyarakat melakukan pemetaan partisipatif tersebut.
Saya menjawab “pemetaan partisipatif berdasarkan pada UU tentang
Informasi Geospasial dan UU tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang
isinya memuat pelibatan masyarakat”. Namun mereka tidak menghiraukan dan
menurut mereka bahwa dalam membuat peta harus ada ijin dan stempel pada
peta dari pihak yang berwenang atau pemerintah. Pada saat itu juga
punggung saya sempat dipukul dengan botol air mineral (baca: Aqua) dari
belakang oleh salah satu polisi yang berada diruang pemeriksaan.
Kemudian pemeriksaan dilanjutkan dengan
pertanyaan-pertanyaan materi dan cara melakukan pemetaan partisipatif
serta alat yang digunakan dalam pemetaan partisipatif. Berkaitan
penggunaan patok bambu yang digunakan oleh peserta pemetaan partisipatif
sebagai tanda titik kordinat dilahan yang dipetakan. Setelah
pemeriksaan dianggap cukup, kemudian saya baca dan saya tanda tangani
dan diminta membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan
yang sama yakni pelatihan kepada petani FPKKS, dan beserta itu pula saya
diminta keluar dari kecamatan Sambirejo malam itu juga.
Sekitar pukul 22.00 WIB, saya dipulangkan
beserta dua orang petani dengan mengendarai masing-masing motor menuju
dusun Bayanan, desa Jambean, kecamatan Sambirejo. Sampa di lokasi
pelatihan, saya sudah ditunggu banyak petani, lalu berdiskusi sebentar
dengan petani anggota FPKKS. Setelah itu, saya pamit untuk meninggalkan
lokasi pelatihan agar suasana lebih kondusif.
#HidupPetani
#JalankanReformaAgrariaSejati
Sofyan Ubaidi Anom (Ubed)
Kordinator KPA Wilayah Jawa Timur
http://www.kpa.or.id/news/blog/kpa-mengutuk-tindakan-kepolisian-yang-bertentangan-dengan-rencana-strategis-nasional-reforma-agraria/
0 comments:
Post a Comment