Muhammad Afandi | Juli 30,
2015
Kebumen – Sampai hari ini (30/7) konflik agraria di
Urutsewu, Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah belum menemui titik terang
penyelesaian persoalan. Bahkan belakangan dapat dibilang situasinya terus
memanas. Hal itu dapat dilihat dari peristiwa yang telah terjadi hari ini,
pemaksaan pemagaran tanah rakyat di Urutsewu oleh pihak TNI kembali terjadi.
Jika dirunut ke belakang, pemaksaan pemagaran ini sebenarnya dapat tercium saat
buntunya audiensi tanggal 8 Juli 2015. Di mana pasca audensi tersebut, TNI
malah meresponnya dengan berbagai tindakan intimidasi terhadap rakyat Urutsewu.
Berawal dari 29 Juli 2015, di mana sejumlah alat berat,
beberapa truk batu dan sejumlah satuan TNI didatangkan di desa Lembupurwo
Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen oleh TNI, dengan dalih untuk latihan militer.
Kedatangan alat berat yang notabene tanpa pemberitahuan
ke pemerintah desa dan masyarakat (pemberitahuan hanya sebatas akan ada latihan
TNI saja) ini tentunya memicu reaksi warga yang sampai hari ini masih menolak
dilakukannya pemagaran. Walhasil pada 30 Juli 2015 sekitar 200 orang masyarakat
Urutsewu, khususnya warga desa Lembupurwo dan sekitarnya berkumpul di lokasi
untuk menolak pemagaran.
Aksi penolakan awalnya berjalan damai, bahkan diiringi
dengan tahlil dan doa bersama oleh masyarakat di area pemagaran, mulai dari jam
09.00 WIB. Ba’da dhuhur jumlah pasukan TNI terus didatangkan dan bertambah di
lokasi tersebut, yang ini tentunya membuat suasana semakin panas.
Pada pukul 13.00 WIB alat berat dipaksakan untuk
merangsek masuk ke lokasi dan memulai penggalian untuk pemagaran dengan
pengamanan barikade sepasukan TNI. Warga pun tetap bertahan untuk memblokade
usaha pemagaran.
Warga yang hanya bermodal tekad kuat untuk mempertahankan
tanahnya terdesak oleh ratusan TNI yang bersenjata lengkap, bahkan aksi saling
dorong dan pemukulan juga terjadi. Ini menyebabkan satu korban luka yakni bapak
Rubino (30 tahun) warga Rt 02 / Rw 02 desa Wiromartan Kecamatan Mirit, mengalami
luka lebam di tengkuk terkena pukul pentungan TNI.
Korban yang terpukul oleh TNI dan sempat pingsan ini
kemudian dibawa ke puskesmas Kecamatan Mirit untuk mendapat perawatan. Aksi
kekerasan dan juga jumlah yang tidak seimbang antara masyarakat dan pasukan TNI
yang didatangkan ini juga pada akhirnya memaksa masyarakat mundur. Sebelum
mundur, masyarakat menggelar kembali tahlil dan doa bersama.
Yang menjadi ganjil dari pemagaran ini adalah pertama
tidak ada lembaga berwenang yang tampak di lokasi, baik pemerintah daerah
maupun BPN. Bahkan usaha pemagaran dan pengoperasian alat berat juga dilakukan
oleh TNI sendiri. Bahkan pengamanan dari pihak kepolisian pun tak nampak di
lokasi. Selain itu dalih yang dipakai adalah latihan militer, alih-alih yang
dilakukan adalah pemagaran. Itu pun tanpa ada pemberitahuan sama sekali kepada
pihak pemerintah desa dan masyarakat. Disamping itu juga ratusan personel TNI
yang didatangkan dipersenjatai lengkap untuk menghadapi masyarakatnya sendiri,
yang seharusnya dilindungi.
Widodo Sunu, koordinator Urutsewu Bersatu (USB)
menanggapi pemagaran yang sampai saat ini masih terus berlanjut menyampaikan
“meskipun hari ini penolakan warga dipukul mundur, namun gerakan penolakan
pemagaran akan terus dilanjutkan”.
0 comments:
Post a Comment