Tepis Issue Provokasi, Petani Konsolidasi
Sedikit yang tahu bahwa gedung Sekwan DPRD Kebumen "dikepung" tentara saat Tim Delegasi petani Urutsewu ber-audiensi di Komisi A [Foto: Istimewa]
Stigma
lama tentang adanya provokator di
dalam aksi-aksi petani Urutsewu yang tak henti berjuang mempertahankan hak
tanah pesisirnya dari perampasan sistematis militer, jadi selipan topik dalam rapat
evaluasi aksi. Rapat petani digelar paska tarawih
di rumah Kades Lembupurwo Bagus Wirawan, Sabtu (11/7) berlangsung hingga
dinihari berikutnya.
***
Pelempar issue provokasi Kusmayadi, mayor
Komandan Dislitbangad Setrojenar harusnya malu dengan kepicikan asumsi
subyektifnya. Issue ini berhembus sejak “Tragedi Urutsewu” di Setrojenar 16
April 2011, alih-alih merupakan kedok impunitas tentara pelaku kebrutalan yang
hingga kini tak ada proses hukum yang berkeadilan. Terakhir, tudingan adanya
provokator ala Orba ini masih ngotot dia
sampaikan di depan Komisi A-DPRD Kebumen saat audiensi di Gedung Sekwan (8/7)
lalu.
“Tudingan provokasi sudah bukan jamannya. Kini
saatnya menolak pemagaran yang dilakukan tentara”, ketus petani yang datang dari
desa Ayamputih.
Malam dingin berkabut mendekati jam 10,
belasan petani dari desa-desa sejauh 22 Km pun menyempatkan datang di rapat
ini. Padahal, undangan hanya disebar dalam bentuk pemberitahuan melalui pesan
pendek SMS. Ini bukti tak ada provokasi fihak tertentu, melainkan kesadaran
bersama.
Evaluasi
Aksi
Beberapa hal penting terkait perjuangan
petani Urutsewu dalam aksi terakhirnya pun terungkap pada gayengnya rapat petani di tengah musim bediding kawasan pesisir yang dingin namun bergelora ini.
Nur Hidayat, mantan Kades Setrojenar yang
oleh Kusmayadi juga dituduh provokator, paska aksi terakhir diajak meeting informal oleh beberapa fraksi
DPRD. Diantaranya dari PKB, Gerindra dan Demokrat.
Tak diketahui apa motifnya para senator anggota partai di dewan ini
mengundang delegasi aksi ke ruang fraksi, bukan secara terbuka pada saat semua
dirapatkan di Komisi A. Fenomena ini mengingatkan kejadian paska tragedi (2011)
dimana ada seorang anggota dewan lama yang terkesan kucing-kucingan seperti sedang dibawah tekanan atau ancaman, saat
menemui Tim Advokasi Petani Urutsewu Kebumen (TAPUK) sebelum berangkat ke
Jakarta guna menghadap beberapa kementerian di era rezime SBY kemarin.
Kundari, senator fraksi PKB bahkan
mendoktrin delegasi aksi tentang dalih “profesionalitas” tentara, seolah dalam
konteks ini senator lebih mewakili
militer; yang muaranya berujung pada pentingnya tempat latihan tembak. Ini
dalih usang yang pernah mendapat kajian kritis di ranah advokasi petani, dan
kini kehilangan relevansinya. Karena apa ?.
Karena tak mungkin tempat latihan tembak
dan uji coba senjata berat Alutsista berada
tak jauh dari pemukiman dan persawahan serta lahan pertanian Urutsewu. Terlebih
di masa-masa nantinya ketika infrastruktur jaringan Trans Nasional, Jalan Lintas Selatan-Selatan [JLSS] selesai dibangun.
Dimana mobilitas kendaraan dan pupulasi serta mobilitasnya amat tinggi. Terlalu
Beresiko. Sementara produk industri persenjataan strategis seperti mortir dan senjata
roket berhulu ledak sensor panas.
Tetapi kenapa fihak militer mati-matian bersikukuh pada klaim
sefihaknya dalam “menguasai” kawasan yang bakal jadi konsentrasi pertarungan
modal di masa-masa yang akan datang? Ini lah rahasia terselubungnya.
“Sama-sama kepentingan nasional, kenapa
antara JLSS, pemagaran pesisir dan pembangunan pertanian itu dibedakan
perlakuannya?”, tanya Nur Hidayat.
Tak seorang pun anggota legislator Kebumen
mampu menjawab !
0 comments:
Post a Comment