Thursday, September 11, 2014

Konflik Pandang Raya [Statement]



“tanah Tuhan untuk rakyat bukan untuk pemodal”

Aliansi Masyarakat Anti Penggusuran (AMARA) Pandang Raya:

Penggusuran ada dimana-mana. Atas nama penegakan hukum, keindahan kota, ketertiban masyarakat, dan segala bentuk pembenaran versi penguasa seolah menjadi hal yang wajar dari rutinitas keseharian kita. Sekalipun substansi dari kasus penggusuran tersebut adalah perampasan terhadap hak hidup yang sangat mendasar seperti yang terjadi dalam kasus warga Pandang Raya. Narasi kasus ini ada klik [disini]

Warga masyarakat miskin kota yang bertahan hidup di pusat perkotaan diantara himpitan bangunan-bangunan komersil milik korporasi harus berhadapan dengan keserakahan para pemodal yang tak henti-hentinya berupaya merebut ruang-ruang yang masih tersisa untuk disulap menjadi pundi-pundi rupiah.

Kasus Pandang Raya bermula ketika pada tahun 1998 seorang pemodal a.n. Goman Wisan tiba-tiba menggugat warga dan mengklaim kepemilikan atas tanah seluas 4000 m2 yang dihuni 46 KK. Proses hukum yang timpang dan tidak berimbang menyebabkan warga diharuskan menerima vonis hukum yang prosesnya tak pernah mereka ketahui.

Eksekusi pun berulangkali dilakukan oleh pihak pengadilan. Eksekusi ke-1 pada 12 november 2009, eksekusi ke-2 pada 30 November 2009 dan eksekusi ke-3 pada 23 Februari 2010. Setiap eksekusi yang dilakukan selalu mengalami kegagalan karena proses putusan pengadilan yang cacat.

Ada beberapa poin tentang mengapa tanah warga Pandang Raya tak dapat dieksekusi:

1.Lokasi yang diklaim oleh pihak penggugat (Persil No. S2 a. SII Kohir No. 2160. C 1. Lokasi Jalan Hertasning Kelurahan Panaikang Kecamatan Panakukang) berbeda dengan Lokasi yang di huni oleh warga yang menjadi tergugat/objek eksekusi (No. Persil S2S1 Kohir 1241C1 Kelurahan Pandang Kecamatan Panakukang). Dan diperkuat oleh surat keterangan Kantor kelurahan Pandang yang ditandatangani oleh lurah terkait (Dakhyal S.Sos) tertanggal 5 Agustus 2009 dengan menyatakan bahwa lokasi yang dimaksudkan berdasarkan Persil dan kohir penggugat (Goman Wisan) berada diantara Jln. Adiyaksa dan Jln. Mirah Seruni (Panakukang Square).

2. Pernyataan dalam surat Keterangan oleh camat Panakukang tertanggal 16 Desember 2009 yang ditandatangani oleh camat terkait (A. Bukti Djufri, SP, M.Si) dengan menyatakan bahwa Lokasi pihak penggugat (Goman Wisan) tidak ada dalam buku F di kantor kecamatan Panakukang dan persil Kohir warga berbeda dengan apa yang menjadi objek eksekusi pihak penggugat.

3. Klaim Pihak penggugat (Goman Wisan) yang telah melakukan pembelian dan pengukuran tanah bersama pemilik (A.n. H. Abd. Asis Bunta) ditahun 1994 adalah palsu. Karena pemilik tersebut telah wafat ditahun 1993 yang dibuktikan dengan surat kematian A.n. H. Abd. Asis Bunta dari kelurahan Nunukan Barat yang merupakan kediaman pemilik tanah.

4. Surat pernyataan kepala BPN A.n. H.M. Natsir Hamzah, MM. tertanggal 28 Desember 2009 yang membenarkan dan menguatkan surat keterangan dari kelurahan Pandang.

5. Surat rekomendasi KOMNAS HAM No.727/K/PMT/III 2010 tertanggal 30 Maret 2010 yang meminta Mahkamah Agung RI untuk menindaklanjuti laporan dari LBH Makassar sebagai kuasa hukum AMARAH atas indikasi kesalahan dalam penentuan objek eksekusi.

6. Fatwa Mahkamah Agung No. 262/PAN:/145/C/10/FK.PERD tertanggal 20 April 2010 yang meminta PN Makassar selaku eksekutor tanah warga Pandang Raya untuk memperjelas lokasi/objek eksekusi yang dianggap salah alamat oleh penasehat hukum tergugat. Namun rekomendasi tersebut belum dilaksanakan oleh PN Makassar hingga keluarnya surat eksekusi yang ke-4 pada tanggal 12 September 2014.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka warga Pandang Raya bersama kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam AMARA menyatakan sikap:

“Menolak Penggusuran Tanah warga Pandang Raya”.


Melawan penggusuran bukan hanya soal berebut tanah apalagi tawar menawar harga, tapi ini tentang bagaimana hak-hak warga miskin kota dipertahankan dan keadilan ditegakkan.

Tergusurnya tanah mereka akan menjadi bukti bagaimana aparatus negara dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan birokrasi pemerintahan yang lain ternyata tak berdaya menghadapi belenggu modal. Maka mari bersama bersolidaritas untuk melawan penggusuruan tanah warga Pandang Raya.
“tanah Tuhan untuk rakyat bukan untuk pemodal”.
 

0 comments:

Post a Comment