Jakarta (5/9) Keresahan petani Urutsewu[1] yang berseteru dengan fihak militer dan korporasi tambang pasir besi; serta penolakan masyarakat Sedulur Sikep di lereng Pegunungan Kendeng[2] yang tengah berjuang menentang korporasi tambang pabrik semen, membawa kemelut agrarianya ke Jakarta. Dua perwakilan daerah ini beramai-ramai
mendatangi Jokowi di Kantor Gubernur DKI Jakarta untuk
bertemu dengan Presiden terpilih Ir. H. Joko Widodo.
Kedatangan petani dua kawasan ke
Jakarta ini bukanlah suatu kebetulan, melainkan telah melalui serangkaian usaha mengkomunikasikan kemelut yang telah berpuluh tahun membelitnya. Belitan kasus ini berpotensi memicu keresahan yang lebih luas, mengingat yang terancam dirampas bukan sekedar pemilikan tanah. Melainkan adalah ruang hidup
bersamanya. Membawa kemelut agraria ini ke pemerintah pusat dinilai lebih efektif ketimbang perjuangan yang selama ini telah dilakukannya. Terlebih karena ekspektasi publik terhadap “presiden
baru” sangat tinggi. Langkah ini, tentu saja
bukan berarti petani “menyerahkan persoalan” dan "menitipkan harapan" kepada seorang presiden terpilih hasil Pilpres lalu. Tetapi ini lebih merupakan
upaya mempercepat penyampaian informasi agar dapat disikapi secara cepat pula. Mengingat segala upaya selama ini tak membuahkan hasil signifikan, dan hingga saat ini kondisi di masyarakat sudah benar-benar kritis serta butuh
penanganan serius.
Masyarakat pesisir Urutsewu yang tergabung dalam organisasi
rakyat Urutsewu Bersatu (USB) dan Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan
(FPPKS), diwakili 16 warga, antara lain Widodo Sunu Nugroho (Koordinator
USB/Kades Wiromartan), Seniman (Ketua FPPKS), Nur Hidayat (Mantan Kades
Setrojenar), Sapari (Kades Entak),
Muklisin (Kades Kaibonpetangkuran), Bagus Wirawan (Kades Lembupurwo), Kyai
Mas’udi Zein, Kyai Imam Zuhdi, Paryono, serta petani lainnya.
Kemelut Urutsewu, Klaim Militer dan Tambang Pasirbesi
Dalam pertemuan ini disampaikan
berbagai persoalan yang dialami masyarakat pesisir Urutsewu selama bertahun-tahun, terkait dampak latihan militer dan ujicoba senjata berat TNI-AD serta klaim sepihak TNI-AD atas tanah-tanah rakyat, termasuk tanah kas desa. Persoalan lain yang muncul di atas klaim sepihak penguasaan tanah pesisir ini adalah masuknya perusahaan tambang pasir besi, yakni PT. MNC (Mitra Niagatama Cemerlang) yang
disinyalir merupakan “konspirasi bisnis” TNI.
Dalam kenyataannya, klaim fihak TNI-AD atas bentangan tanah-tanah sepanjang 22,5 Km pesisir Urutsewu, menjorok sejauh 500 meter dari garis air; telah melanggar pemilikan tanah-tanah petani dan tanah kas yang terdata di Buku C desa. Disamping sejak dahulu kala para petani juga selalu memenuhi kewajiban membayar pajak. Sampel data tanah desa Setro dapat di lihat di [http://setrostelsel.blogspot.com/2011/05/data-tanah-pemajekan-desa-setrojenar.html]
Penelusuran sejarah tanah kawasan Urutsewu ini menemukan bukti-bukti dan testimoni yang menunjukkan sahihnya pemilikan petani. Dasar sejarah tanah ini sesungguhnya telah cukup bukti untuk menggugurkan klaim sepihak, dimana TNI-AD mengakui batas sejauh 500 meter dari garis air yang pada kenyataannya jadi melanggar batas persil D5 dalam maping tanah pesisir. Di zona ini bahkan, TNI-AD membangun infrastruktur seperti lapangan tembak, fasilitas uji tank amphibi, uji tank/panser, menara pengawas, serta pos-pos pengintai hampir di tiap desa hingga berjumlah lebih dari 30 pos.
Bahwa kenyataan lain dimana dari dulu zona pesisir ini dipakai latihan militer dan kemudian sebagai zona ujicoba senjata berat, memang lah demikian. Akan tetapi konteksnya adalah fihak TNI-AD [DislibangAD] meminjam tanah-tanah pesisir bagi kepentingan latihan dan ujicoba senjata beratnya. Untuk latihan!. Fihak pemerintah desa memang mengijinkan, karena konteksnya, dipakai untuk latihan. Rupanya, dalam perkembangan berikutnya, ijin fihak desa mengenai pemanfaatan tanah pesisir ini dijadikan dasar klaim penguasaan TNI-AD. Padahal dalam mengeluarkan ijin ini tanpa melalui musyawarah dan kesepakatan dengan para petani pemilik tanah !
Sedulur Sikep Tolak Pabrik Semen
Masyarakat lereng pegunungan kendeng yang diwakili oleh Sedulur Sikep dan JMPPK Rembang,
menyampaikan bahwa saat ini wilayah Pegunungan Kendeng akan ditambang oleh
pabrik semen. Eksploitasi kawasan Karst dimana terdapat ratusan sumber-sumber air bermakna ancaman serius bagi ruang hidup bersama. Menurut Gunretno, penambangan Karst ini akan merusak sumber-sumber dan cekungan yang menjadi tandon raksasa air tanah. Dengan demikian bakal mematikan mata air yang saat ini digunakan oleh ribuan masyarakat di bawahnya, sekaligus akan
mematikan pertanian yang mengandalkan air tersebut.
Sedulur
sikep yang diwakili Gunretno dan Gunarti
sebagai juru bicara menyampaikan persoalan
yang dialami masyarakatnya. Generasi yang teguh memegang ajaran Samin [Samin Surosentiko] ini menyampaiakan uraian dengan idiom kearifan lokal dan bahasa symbol. Yakni dengan air putih dalam kendi
yang diambil dari lereng Pegunungan Kendeng Utara, serta jamu temulawak lalu memberikannya kepada Jokowi [Joko
Widodo].
Dengan membawa pesan dari
masyarakat Sedulur Sikep agar presiden menjaga kelestarian mata air dan pertanian yang
ada di sana. Disamping itu mereka juga menyampaikan peta lereng pegunungan
kendeng yang terancam kerusakan akibat adanya pabrik semen.
Dalam kesempatan yang sama, diberikan pula kertas-posisi titipan dari elemen Gerakan Samarinda Menggugat [GSM], yang tengah berjuang melawan perusahaan tambang batubara yang merajalela di Kalimantan Timur. Aktifis GSM berhalangan hadir, sehingga
hanya bisa menitipkan kertas posisi untuk disampaikan kepada Jokowi. Hal ini dimaksudkan sebagai bahan
pertimbangan untuk menyikapi penambangan batubara di Samarinda yang meresahkan
masyarakat.
Lima point penting yang disampaikan perwakilan petani Urutsewu saat beraudensi dengan Jokowi [5/9]
[1]Dihadiri 16 perwakilan warga anggota USB/FPPKS. Urutsewu
merupakan kawasan pesisir selatan Kabupaten Kebumen yang
membentang dari Sungai Lukulo sampai
dengan Sungai Wawar, mencakup 15 desa di 3 kecamatan, yaitu 1.
Desa Wiromartan, 2. Desa Lembupurwo, 3. Desa Tlogopragoto, 4. Desa Mirit, 5.
Desa Tlogodepok, 6. Desa Miritpetikusan (Kecamatan
Mirit), 7. Desa Sumberjati, 8. Desa kaibon, 9 Desa Kaibonpetangkuran, 10
Desa Ambal Resmi, 11. Desa Kenoyojayan, 12 Desa Entak (Kecamatan
Ambal), 13. Desa Brecong, 14. Desa Setrojenar dan 15.
Desa Ayamputih (Kecamatan Buluspesantren)
0 comments:
Post a Comment