Friday, April 27, 2018

Polisi Tembak Mati Warga Penolak Ukur Lahan di Sumba NTT

Prima Gumilang, CNN Indonesia | Jumat, 27/04/2018 14:06 WIB



Warga pesisir Pantai Marosi, Sumba Barat, menolak pengukuran lahan. Polisi melepaskan tembakan ke arah warga. (Dok. Istimewa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aparat kepolisian menembaki warga yang menolak pengukuran tanah di pesisir Pantai Marosi, Desa Patijala Bawa, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Seorang tewas tertembak di bagian dada, sementara lainnya mengalami luka.

Peristiwa ini bermula dari aktivitas pengukuran lahan seluas 200 hektare yang tersebar di tujuh bidang di pesisir Pantai Marosi. Pengukuran oleh pihak Dinas Pertanahan Kabupaten Sumba Barat dan PT. Sutra Marosi itu didampingi sekitar 50 personel aparat kepolisian bersenjata lengkap dengan atribut dan mobil antihuru-hara.

Warga setempat menggelar aksi protes sejak tim pengukur hadir didampingi polisi. Mereka mempertanyakan legalitas izin. Polisi mengusir dan menembaki warga dengan gas air mata dan tembakan peringatan.


Aksi mulai mereda saat pejabat setempat berdialog dengan warga. Sebagian massa menuju ke Gedung DPRD untuk menyampaikan aspirasi, sementara lainnya tetap berada di lokasi pengukuran.

Proses pengukuran berlanjut hingga di bidang keempat. Brimob bersenjata laras panjang ikut mengawal. Saat itu, warga hanya menyaksikan aktivitas pengukuran.

Situasi mulai memanas kembali ketika pengukuran dilanjutkan di bidang kelima. Polisi marah karena sebagian warga mengambil foto melalui ponsel dan merekam video aktivitas pengukuran tersebut. 

Ponsel warga dirampas polisi, disertai aksi pemukulan. Melihat tindakan kekerasan aparat, sejumlah warga mendatangi lokasi. Saat itulah polisi langsung memberondong dengan tembakan.

Direktur Walhi NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi mengatakan atas kejadian itu seorang warga bernama Poroduka, pria 40 tahun, tewas tertembak di dada. Warga lainnya bernama Matiduka juga tertembak di bagian kaki.

Selain itu, setidaknya 10 orang mengalami luka akibat tindak kekerasan aparat, termasuk di antaranya seorang anak usia sekolah menengah pertama. 


Usai penembakan itu, warga lari berhamburan karena ketakutan. Sementara proses evakuasi korban yang meninggal dilakukan oleh pihak kepolisian.
"Polisi, BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan perusahaan sedari awal memang sudah berupaya mengintimidasi warga dengan persiapan keamanan yang seolah-olah darurat. BPN juga harus bertanggungjawab atas peristiwa ini," kata Umbu kepada CNNIndonesia.com, Jumat (27/4).
Kepala Bidang Humas Polda NTT Kombes Jules Abraham Abast mengatakan proses pengukuran tanah itu dikawal 131 personel gabungan dari Polres Sumba Barat, Brimob Polda NTT, dan Raimas Polda NTT serta Kodim 1613 Sumba Barat.

Menurut Jules, warga sempat mengadang dan melempari batu ke arah aparat selama proses pengukuran tanah yang dipimpin Kepala Dinas Pertanahan Kabupaten Sumba Barat Jaungkap E Simatupang.

Polisi Tembak Mati Warga Penolak Eksekusi Tanah di Sumba NTT
Polisi sempat diadang saat warga menolak pengukuran tanah di Sumba Barat, NTT. (Dok. Istimewa)
Jules mengatakan polisi dan TNI mengamankan proses pengukuran tanah berdasarkan surat permohonan bantuan keamanan dari Janis dan Associates selaku kuasa hukum PT Sutera Marosi Kharisma. Surat itu bernomor 325/JA-EXT/IV/2018 pada 9 April 2018.
"Kegiatan pengamanan berlangsung sekitar pukul 10.00 Wita. Saat pengukuran tanah Sertifikasi HGB nomor 3 sampai dengan 7 atas nama Oki Rehardi Lukita U/An PT. Sutera Marosi Kharisma oleh pihak pertanahan Kabupaten Sumba Barat," kata Jules melalui keterangan tertulis.
Jules menyebut mayoritas warga membawa parang dan mengamuk sambil melempari batu ke arah aparat. Dia mengakui petugas melakukan tembakan peringatan merespons reaksi warga.
"Dalam kondisi terdesak, akhirnya petugas mengeluarkan tembakan gas air mata," ujar Jules.
Akibat insiden itu, pihak pemohon dan petugas pertanahan menghentikan proses pengukuran. Mereka memutuskan untuk kembali ke Kota Waikabubak.


Kronologi Konflik
Umbu menjelaskan konflik bersumber dari perizinan PT. Sutra Marosi yang melakukan aktivitas pariwisata di pesisir Pantai Marosi.

Berdasarkan informasi dari warga, luas HGB perusahaan yaitu 200 hektare tersebar di tujuh bidang. Tanah di bidang pertama dan kedua dianggap tanah terlantar. Sementara bidang ketiga hingga ketujuh terindikasi tanah terlantar.

Warga menolak keberadaan PT. Sutra Marosi yang dinilai tidak memiliki legalitas yang jelas. Mereka pun menolak aktivitas pengukuran lahan oleh pihak dinas pertanahan dan perusahaan.

Proses mediasi sempat dilakukan oleh Bupati Sumba Barat namun tak menghasilkan titik temu. Warga terus mempertanyakan legalitas kepemilikan lahan tersebut. Sejak 1995 tanah yang disengketakan itu dibiarkan terlantar hingga kemudian kasus tersebut mencuat pada 2017.

Umbu mengatakan warga yang menolak pengukuran tanah pada dasarnya hanya meminta BPN menunjukkan sertifikat kepemilikan tanah tersebut. Jika tuntutan itu dipenuhi, maka warga setempat tak akan melawan.

"Masyarakat hanya meminta pihak BPN menunjukkan bukti sertifikat milik PT (Sutra Marosi). Tetapi tidak ditunjukkan dan malah pihak BPN atas permintaan dari pihak PT (Sutra Marosi) secara sepihak melakukan pengukuran di atas tanah tersebut," kata Umbu dalam keterangan tertulis.
Catatan Redaksi: Berita ini sebelumnya berjudul 'Polisi Tembak Mati Warga Penolak Eksekusi Tanah di Sumba NTT'. Polda NTT mengklarifikasi bahwa peristiwa tersebut berkaitan dengan pengukuran pengembalian batas tanah berdasarkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang dilakukan oleh tim dari Dinas Pertanahan Kabupaten Sumba Barat. Dengan klarifikasi ini, kekeliruan telah dikoreksi.

Sumber: CNN Indonesia 

_____

Hasil Penelusuran WALHI



Kronologi Tragedi Penembakan di Pesisir Marosi

24 April 2018- Pada tanggal 24 April, Bupati Sumba Barat bersama Dinas Pertanahan Sumba Barat, Kantor ATR/BPN dan Perwakilan PT. Sutera Marosi melakukan proses mediasi untuk menyelesaikan persoalan antara PT. Sutera Marosi dengan warga desa Patiala, Kecamatan Lamboya. Mediasi tersebut dilakukan di kantor kecamatan Lamboya. Mediasi tersebut dipenuhi protes warga karena mempertanyakan legalitas perusahan dan status tanah yang telah dinyatakan terlantar dan terindikasi terlantarkan. Warga juga meminta agar pemilik lama perusahan Sutera Marosi untuk dihadirkan tapi tidak bisa ditunjukan apa yang diminta masyarakat. Mediasi pun tidak menghasilkan titik temu, karena warga terus mempertanyakan legalitas dari kepemilikan lahan tersebut.
- Pada saat pertemuan tersebut, Bupati Sumba Barat bersama Dinas Pertanahan Sumba Barat, Kantor ATR/BPN dan Perwakilan PT. Sutera Marosi untuk mediasi mengatakan PT dan BPN mengatakan akan tetap melakukan pengukuran.dan akan dikawal oleh aparat keamanan. Warga meminta tidak dilakukan pengukuran sebelum segala hal yang dipertanyakan dan diminta oleh warga dipenuhi oleh pihak pihak terkait

25 April 2018- 25 April 2018, sekitar pukul 09.00 wita, Pihak PT. Sutera Marosi bersama pegawai BPN yang dikawal ratusan orang polisi bersenjata lengkap dilengkapi dengan pasukan bersenjata lengkap dengam menggunakan Rompi anti peluru, senjata laras panjang, kendaraan anti huru hara, kendaraan taktis penghalau massa, brimob kurang lebih 60-70 orang, belum termasuk anggota dari Polsek Lamboya dan bantuan TNI
- Dari awal kedatangan Tim Pengukur yang didampingi Polisi, warga melakukan aksi protes terhadap pihak BPN dan PT. Sutra Marosi dengan menanyakan legalitas izin. Serta meminta legalitas tertulis dan menghadirkan pemilik lama perusahan seperti yang dimintakan saat proses mediasi ( 24 April) Masyarakat kemudian diusir dan ditembaki dengan gas air mata dan tembakan peringatan. Pemda didalamya Camat, Dinas Pertanahan Sumba Barat, Camat Lamboya dan Kepala Desa Pati Jala Bawa mencoba komunikasi dan dialog dengan warga dan berhasil. setelah itu aksi protes mulai mereda dan masyarakat menarik diri mejauh dari lokasi pengukuran.
- Setelah itu sebagian warga menuju ke gedung DPRD untuk menyampaikan aspirsasinya, dan sebagian lagi tetap berada di sekitar lokasi pengukuran. Setelah istirahat makan sekitar jam 13.30 wita proses pengukuran dilanjutkan lagi oleh pihak BPN, dan PT dengan dikawal oleh Brimob bersenjata lengkap dan menggunakan senjata laras panjang dan rompi anti peluru, pengukuran terus berlanjut sampai sekitar jam 16.00 wita
- Sepanjang kegiatan pengukuran puluhan warga hanya melihat aktivitas pengukuran
- Setelah selesai melakukan pengukuran pada bidang 3 dan 4, pengukuran dilanjutkan ke bidang 5;
- Dalam melakukan aktivitas pengukuran di bidang 5, warga mengambil foto dan rekaman aktiivtas tersebut;
- Polisi marah karena warga mengambil foto dan merekam aktivitas tersebut, kemarahan ini dilakukan dengan merampas hp dan melakukan pemukulan; beberapa warga yang merasa teman/saudaranya mendapat kekerasan melakukan pelemparan batu ke arah petugas
- Melihat ada tindakan kekerasan dari Polisi di lokasi pengukuran, warga yang berada di atas bukit (dekat kampong) yang terdiri dari laki laki, perempuan dan anak anak turun ke lokasi bergerombol karena melihat ada kekerasan. Mereka turun dari bukit karena merasa yang mendapat kekerasan dari polisi adalah saudaranya. dan seketika Polisi langsung melakukan mengeluarkan gas air mata dan penembakan dengan senjata ke arah warga
- Tindakan penembakan terjadi sekitar pukul 15.00 siang, dan mengakibatkan seorang warga bernama Poroduka, laki-laki, 40 tahun, meninggal tertembak dada dan Matiduka, laki-laki, luka ditembak di kedua kaki;
- Selain itu, lebih dari 10 orang mengalami tindakan kekerasan dari aparat Polres Sumba barat, 1 diantaranya seorang anak SMP
- Proses evakuasi warga yang meninggal dan korban luka tembak di kaki dilakukan oleh Polisi, karena warga berhamburan lari karena panik akan tertembak dan karena adanya korban penembakan;

- Pihak BPN tetap melakukan pengukuran di lokasi selama 1 hingga 1 setengah jam hingga bidang 6 pasca
- penembakan walaupun sudah ada korban meninggal dan korban tertembak kaki serta korban lainnya.

Source: 
Walhi-NTT 

0 comments:

Post a Comment