Pebriansyah Ariefana | Erick
Tanjung
Senin, 02 April 2018 | 09:02
WIB
Ketua Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Rahmat Ajiguna.
(suara.com/Erick Tanjung)
Reforma agraria ketika pemerintah mengambilalih tanah-tanah yang dimonopoli tuan-tuan tanah besar swasta maupun perusahaan negara, dan diredistribusikan kepada petani tak bertanah.
Tudingan Presiden Joko Widodo pembohong di
program bagi-bagi sertifikat tanah belakangan heboh keluar dari mulut politikus
senior Amien Rais.
Bahkan disebutkan lebih dari setengah luas tanah di Indonesia dikuasai asing.
Ketua Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Rahmat Ajiguna sebagian
setuju dengan tudingan Amien. Alasannya, program Reforma Agraria yang dilakukan
pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dinilai tidak
berhasil mengurangi monopoli kepemilikan lahan garapan
di berbagai daerah.
Sebaliknya, program reforma agraria yang mengandalkan
kebijakan sertifikasi tanah rakyat tersebut justru meningkatkan monopoli tanah
di tangan segelintir tuan tanah besar baik perusahaan swasta maupun negara.
AGRA adalah organisasi massa petani, masyarakat adat, dan
kaum minoritas berskala nasional, yang mempromosikan reforma agraria sejati
(genuine agrarian reform) guna membangun industri nasional kuat. AGRA menilai
program sertifikasi tanah Jokowi-JK hanyalah land administration project (LAP),
atau hanya mendata dan melegalisasi tanah-tanah yang sebelumnya sudah dimiliki
perorangan.
AGRA sendiri mengartikan reforma agraria ketika
pemerintah mengambilalih tanah-tanah yang dimonopoli tuan-tuan tanah besar
swasta maupun perusahaan negara, dan diredistribusikan kepada petani tak
bertanah.
Suara.com menemui Rahmat di Jakarta pekan lalu. Aktivis
yang sudah malang melintang membela hak petani ini, biasanya berkeliling
Indonesia memberikan pendampingan ke petani yang tidak bisa menanam karena
tanahnya dirampas pihak tertentu.
Rahmat memberikan pemahaman lebih terkait pemenuhan hak
atas tanah dan reforma agraria yang perlu dilakukan pemerintah sebenarnya.
Rahmat juga mengkritisi kebijakan pangan pemerintah yang justru tidak
melindungi petani.
Berikut wawancara lengkapnya:
Belakangan
pernyataan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais yang menyebutkan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbohong terkait program sertifikasi tanah
rakyat membuat polemik. Bagaimana pandangan anda?
Hampir
3 tahun ini Jokowi berkuasa, dia berbicara reforma agraria. Salah satu bentuk
yang dia lakukan pembagian sertifikat tanah dan lahan. Dan betul bahwa itu
bukan lah reforma agraria, pembagian sertifikat hanyalah kepastian hak atas
tanah dalam bentuk surat sertifikat.
Sementara reforma agraria adalah redistribusi tanah
kepada buruh tani dan petani miskin. Sehingga mengurangi penguasaan, monopoli
atas tanah yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar, negara dan lain
sebagainya.
Dalam konteks itu Amin Rais mengatakan Jokowi berbohong,
saya sepakat. Bahwa itu memang terjadi pembohongan terhadap rakyat. Kalau dia
mau bicara soal legalisasi aset, bicara lah legalisasi aset, sertifikasi dan
sebagainya.
Jangan dibungkus dengan program agraria, karena tidak ada
sedikit pun program yang
dijalankan Jokowi sampai hari ini mengurangi monopoli atas tanah.
Jadi bagi-bagi
sertifikat tanah ke masyarakat bukan bagian dari reforma agraria?
Bukan.
Karena orang yang mendapat dan mengurus sertifikat adalah
orang-orang yang punya tanah. Sementara kita tahu bahwa banyak petani di
Indonesia sekarang tidak memiliki tanah.
Data BPS itu hampir 25 juta kepala keluarga petani
menjadi petani buram. Setiap 5 tahun banyak kaum tani berimigrasi dari petani,
ke mana? Kan nggak dijelaskan oleh BPS.
Harusnya program agraria memberikan tanah-tanah ke petani
yang saat ini tidak punya tanah. Kalau pakai data formal yang dikeluarkan oleh
pemerintah saja, artinya ada 25 juta kepala keluarga yang tak punya tanah.
Kalau masing-masing kaum tani rata-rata punya 4 anggota
keluarga, artinya sudah 100 juta keluarga kaum tani yang tak diberi sertifikat,
karena dia tak punya tanah.
Artinya petani harus diberi tanah, dari mana tanah itu? Negara
harus menguasai tanah. Misalnya dalam bentuk PTPN. Banyak PTPN-PTPN yang sampai
kini tanahnya terlantar, tidak digarap karena berkonflik dengan masyarakat.
Begitu juga perkebunan-perkebunan besar dan kehutanan.
Di Pulau Jawa tidak mungkin dijalankan reforma agrarian.
Hutan di Jawa sudah tidak memadai karena kurang dari 30 persen. Tapi kita kan
tidak melihat ke situ, yang harus dilihat sekarang berapa persen petani di Jawa
yang punya tanah dan tidak punya tanah? Pasti jumlahnya lebih besar dibanding
di luar Jawa.
Pemerintah tidak boleh mengelak dengan mengatakan Jawa
tak mungkin dijalankan reforma agraria, menurut saya sangat mungkin. Karena
tanah yang dikuasai PTPN banyak yang menganggur.
Bagaimana dengan
desa-desa yang ada di kawasan hutan, apakah juga harus diberikan hak atas
tanahnya?
Ada sekitar 6.000 desa berada di kawasan hutan, kenapa itu tidak dikeluarkan
dari kawasan hutan? Di situ ada kampung, program sosial dan sebagainya.
Harusnya program reforma agraria menyasar itu, bukan sebaliknya.
Bagaimana dengan
pernyataan sebanyak 75 persen tanah di Indonesia bukan milik orang Indonesia?
Di Bali banyak bangunan-bangunan mewah yang bukan milik
orang Bali, itu berbentuk hotel dan sebagainya. Kalau itu disertipikatkan
dengan alasan menjamin kepastian hukum atas tanah, tetap saja rakyat mayoritas
kaum tani itu tidak punya tanah.
Kedua tidak mengurangi monopoli tanah oleh segelintir
orang. Ada dari beberapa NGO menyebutkan ada 25-29 perusahaan besar menguasai
hampir setengah dari konsesi yang ada di Indonesia.
Jadi ketika Amin Rais berani mengatakan 75 persen tanah
di indonesia sudah bukan
milik orang Indonesia, iya.
Kalau studi itu benar sudah bukan milik orang Indonesia.
Seperti punya group Sinarmas, Wilmar dan lain-lain. Coba kalau kita track, dari
mana modal mereka, pasti dari korporasi internasional.
Ini rakyat kaum bawah benar-benar tak punya tanah. Di
Jakarta saja berapa sih warga yang punya tanah? Saya nggak punya data
lengkapnya, tapi kalau kita lihat di beberapa tempat saja seperti Kuningan,
Sudirman itu korporasi besar semua, nggak ada yang punya rakyat.
Di pinggiran pesisir sekarang, itu sudah dimiliki PIK,
Agung Podomoro dan sebagainya. Terus rakyat diberbagai tempat itu digusur dan
dipindahkan dengan dibangunkan rusun dan sebagainya. Artinya mereka menyadari
dengan dibangun rusun itu mereka mengatakan bahwa tanah di Jakarta sudah tak
punya rakyat lagi.
Anda menyebut
petani tidak punya tanah. Lalu bagaimana dengan solusi ketercukupan pangan,
terutama soal beras?
Sebenarnya sekarang terjadi krisis pangan di dunia.
Krisis yang terjadi sebenarnya bukan karena tak ada pangan, tapi karena
permainan kartel yang dikuasai oleh korporasi besar. Mereka butuh pasar,
Indonesia adalah pasar terbesar.
Artinya bagi pasar, pangan potensi cukup besar.
Bagi Indonesia, berapa pun beras yang dihasilkan,
pemerintahnya pasti akan impor. Data PBB, Indonesia penghasil beras nomor 4 di
dunia, tapi nomor 2 pengimpor terbesar.
Bagaimana sistem
ideal agar Indonesia tidak impor beras?
Pertama, yang diinginkan rakyat bukan soal kepastian
hukum dalam bentuk sertipikat, tapi keamanan mereka berproduksi. Artinya dia
ada tanah, dia dilegalkan tuk menggarap sebagai kaum tani. Soal kepemilikan itu
soal lain.
Karena sekarang banyak konflik, rakyat berkonflik dengan
area perkebunan, PTPN dan sebagainya. Mereka bercocok tanah di situ, tapi
mereka kepastian dari pemerintah sikap pemerintah ini di mana.
Tapi dilihat dari kenyataannya, sikap pemerintah
mendukung pengusaha.
Mereka memberikan HGU, yang kemudian bisa diperpanjang bisa 3 kali sampai jadi
90 tahun. Itu sudah satu generasi orang.
Artinya rakyat di pedesaan mau menggarap kebun itu harus
menunggu 90 tahun, satu generasi. Anak atau cucunya baru bisa mengambil. Karena
pada kenyataannya, tanah rakyat yang diambil paksa sampai hari ini kan tidak
dikembalikan. Sejak jaman Belanda, jaman jepang, tetap saja jadi milik
perkebunan yang sudah dinasionalisasi, banyak yang lari ke tentara.
Artinya bagaimana reforma agraria,
pemerintah harus bisa memastikan bahwa ini adalah programnya rakyat. Bagaimana
keterlibatan rakyat dalam perumusan program itu.
Apa indikator pembagian sertipikat itu mensejahterakan
rakyat?
Nggak ada. Menggadaikan ke bank iya. Karena jokowi bilang
bisa digadaikan ke bank.
Sampai kini adakah
kebijakan pemerintah yang telah berkontribusi terhadap pengentasan kerawanan
pangan di Indonesia?
Perendaman bendungan Jatigede, itu hampir 400 ribu hektar
sawah di sekitar Jatigede itu, 3 kali dalam setahun bisa panen. Sekarang hilang
direndam.
Pemerintah bilang bendungan itu untuk mengalirkan sawah
untuk 90 ribu hektar sawah di luar Jatigede, Indramayu dan sebagainya, nggak
ada sama sekali. Berapa lapangan golf di Karawang, tadinya sawah. berapa pabrik
di karawang yang tadinya merupakan lumbung padi.
Harusnya kalau ngomong kedaulatan pangan, diproteksi dong
lahan pertanian padi. Jangan digusur. Nggak ada perlindungan petani sekarang.
Salah satu janji
Jokowi yang didengar publik adalah mencetak 2 juta lahan
pertanian dan itu dinilai mensejahterakan petani. Bagaimana menurut Anda?
Betul dia bilang akan mensejahterakan rakyat, yaitu
program padat karya. Tapi lahan 2 juta hektar yang akan mereka cetak itu bukan
untuk kepentingan rakyat. Itu program pertanian terintegrasi, ada padi dan
sawit, terintegrasi di situ.
Lalu apakah
pemerintah mendukung produktivitas petani?
Tidak
ada mereka mendukung petani, tapi mendukung pengusaha iya. Dengan keringan
pajak, tax amnesty dan lain-lain.
0 comments:
Post a Comment