Tuesday, June 23, 2015

Stop Pemagaran Kawasan Pesisir #UrutSewu

Petani Urutsewu melancarkan penolakan pemagaran kawasan pesisir desa [Foto: Wisuno]

Dengan dalih apa pun, pemagaran kawasan pesisir Kebumen selatan sepanjang 22,5 Km oleh TNI-AD yang sejak lama di mata petani penggarap tanah dipandang sebagai kebrutalan lain dan tindakan membabi-buta, kini terbukti memunculkan perlawanan meluas. 

Sejak Senin [22/6] belasan personel tentara mengawal pemagaran pesisir 3 desa, Wiromartan [Mirit], Kaibon Petangkuran dan Entak [Ambal]. Petani yang sejak lama menolak pemagaran ini, kembali terusik untuk melakukan penolakan pemagaran. Iron isnya, dengan dalih pengamanan asset negara dan dalih-dalih yang lain, seperti issue kawasan hankam, arena latihan tembak dan ujicoba senjata berat; tentara nekad melanjutkan pemagaran. 

Dengan pengerahan jumlah personel yang lebih besar, Selasa [23/6] kembali melanjutkan pemagaran yang kali ini difokuskan di 2 desa, Wiromartan dan Kaibon Petangkuran. Ratusan personel militer dan pekerja dimobilisir untuk fokus menggarap pemagatan 2 desa ini dengan melibatkan "pam swakarsa" yang notabenenya merupakan kelompok preman "Gabores Pansela" setempat. 

Penolakan Petani Pesisir


Pemagaran ini nampak seperti aksi provokasi militer terhadap petani yang telah sejak jaman kolonial menggarap dan membayar pajak atas tanah pesisir yang memiliki sejarah pemilikan dengan sistem distribusi "galur larak" yang menghasilkan data-data dan terdata di Buku C desa. Ihwal penolakan pemagaran pesisir oleh TNI sendiri ini sejatinya merupakan manifestasi perlawanan rakyat petani pesisir sejak 2007 dan 2009 silam. 

Perlawanan yang puncaknya berbuah "Tragedi UrutSewu" di Setrojenar pada Sabtu 16 April 2011 lalu, secara jelas memuat 3 tuntutan, yakni: 
- Tolak Latihan TNI / Kawasan Hankam di Urutsewu
- Tolak Tambang Pasir Besi di Urutsewu
- Tetapkan Kawasan Urutsewu sebagai kawasan Pertanian dan Pariwisata. 

Maka ketika fihak militer melakukan pemagaran kawasan pesisir seputar tahun 2014, terbuka lah kesadaran publik tentang tindakan okupasi tanah-tanah pertanian holtikultura pesisir itu. 
Pemagaran yang dimulai dari desa Tlogodepok lalu merambat ke desa-desa seurutnya, Tlogopragoto. Meski ada reaksi penolakan petani, pemagaran tetap dilanjutkan  

Terakhir saat militer melakukan pemagaran pesisir desa Lembupurwo [Mirit]. Secara mengejutkan, para petani beraksi mencabut kembali patok-patok yang ditanam personel militer yang menerjang lahan-lahan garap milik petani. Aksi pencabutan patok-patok yang jadi penanda titik dibangunnya pagar ini kemudian dibawa ke Koramil setempat. 

Petani yang menyampaikan desakan agar TNI segera menghentikan pemagaran pesisir desa mereka, ditanggapi dengan dalih bahwa kewenangan pemagaran pesisir itu ada di pemegang tender pembangunan pagar. Petani kesal, namun reaksi spontan ini menghentikan untuk sementara pemagaran yang dilakukan oleh fihak militer di Lembupurwo. 

Namun ini tak berlangsung lama. Pada Senin [22/6] kembali dilakukan pemagaran yang menyasar 3 desa sekaligus. Pada hari berikutnya TNI-AD memobilisir lebih banyak personel pengawal, bahkan dengan pelibatan kalangan preman partikelir setempat. 

Ratusan petani yang marah di Kaibon Petangkuran membuat lubang-lubang yang digali di hampir semua jalan akses masuk ke zona pemagaran. Hal ini dilakukan untuk menghambat mobilitas angkutan material ke lokasi. 

"Pemagaran pesisir ini merupakan tindakan yang arogan", ketus seorang petani yang ikut dalam barisan penolakan    
    

0 comments:

Post a Comment