Wednesday, November 08, 2017

Warga PPLP : Tidak Pernah Ada Tambang Pasir Besi di Kulonprogo

 | 


Masyarakat penolak tambang pasir besi di Kulonprogo yang tergabung dalam wadah organisasi Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) menyampaikan jika tambang yang direncanakan akan berdiri di wilayah Galur sampai Wates dengan panjang 22KM dengan lebar 1,8 KM  tidak pernah beroperasi. Widodo menyampaikan jika sampai hari ini warga masih konsisten menolak tambang, hal tersebut dibuktikan dengan masih banyak warga yang menanami lahannya.
Ia menambahkan jika pernyataan Sri Sultan HB X  saat melakukan konferensi pers pasca pelantikannya (10/10/2017) keliru. Sultan HB X kala itu memberikan pernyataan tidak ada warga yang menolak tambang pasir besi.
Bagi Widodo hal tersebut tidak sesuai dengan kenyataan, sebab warga masih banyak yang melakukan penolakan, ia juga menjelaskan pernyataan tersebut hanyalah sebagai upaya untuk mengundang investor agar segera melakukan usaha penambangan.  Widodo bahkan meminta kepada Gubernur yang ditetapkan untuk kedua kali itu membuktikan apa yang diucapakannya.
“Mereka gak mikir ada ribuan nyawa yang hidup dari bertani, Sultan ngomong kayak begitu buktikan!,” Ujar Widodo yang sudah 11 tahun berjuang menolak tambang pasir besi.
Widodo mengungkapkan, bahwa pertambangan bagi warga sendiri tidaklah berguna, hal tersebut berdasarkan pandangan warga setelah mengajak diskusi warga terkait manfaat tambang. Dalam diskusi tersebut, ia mengetahui sendiri ternyata sejauh ini masyarakat tidak pernah mendapatkan manfaat dengan adanya tambang. Tanah- tanah yang sudah dibeli pihak perusahaan tidak ada yang digarap, bahkan cendrung tidak diproduksi sebagai biji besi.
“Faktanya di sini tanah-tanah yang sudah dibeli JMI sampai hari ini terlantar gak ada yang garap”, pungkasnya.
Widodo menyatakan jika pertambangan dipaksakan maka hal tersebut merupakan sebuah pertanda dari kehancuran Yogyakarta,
“ini semakin menguatkan pertanda kehancuran Yogyakarta, banyak invetasti di tawarkan sekarang, semua tanah diklaim dengan dalih pembangunan” tuturnya

Tembok Pembatas Hingga Semak Belukar
Hal yang sama juga dirasakan oleh Parno, ia merupakan petani yang lahannya berada di zona tambang, ia memposisikan dirinya sebagai warga penolak tambang. Ia sendiri sudah sejak dari awal menyatakan dengan bulat tidak ingin lahannya diserahkan kepada pihak PT. Jogja Magasa Iron selaku pemprakarsa proyek tambang.
Saat ditemui di kediamannya, ia menceritakan jika kondisi saat ini, terutama lahan-lahan yang sudah dibeli kini dipagari tembok berwana putih memanjang dengan tinggi sekitar 2 meter. Namun tidak ada satupun aktivitas tambang yang beroperasi.
Ia menjelaskan jika lahan yang dikuasai PT. JMI tidak pernah digarap, hal tersebut mengakibatkan semakin hari banyak tumbuhan dan semak belukar yang lebat. Banyak pepohonan dan rumput liar bermunculan.
“Yang sekarang dibentengi PT. JMI sekarang jadi alas belukar,” tutur Parno yang kini masih bertani.
Saat ditanya bagaimana dengan alat yang sudah didatangkan, Parno menuturkan kondisinya sudah tidak terpakai lagi, bahkan hanya menjadi bongkahan besi berkarat yang tidak punyai nilai fungsi untuk dioperasikan.
Tidak hanya itu, ia juga menyampaikan jika semua petugas yang menjaga lokasi tambang pasir besi sudah di rumahkan.
“Awalnya ada pilot proyek, penjagaan satpamnya tinggal berapa gelintir, nah sekarang pegawaianya dirumahkan (tidak dipekerjakan-red),” kata Parno yang menyaksikan langsung apa yang sebenarnya terjadi di lokasi bakal calon Tambang pasir besi di Kulonprogo.

0 comments:

Post a Comment