Friday, February 22, 2013

Kebumen: TNI AD versus Petani

 | 


Berikut hasil wawancara selamatkanbumi dengan salah seorang warga pesisir Urut Sewu, Kebumen, pada tanggal 20 April 2013, yang saat ini sedang mengalami konflik dengan TNI AD terkait rencana pembangunan “Mega Proyek Jalan Lintas Selatan Jawa” dan perluasan industri tambang pasir besi:
Sejak kapan perlawanan rakyat Urut Sewu dimulai?
Sejarah perlawanan di Urut Sewu, Kebumen, lahir sejak tahun 1999. Lawannya adalah TNI. Muncul lagi dan menguat pada tahun 2006/2007 saat lahirnya isu Mega Proyek Jalan Lintas Selatan Jawa (JLS). Terkait dengan mega proyek tersebut, masyarakat oleh Pemkab dan TNI dianggap menempati tanah jalan negara, bukan di atas tanahnya sendiri. Secara sepihak karena dianggap menempati tanah negara, maka negara tidak perlu melakukan pembebasan tanah atau ganti rugi terhadap masyarakat untuk membangun mega proyek tersebut. Hal inilah yang terus membuat situasi semakin meruncing.
Bisa dijelaskan lebih rinci seperti apa konfliknya?
Pada tahun 2007, TNI AD menyatakan bahwa dasar patok 1000 meter dari bibir pantai merupakan milik TNI AD. Lalu, PANGDAM meminta ganti rugi kepada pemerintahan daerah Jawa Tengah terkait rencana pembangunan mega proyek JLS tersebut. Padahal jelas, tanah tersebut adalah tanah milik warga yang di klaim milik TNI. Selanjutnya, pada tahun 2008, muncul skenario besar di kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen untuk menjadikan Mirit sebagai kawasan pertambangan pasir besi. Di dalamnya juga terdapat tanah warga. Melalui Peraturan Daerah tentang Tata Ruang Wilayah, dinyatakan bahwa sepanjang radius 1 kilo meter dari laut, tidak ada kegiatan lain selain TNI dan tidak bangunan lain selain bangunan milik TNI. Padahal tanah di sepanjang pesisir pantai sepenuhnya adalah milik rakyat. Buktinya terdapat pemakaman umum, yang umurnya sudah sangat tua. Jadi dari dulu, wilayah pesisir sudah ditempati oleh warga, bukan TNI.
Seperti apa perlawanan yang dibangun oleh warga?
Perlawanan demi perlawanan dilakukan dalam berbagai bentuk. Demonstrasi, pengajian, dan lain-lain. Namun dalam perjalannnya, perlawanan kami juga dihadapkan dengan kekuatan milisi sipil. Munculnya milisi sipil yang mengadu domba warga, mendorong warga mendirikan Forum Perjuangan Petani Kebumen Selatan (FPPKS), Laskar Urut Sewu, Serikat Remaja Urut Sewu dan Urut Sewu Bersatu. Pendirian organisasi ini bertujuan untuk melawan milisi sipil yang dibackup oleh TNI. Pada tahun 2011 terjadi bentrokan dan penembakan terhadap warga di kecamatan Bulus Pesantren oleh TNI karena warga menolak pertambangan dan klaim sepihak TNI atas tanah warga. Hal ini bisa menjadi perbandingan dengan daerah-daerah lain yang sedang menghadapi kasus yang sama, khususnya kawan-kawan petani di seluruh pesisir selatan Jawa. TNI yang secara sepihak mengklaim bahwa tanah rakyat adalah milik TNI merupakan modus untuk memuluskan pertambangan.
Lalu, bagaimana dengan rencana ke depan?
Tidak ada kata lain selain melawan! Apalagi alat mereka banyak sekali; tentara, polisi dan preman (milisi sipil).

0 comments:

Post a Comment