Setelah pemberitaan sebagaimana yang dapat disimak di sini maka pengabaian terhadap apa yang selama ini diperjuangkan petani Urutsewu (catat: bukan semata petani Setrojenar) memang telah diabaikan oleh negara. Disamping konflik Urutsewu tak pernah ditanggapi secara semestinya oleh fihak yang memiliki kewenangan terkait tuntutan penetapan peruntukan sebuah kawasan. Juga dengan melihat fakta dari insiden Setrojenar (16/4), ditambah fakta-fakta sidang di PN Kebumen yang masih tengah mengadili 6 petani sebagai tersangka. Maka cukup jelas, bagaimana mulai dari polisi, tentara dan aparatus institusi negara itu tak pernah memiliki sensitivitas terhadap kepentingan petani. Pemerintah sipil Kabupaten lepas tangan, politisi dan kalangan Legislatif daerah pun bungkam. Pembiaran ini lebih merupakan marjinalisasi petani yang sejatinya menjadi sokoguru republik ini.
Kegagalan Pengadilan
Semula petani Urutsewu berharap momentum pengadilan yang digelar untuk menghakimi 6 petani warga desa Setrojenar, Bocor dan Brecong, yang masih berlangsung hingga hari ini; dapat menjadi wasilah untuk membeberkan banyak fakta. Tetapi meskipun beberapa petani desa juga telah memberikan kesaksian di bawah sumpah, tak urung fakta-fakta pengadilan yang membeberkan relasi kausalitas perkara yang disidangkan; seakan tenggelam dalam cemooh sosial. Dan kenyataan hari ini, dimana Kodam IV/Diponegoro atas izin Menteri Pertahanan tengah mengajukan sertivikasi tanah. Dapat dijadikan preseden buruk yang melukai hati masyarakat petani dan pemberangusan sejarah pemilikan tanahnya. Maka jika BPN memproses dan meluluskan permohonan sertivikasi tanah pesisir yang diajukan Kodam IV ini, diyakini bakal menjadikan konflik Urutsewu lebih ruwet.
Fakta bahwa tanah-tanah pemajekan milik petani pesisir telah diklaim tentara sebagai zona kuasanya dan fakta lain bahwa sebagian kawasan pesisir (6 desa di Kec. Mirit) yang diklaim tentara ini telah "disetujui" Panglima Kodam IV/Diponegoro (surat tertanggal 25 September 2008) untuk bakal areal pertambangan pasirbesi pt. Mitra Niagatama Cemerlang. Telah cukup menjelaskan bahwa ada upaya sistematis untuk merampas tanah-tanah pesisir, karena fakta lapangan yang sesuai dengan data administrasi tanah (Buku C Desa) telah sama sekali diabaikan.
0 comments:
Post a Comment