Tuesday, April 14, 2009

Pernyataan Kasad Cerminkan Watak Penjajah

Pernyataan Kasad, sebagaimana dimuat harian Suara Merdeka, 7 April 2009, Kebumen, hlm.E yang untuk selengkapnya dapat disimak berikut ini:

KASAD MINTA SENGKETA TANAH DISELESAIKAN
- Antara Warga dan Dislitbang TNI-AD

KEBUMEN - Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Agustadi SP angkat bicara mengenai sengketa tanah antara Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI-AD dengan warga Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren.
Orang pertama di jajaran TNI-AD ìtu meminta kepada Pemkab Kebumen segera menyelesaikan persoalan tersebut.
Kasad menegaskan, sejak zaman Belanda, kawasan Pantai Bocor yang kini menjadi pangkalan uji coba Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) Dìslitbang TNI-AD merupakan kawasan pertahanan dan keamanan.
Seharusnya tanah tersebut steril dari kegiatan penduduk, seperti kegiatan pertanian.
"Namun kenyataannya di kawasan latihan ini, penduduk justru melakukan kegiatan pertanian. Kalau tanamannya rusak, TNI yang disalahkan", kata Jenderak TNI Agustadi SP saat menyaksikan uji coba amunisi kaliber 105 buatan empat negara, Sabtu (4/4).
Dia juga mengaku tidak habis pikir terhadap pembangunan gapura yang menjadi pintu masuk menuju obyek wìsata Pantai Setrojenar yang dibangun di kawasan tersebut. Padahal seharusnya pemerintah desa bisa membangun gapura tersebut di dekat pemukiman penduduk.
"Kami juga prihatin atas dirusaknya patok-patok yang dipasang. Namun akan dibuat lagi dan jika dirusak lagi, kami tidak segan-segan bertindak tegas", tandasnya.

Milik Warga

Pemerintah Desa Setrojenar sebelumnya meminta kepada Bupati KH.Nashìrudin Al Mansyur agar tidak melakukan pembongkaran terhadap gapura yang menjadi pintu masuk menuju obyek wisata Pantai Setrojenar.
Surat Nomor 60/III/2009 yang ditandatangani oleh Kepala Desa Setrojenar Surip Supangat menanggapi surat Kodim 0709 perihal permohonan pembongkaran gapura permanen di kawasan Dislitbang TNI-AD. Menurut Surip Supangat, pembangunan gapura dilakukan oleh pemerintah desa Setrojenar berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa No.04 Tahun 2005. Dimana RPJM Des tersebut juga telah dilegalisasi oleh Bupati Kebumen.
Hingga saat ini pihak desa juga masih bersikukuh bahwa kawasan pantai tersebut mìlik warga.
Menurut Supangat, warga juga menolak buku petunjuk penyempurnaan tata ruang Kabupaten Kebumen tentang kawasan pertahanan dan keamanan untuk radius 11 kilometer dari lapangan tembak dari Sungai LukUlo sampai pertemuan yang digelar di pendopo kecamatan Buluspesantren, Kamis (8/11).
Mereka menuntut Dislitbang TNI-AD untuk mencabut patok yang ditanam di tanah mereka. Hal itu dipicu kekhawatiran mereka, jika setelah pemasangan patok itu, pihak TNI-AD akan mengklaim hak tanah itu.
"Pemasangan itu memang tanpa didahului dengan sosialisasi" ujar Ketua BPD desa Setrojenar, Mokh. Syabani yang dibenarkan Ketua BPD Brecong, Mansyur kepada RM Cybernews, Kamis (7/11).
Dalam pertemuan itu hadir Kepala Perwakilan Dislitbang, Kapten Inf. Suseno, perwakilan Kodim 0709 Kebumen, Kapten M. Choliludin serta Muspika Buluspesantren. Kapten Suseno menegaskan pematokan yang dilakukan olei pihak TNI-AD hanya sebagai penanda daerah latihan saja.
"TNI tidak akan mengklaim tanah milik warga", ujarnya.
Hal yang sama disampaikan Kapten M. Choliludin dari Kodim. Namun warga tetap khawatir dan meminta pihak TNI mencabut patok itu. Sampai akhir pertemuan yang digelar kedua kali itu, tidak menghasilkan keputusan yang memuaskan.
Camat Buluspesantren Chumdori BcHk menjelaskan, berdasarkan ketentuan yang sudah dibuat tahun 1982, tanah yang dimiliki TNI-AD berada pada radius 500 m dari bibir pantai.
Untuk memperoleh kepastian kepemilikan tanah yang dipatok, pihaknya akan meminta penjelasan Kantor Pertanahan mengukur tanah yang yang menjadi milik warga dan TNI-AD. Memang, lokasi tersebut selama ini dikenal sebagai daerah yang digunakan untuk uji coba senjata berat milik TNI-AD. Saat digunakan memasang bendera sebagai tanda aman dan daerah terlarang untuk umum.
"Kalau memang untuk keamanan, dengan bendera saja sudah cukup", kata sejumlah warga.
___
-sumber: wap.suaramerdeka.com/isi_berita.php?-d=51830
___________________________________________________

Bagaimana kita membaca pernyataan petinggi TNI-AD yang demikian itu? Bukan saja emosional, tetapi menunjukkan bahwa aspek sejarah yang dijadikan legitimasi keberadaan militer di sana hanyalah pewarisan spirit kolonial belaka. Jika ini yang menjadi dasar keberadaan TNI-AD di sana. Maka mau dibilang apa? Selain bahwa TNI-AD melulu meneruskan watak penjajahan yang mestinya sudah jadi masa lalu saja.
Padahal pemerintah kolonial Belanda (Kumpeni) sejak 1932 pun telah mengakui bahwa batas kepemilikan tanah oleh kolonial itu tak lebih dari sejauh 250 meter dari garis air. Fakta atas ini adalah sebagaimana kesaksian Amad Bambung (88 th) yang mengikuti pemetaan oleh Mantri Klangsiran.
Petani Setrojenar memiliki basis sejarah kepemilikan mereka atas tanah-tanah pertanian di sana. Fakta lain menyangkut kepemilikan warga adalah sebagaimana yang tercatat di Buku C Desa Setrojenar, serta realita pembayaran pajak selama ini.

0 comments:

Post a Comment