Reporter: Fajar
Pebrianto
Editor: Syailendra
Persada
Jumat, 25 Oktober 2019 07:32
WIB
Presiden Jokowi (kanan) berbincang dengan dua warga penerima Tanah
Obyek Reforma Agraria (TORA) usai penyerahan di Hutan Lindung Digulis,
Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis, 5 September 2019. Bagi Jokowi, dia sudah
terbiasa dengan mobilnya yang sering bermasalah. ANTARA/Jessica Helena Wuysang
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mencatat ada 642 insiden konflik agraria terjadi
di berbagai wilayah di Indonesia sejak tahun 2015 hingga 2018.
“Selama lima tahun terakhir, pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi hanya disibukkan kegiatan bagi-bagi sertifikat tanpa menyasar akar masalah agraria di Indonesia,” kata Dewi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 24 Oktober 2019.
Padahal, akar masalah sebenarnya ada pada penyelesaian
konflik agraria dan redistribusi tanah kepada masyarakat. Tujuannya yaitu untuk
merombak struktur agraria nasional yang sudah sangat timpang.
Dalam 642 konflik ini, KPA juga mencatat sebanyak 940
petani dan pejuang agraria mengalami kriminalisasi. Lalu, 546 orang mengalami
penganiayaan, 51 orang tertembak, dan 41 tewas. Serangkaian kejadian ini,
dinilai terjadi karena salah satunya ada praktik manipulatif dan tidak transparan
saat pemberian HGU (Hak Guna Usaha) kepada perusahaan
Keterangan ini disampaikan Dewi menyusul konflik agraria
yang saat ini terjadi di Desa Merbau, Kecamatan Mendahara, Tanjung Jabung
Timur, Jambi. Konflik bermula dari klaim PT. Erasakti Wira Forestama atau EWF
yang menyatakan telah membeli tanah seluas 406 hektar di Desa Merbau.
Padahal 45 warga desa yang menggarap 68 hektar lahan di
desa tersebut tidak pernah menjual lahan mereka ke PT EWF. Sehingga, mereka pun
meminta bantuan kepada Thawaf Aly, pengurus Persatuan Petani Jambi (PPJ) untuk
mewakili mereka mengurus persoalan ini.
Akan tetapi, Aly justru menjadi tersangka karena dituduh
melanggar Pasal 55 huruf a juncto Pasal 107 huruf a Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2014 tentang Perkebunan. Pasal 55 huruf a berbunyi “setiap Orang secara
tidak sah dilarang mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai
lahan perkebunan.” Ia terancam empat tahun penjara dan denda Rp 4 miliar.
0 comments:
Post a Comment