Saturday, March 26, 2016

5 Tahun Tragedi Urutsewu di Setrojenar | Sebuah Catatan - 2



Wacana Pembongkaran Pagar


Sekarang, apa urgensinya kita menghentikan pemagaran itu? Toh, tidak juga itu milik perorangan. Kalau pun nanti, itu memang ternyata kepunyaan masyarakat, kami sudah mendapat perintah, berikan semuanya, sak pager-pagernya... jika perlu robohkan, nanti kita bantu robohkan...

Pernyataan yang mengarah pada wacana pembongkaran pagar pesisir, saat itu, justru berasal dari pejabat militer daerah dalam hal ini Dandim Letkol (Inf) Putera Widyawinaya dan diamini Ganjar Pranowo dalam “Ngopi Bareng Ganjar” di pendopo rumah dinas Bupati Kebumen (9/9/2015). Bahwa “pengarahan panglima (Pangdam IV_Pen) persis yang disampaikan ke saya juga begitu... itu yang harus dipegang” mengarah pada opsi pembongkaran pagar, jika terbukti tanah pesisir Urutsewu itu milik masyarakat. 

BERTEMU BUPATI: Perwakilan 8 petani Urutsewu benrtemu Bupati Fuad Yahya (19/3) di Rumah Dinas Bupati Kebumen. Pada kesempatan itu ditunjukkan bukti-bukti pemilikan tanah pesisir, berupa sertivikat tanah dan akta jual-beli yang membuktikan hak milik petani [Foto: Div.Litbang & Media-Center FPPKS-USB]
 
Nah, pada Sabtu (19/3) atas undangan Bupati Fuad Yahya 8 wakil petani dan warga Urutsewu menemui Bupati di rumah dinas untuk menunjukkan bukti pemilikan tanah pesisir; Sertifikat dan Akta Jual-Beli Tanah dengan “segel” resmi. Jika pada “tragedi berdarah” 16 April 2011 petani Urutsewu pernah ditembak peluru tentara, maka saat ini lah petani menunjukkan “peluru” yang sesungguhnya. Sertivikat Tanah dan Bukti Akta Jual Beli tanah pesisir !

Pemagaran pesisir Urutsewu berdasarkan data LPSE diketahui besaran biaya senilai Rp. 4.720.000.000,- yang bersumber dari APBN. Dalam implementasinya masih menyisakan pesisir desa Setrojenar sebagai satu-satunya –dari jumlah 15 desa- yang “selamat” dari pemagaran oleh TNI-AD. Desa ini memang diasumsikan secara konotatif sebagai “barometer perlawanan” petani Urutsewu terhadap apa yang oleh petani setempat dikategorikan sebagai perampasan tanah secara sistematis oleh TNI.

Penundaan pemagaran di pesisir Setrojenar ini bukan tanpa sebab, selain “ancaman” realisasinya tinggal hanya masalah waktu. Tetapi juga faktor lain  karena petani dan warga desa Setrojenar sendiri bersiap memeranginya. Insiden tragis 5 tahun silam yang secara hukum sama sekali tak berkeadilan itu telah membajakan penolakan petani tanpa kompromi. Faktor lainnya ada tengara manajemen belanja material pemagaran di toko bangunan lokal  yang bermasalah.

Secara umum, pemagaran pesisir Urutsewu sepanjang 22,5 kilometer itu sendiri memang penuh bermasalah. Bagaimana bisa mencairkan dana APBN miliaran rupiah untuk membiayai “program nasional” pemagaran kawasan konflik yang status tanah dan batas-batasnya belum diselesaikan dulu?

Diantara prawacana penyelesaian win-win solution kini muncul wacana kuat pembongkaran pagar TNI; sebagai pilihan terbaik untuk menyudahi "perampasan tanah secara sistematis" yang merupakan substansi konflik agraria Urutsewu. Kita harus Jujur dan Konsisten...

0 comments:

Post a Comment