(MIRIT). Tindakan beberapa penduduk lokal yang mulai mengkritisi rencana penambangan pasir besi di pesisir Mirit, menunjukkan kesadaran maju yang bakal meretas jalan panjang aksi sosial penyelamatan lingkungan. Beberapa orang ini adalah para pelopor yang akan melindungi bumi dari kepentingan modal dan kerusakan fatal.
Belasan orang yang mewakili warga dari enam desa diantaranya Wiromartan, Lembupurwo, Tlogopragoto, Mirit, Tlogodepok dan Miritpetikusan; bahkan ditambah dengan satu desa lagi yakni Rowo.
Sejatinya jika mau mendasarkan pada fakta empiris mengenai dampak dari industri yang mengeksploitasi bumi, maka para pengambil kebijakan punya referensi lebih dari cukup untuk menetapkan kebijakan yang tepat. Tetapi yang paling obyektif dan konsisten dalam melihat persoalan besar ini memang massarakyat sendiri.
Dalam spesifikasi kasus yang sama, pengalaman tetangga di Cilacap, Purworejo dan Kulonprogo dapat dijadikan basis pijakan untuk menetapkan kebijakan yang bukan saja melindungi kelestarian bumi pesisir. Tetapi juga menggali dan mengembangkan potensi lain di kawasan yang sama, untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran bersama. Ini kan amanat Konstitusi. Dan secara konkret akan menjawab kebutuhan obyektif dan kepentingan rakyat umumnya.
Eksplorasi Pasir Besi, Kepentingan Siapa ?
Resume atas kajian informal perwakilan warga enam desa, ditambah satu desa lagi di wilayah pesisir selatan ini cukup untuk menjelaskan, sebenarnya rencana penambangan pasir besi di kawasan yang rentan terhadap ancaman bencana tsunami dan banjir genangan ini mewakili kepentingan siapa. Jadi pantaslah jika inisiatif warga membedah dokumen RKL (rencana pengelolaan lingkungan) yang dibuat pemrakarsa eksplorasi pasir besi disebut awal tindakan ilmiah yang cerdas.
Pemrakarsa eksplorasi (baca: eksploitasi) pasir besi, pt. Mitra Niagatama Cemerlang yang telah terdaftar sebagai perusahaan pertambangan dari Jakarta dengan SIUP No.: 503/002/KEP/2008 yang dikeluarkan Kantor Perijinan Terpadu Kabupaten Kebumen tertanggal 22 Oktober 2008. Total kebutuhan areal seluas 1.000,97 hektar. Surat Ijin (SIUP) ini diperpanjang pada 14 Januari 2010 dengan No.: 503/01/KEP/2010. Yang harus dibedakan adalah bahwa Surat Ijin ini bukanlah legalitas tunggal untuk melakukan eksplorasi pasir besi. Tetapi lebih merupakan Surat Ijin Perusahaan, yang memang harus diperbaharui sesuai dengan aturan daerah.
Sedangkan perijinan untuk melakukan eksplorasi harus mendasarkan pada Peraturan Menneg LH No.: 11 tahun 2006 yang mewajibkan dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal). Dan kajian warga atas dokumen RKL yang merupakan bagian dari dokumen Amdal itu, menunjukkan bahwa kepentingan untuk melaksanakan eksploitasi pasir besi di wilayah pesisir selatan bumi Mirit ini bukanlah kepentingan masyarakat setempat. Tetapi lebih mewakili kepentingan korporasi dan sekutu terdekatnya.
Korporasi Militeristik
Tak berlebihan kiranya jika harus dikatakan adanya kepentingan militer dalam sekongkol ekonomi yang bakal mengancam kelestarian lingkungan pesisir ini. Pemuatan data awal yang tertera dalam dokumen RKL pt. Mitra Niagatama Cemerlang mengenai luasan area rencana penambangan pasir besi 591,07 hektar. Di dalam bentangan alam pesisir ini, diklaim ada ”tanah TNI-AD” seluas 317,48 hektar. Ada apa dengan tentara, yang tanpa dasar mengaku punya asset tanah di sana? Kebutuhan tanah cadangan produksi selebihnya adalah tanah penduduk seluas 273,59 hektar.
Di luar kebutuhan areal untuk cadangan produksi ini masih dibutuhkan tanah non-produksi seluas 190,61 hektar yang terdiri dari 23,07 hektar tanah JJLS (Jalur Jalan Lintas Selatan), 34,96 hektar untuk makam pada tanah penduduk. Kebutuhan industri pasir besi ini, ternyata, bukan hanya daratan tetapi 116,58 hektar pada perairan laut. Dan masih butuh 219,11 hektar tanah penduduk yang akan dilakukan pengecekan kembali.
Betapa besar kehilangan asset sosial jika masyarakat harus patuh melayani kebutuhan industri ini. Asset sosial itu mencakup aspek fisik, alam, finansial, infrastruktur, kultur, dan sebagainya. Tetapi yang paling menyakitkan adalah apabila massa rakyat harus kehilangan haknya atas tanah budidaya termasuk di dalamnya akses ruang bagi aktualisasi tradisi pertanian yang sudah turun temurun.
Dan klaim ”tanah TNI-AD” sebagaimana termuat dalam dokumen RKL Penambangan Pasir Besi di Kecamatan Mirit, termasuk juga yang ada dalam dokumen bantuan teknis penyusunan Raperda RTRW Kebumen; semua itu telah menegasikan hak kedaulatan petani pada masyarakat lokal. Picu perlawanan telah dimulai.
Saturday, January 22, 2011
Penyelamatan Bumi dari Pesisir Mirit
Saturday, January 22, 2011
No comments
0 comments:
Post a Comment