Saturday, October 17, 2009

Resistensi Permanent

Setrojenar - Jum'at, 16 Oktober 2009. Sesuatu yang pernah diputuskan bersama, kemarin malam kembali diteguhkan. Semilir angin laut meninggikan harapan petani hingga dekat nadir malam di desa itu. Pada saat mana, lebih dari 50-an orang berkumpul di sebuah rumah sayap timur, dukuh Kuwang; dukuh yang penuh kekuatan tetapi nampak tenang.. Begitulah jika petani desa bikin agenda kumpulan untuk menyikapi perkembangan penting dalam mata rantai perjuangan panjangnya. Dan tak jauh di perempatan desa itu, puluhan pemuda bergerombol membincang dalam kesantaian yang riang tetapi nampak bahwa mereka berjaga-jaga.
Selama hampir delapan bulan , sejak 24 Februari 2009 lalu, petani kawasan pesisir selatan Kebumen menjalankan keputusan untuk menolak latihan tentara di wilayah yang dikenal dengan sebutan kawasan Urut-Sewu ini, maka pada Jum'at malam 16 Oktober 2009 kemarin, dikukuhkan kembali keputusan penolakan itu.
Dapat dikatakan bahwa musayawarah -yang berakhir hingga jam 23.47 wib- malam itu mencerminkan sikap lebih dari 3.000 keluarga petani pemilik tanah di kawasan pesisir. Di setiap pertemuan dan musyawarah yang dilakukan, selalu ada perwakilan petani dari beberapa desa. Dan keputusan untuk menolak latihan tentara, termasuk uji-coba senjata taktis di kawasan itu; tak berubah sebagaimana diputuskan pada musyawarah pertama.

Tolak Latihan TNI = Harga Mati !

Resistensi petani pada aktivitas tentara bukan dihasilkan dari aktivitas provokatif dan penyusupan -sebagaimana dituduhkan tentara- terhadap gerakan masyarakat sipil dari luar desa. Bahkan terhadap sinyalemen ini, petani mencibir, meski cibiran itu acap tersembunyi dalam hati.
Dalam sharing warga dikemukakan bahwa selama ini, bahkan hingga paska perayaan lebaran kemarin para “kumendan” tentara turun kembali ke beberapa desa, dengan cara yang mereka sebut sebagai silaturahmi dan mendekat kepada rakyat. Tak kurang dari mantan Danramil Buluspesantren beserta isteri yang datang di Senin siang, 21 September 2009. Disusul kemudian pejabat Dandim pada Selasa malam, 22 September 2009 di hari berikutnya.
Silaturahmi ini disambut baik oleh wakil petani yang telah memiliki organisasi bernama Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan.
"Silaturahmi itu baik, terlebih jika itu dilakukan sejak dulunya", kata Ketua FPPKS.
Tak urung dalam pendekatan itu yang belakangan dilakukan, ada cacat komunikasi dengan cara menghimbau pada petani untuk tidak percaya pada LSM atau juga mahasiswa yang masuk ke desa.
Cara pandang tentara ini telah menodai spirit silaturahmi itu sendiri. Bagaimana mungkin perilaku demikian dapat diterima jika dari nadanya saja telah berbau hasut..
Padahal perlawanan petani, dalam konteks ini semata berangkat dari kesadaran atas sejarah dan relasi kepemilikan tanah yang akan dimanipulasi. Bukti-bukti itu dapat disimak kembali pada statement-statement tentara yang berujung pada klaim atas tanah-tanah rakyat di kawasan itu.

Makna "Sedumuk Bathuk Senyari Bumi"

Pomeo Jawa klasik ini lebih dari menginspirasi jagad spiritual petani di kawasan Urut-Sewu, hingga kini. Ruh ini menjadi hidup dan menifest dalam wujud perlawanan petani, justru karena secara langsung petani merasakan dominasi tentara dan segala implikasinya selama 27 tahun. Mengambil keputusan untuk melawan dominasi tentara memiliki kait historis atas tanah pusaka warisan leluhur. Bahwa mempertahankan hak atas tanah menjadi kewajiban hidup telah dimaknai secara personal dan sosial.
Secara personal, setiap petani tak bisa teralienasi dengan tanah sebagai alat produksi utama. Secara sosial tradisi pertanian telah diwariskan secara turun-temurun, berdialektika dengan perkembangan kebutuhan hidup. Setidaknya dalam dekade terakhir ini pelibatan mesin-mesin pertanian dalam budidaya lahan makin massif saja. Jika dahulu, petani cuma bergantung pada tanaman padi varietas kering (gaga) dan palawija. Kini mulai dikembangkan budidaya tanaman perkebunan seperti semangka yang lebih menjanjikan nilai ekonomi. Kelangkaan sumber air kemudian disiasati dengan menggunakan mesin pompa.
(masih bersambung)

0 comments:

Post a Comment