Wednesday, January 20, 2016

Surat Terbuka untuk Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas

oleh Herlambang P. Wiratraman · January 20, 2016

20 Januari 2016

Assalamualaikum Wr. Wb.

Sungguh memprihatinkan. Saya menuliskan ini dari kampus Unair siang ini, usai mendapat pesan pendek tentang situasi tanah dan sawah rakyat dirusak dan akan dibangun mega proyek Banyuwangi Industrial Estate Wongsorejo (BIEW).

Pak Bupati, perkenankan saya mengetuk hati Anda. Bukan dengan Pendapat Hukum, melainkan surat yang berisikan rasa peduli kepemimpinan yang baik serta upaya perlindungan hak warga. Karena saya yakin, selain sebagai seorang pemimpin, Anda juga seorang yang terlahir dalam tradisi pesantren, tentunya pendidikan, nilai dan ajaran agama telah banyak didapatkan.

Di sebuah kampung, Bongkoran, antara desa Wongsorejo dan desa Alas Buluh, warga petani telah memberikan catatan sejarah penting dalam soal pertanian.

Petani, usai masa penjajahan, baik atas inisiatifnya maupun diajak membuka lahan bongkor, atau terlantar, atas dukungan pemerintah. Pemerintahan di masa 1950an peduli atas nasib petani agar lebih sejahtera.

Syukur alhamdulillah, hasilnya bukan semata kesejahteraan sosial sebagaimana dimandatkan UUD 1945, melainkan pula mengharumkan nama bangsa Indonesia. Bayangkan, tanah bongkoran itu ditanami jagung, dan untuk pertama kalinya dalam sejarah petani mengekspor jagung ke luar negeri, berasal dari kampung Wongsorejo, hingga ekspor perdana tersebut dihadiri oleh Menteri Sosial saat itu (lihat foto, milik alm. H. Husein).

Pak Bupati, ini membuktikan kesalahan pemerintah saat ini yang banyak diucapkan ke media atau publik, bahwa tanah Wongsorejo adalah tanah gersang yang tidak produktif. Ucapan itu, maaf, ahistoris! Bertolak belakang dengan pengalaman sejarah.

Padahal, saya sering mendengar, keberhasilan Bupati Anas, konon kabarnya adalah keberhasilan menggali potensi sosial-ekonomi daerah, sehingga tak sedikit pemerintah lain belajar kepada anda.

Pak Bupati, pernahkah Anda membaca, mendengar atau menyimak apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan, di lokasi mengapa warga petani begitu gigih bejuang mempertahankan hak atas tanahnya?

Sejarah petani Bongkoran tak lepas dengan cerita perampasan tanah, manipulasi dan paksaan untuk menyerahkan tanah kepada PT Wongsorejo, yang membuka lahan untuk industri perkebunan kapuk.

Kepada Pak Bupati, saya hanya sedikit saran. Jumpailah pak Bian, beliau sudah sangat tua, namun ialah salah satu saksi penting dalam proses keji perampasan tanah itu. Peganglah tangan beliau dengan lembut, lihat dan cocokkan jempol jarinya dengan bukti-bukti dokumen persetujuan penyerahan tanah kepada PT Wongsorejo, yang kini dokumen itu terus dirahasiakan oleh Kantor Pertanahan/BPN.

Saya hanya ingin memberitahukan kepada Anda, bahwa sekalipun fakta perampasan, kesaksian, dan data/dokumen dibuka, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi selama ini buta, atau mungkin dibutakan. Berhasil menutup rapat-rapat kebenaran, dan mengumbar kebohongan.

Pak Bupati Anas, saya masih yakin, Anda bukan pemimpin tipe demikian. Saya tidak yakin anda meniru pemimpin sebelumnya, yang memaksa dan mengusir warga petani, memukuli saksi sejarah pak Bian yang sudah renta, memenjarakannya di Lapas Banyuwangi. Bahkan, anaknya pak Bian, yang bernama Ponijan, ditembaki hingga peluru timah panas itu menembus tubuhnya. Subhanallah… Astaghfirullah, betapa kejamnya saya merasakan dan melihat itu semua.

Pak Bupati Anas, mas Ponijan anak pak Bian itu bisa juga Anda temui. Ia masih hidup. Ia bisa ditanya, kebenaran apa yang saya sampaikan ini.
Kekerasan demi kekerasan terus terjadi. Penangkapan, pemenjaraan terhadap petani belakangan ini, dan berbagai bentuk tekanan, saya yakin tidak akan pernah efektif menghentikan niat petani Bongkoran untuk ingin hidup sejahtera. Mereka memilih mati di tanahnya sendiri, karena kebenaran.

Pak Bupati Anas yang saya yakin ahli agama. Apakah Islam yang mengajarkan kekerasan, ancaman, dan siksaan terhadap kaum lemah, miskin dan mereka yang pertahankan kebenaran? Apakah Islam yang ajarkan halalkan segala cara untuk membenarkan kebohongan demi kebohongan, katanya kesejahteraan dengan industri mega proyek, tetapi mengapa isteri pak Nursadin tengah malam dikalungi celurit oleh preman-preman yang dikawal Polisi? Sayang, terlanjur pak Bupati. Akibat celurit itu, ia histeris dan bayinya meninggal di dalam kandungan.

Kemarin, saya dengar lagi ibu-ibu petani pingsan di lahan, karena pihak PT Wongsorejo dan aparat kepolisian memaksa untuk membuat bangunan di tanah dan sawah yang ditanami petani. Pagi ini berulang kembali, perusakan ladang jagung di atas tanah yang menjadi tumpuan kesejahteraan para petani. Prihatin sekali saya mendengarnya.

Apa tak ada cara pemerintah lebih santun pada warganya?

Terakhir, entah benar atau tidak. Bupati Banyuwangi, termasuk Anda, tidak pernah mau mendengar aspirasi warga petani Bongkoran secara langsung. Yang saya tahu, permohonan warga untuk ketemu berulang kali telah Anda abaikan, hingga jabatan periode pertama selesai. Konon kabarnya, kalau masuk ke kampung Bongkoran berbahaya, sehingga perlu dikawal puluhan atau ratusan polisi, satpol PP dan bahkan TNI. Ini tidak benar.

Saya yakin, pak Bupati Anas bukan tipe penakut, apalagi Anda pemimpin, Bupati, yang tiap saat bisa kerahkan pasukan mengawal anda, agar hindari ‘ancaman’ warga petani.

Tidak perlu pasukan atau aparat bersenjata. Ke kampung Bongkoran cukup dengan meluruskan niat, niat baik untuk memberikan rasa keadilan sosial, memberikan perlindungan dan rasa aman.

Pak Bupati Anas, bila Anda meminta saya menemani ke kampung Bongkoran itu, insya Allah saya akan sukarela dan bersedia hadir menemani. Dan, tentu akan dengan senang hati, menunjukkan di mana lokasi perampasan tanah, gubug di mana para saksi sejarah kampung tinggal, dan insya Allah tidak akan ada ancaman apapun.

Surat ini tak bermaksud menggurui, atau merasa lebih hebat dari Anda sebagai seorang pemimpin. Surat ini hanya berbagi perasaan, karena kekhawatiran saya, pak Bupati menerima informasi dari bawahan secara keliru, dibohongi, sehingga menjadi bahan kebijakan yang kurang tepat.

Pak Bupati Anas, kita pernah satu sekolah di SMASA Jember. Mungkin saat itu kita tak saling mengenal, tapi karir aAda membuat kita semua bangga, apalagi bila prestasi Banyuwangi semakin menjulang tinggi. Mudah-mudahan, kalau tak berkesempatan menemani Anda, Anda bisa datang sendiri ke kampung Bongkoran. Mendengar situasi warga petani dan sekaligus menguji apa benar yang saya tulis ini. Mohon maaf bila kurang berkenan, semoga bermanfaat.

Salam hormat,

Herlambang P. Wiratraman
Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga


http://islambergerak.com/2016/01/surat-terbuka-untuk-bupati-banyuwangi-abdullah-azwar-anas/

0 comments:

Post a Comment