This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sunday, October 25, 2009

Status Quo.. Bupati Ditunggangi ?

Statement Bupati Kebumen pada silaturahmi Selasa 20 Oktober 2009 di pendopo rumah dinas Bupati, adalah pengingkaran terhadap apa yang selama ini diperjuangkan petani kawasan Urut Sewu. Dalam "silaturahmi" yang hanya berisi pernyataan sefihak bahwa persoalan di kawasan Urut-Sewu telah dapat "diselesaikan" ini; pada kenyataannya telah sangat mengecewakan beberapa petani yang diundang ke sana. Kekecewaan ini ditunjukkan dengan mengambil sikap "walk-out" saat acara belum usai. Akan tetapi sikap ini tak "dibaca" oleh para pejabat Pemkab dan tentara.
Di tempat parkir, di sudut halaman pendopo, para petani menyatakan kekesalannya. Dan mensinyalir bahwa acara yang dikemas dalam bentuk "silaturahmi" ini tak lebih sebagai upaya tentara membikin bias persoalan.

Friday, October 23, 2009

Siaga Tani (di) Setro

Tiga hari setelah musyawarah petani kawasan Urut-Sewu menghasilkan ketetapan tekad untuk Menolak Latihan TNI dan mempertahankan kawasan pesisir selatan sebagai kawasan pertanian dan wisata; melayanglah undangan dari Bupati Kebumen. Undangan yang keperluannya tertulis sebagai silaturahmi, melibatkan unsur TNI, Pemkab dan tokoh masyarakat Urut-Sewu; di Pendopo rumah dinas Bupati ini juga dihadiri oleh puluhan petani dari kawasan pesisir selatan.
Sejak keberangkatan para petani ini telah bersepakat, bahwa jika dalam silaturahmi itu disinggung atau digiring untuk ada kesepekatan kompromi dengan tentara; maka petani akan meninggalkan tempat. Ternyata memang benar begitu. Berikut ini adalah cuplikan berita harian Suara Merdeka, edisi Kamis 22 Oktober 2009; TNI Bisa Latihan di Urut Sewu; Petani Boleh Bercocok Tanam:
______

KEBUMEN. Bupati Kebumen KH.M. Nashirudin Al Mansyur menyatakan permasalahan tanah Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI-AD dengan masyarakat di wilayah Urut Sewu, Kebumen untuk sementara menjadi status quo, yakni kembali pada keadaan sebelum terjadinya permasalahan.
Artinya penggunaan lahan untuk kegiatan dilaksanakan seperti sebelum ada permasalahan.
"TNI dapat melaksanakan latihan seperti sedia kala. Sedangkan para petani dapat melaksanakan kegiatan bercocok tanam", ujar Bupati pada acara silaturahmi antara TNI, Pemkab dan tokoh masyarakat Urut Sewu di Pendapa Rumah Dinas Bupati, Selasa (20/10).
______

Menanggapi berita ini, para petani mengkonsolidasikan diri kembali. Agaknya tekad untuk mempertahankan kawasan Urut Sewu sebagai kawasan pertanian dan wisata yang terbebas dari segala aktivitas tentara, bakal jadi perjuangan panjang. Petani menilai bahwa statement Bupati yang menyatakan kawasan itu untuk sementara menjadi "status quo", adalah sebagai pengingkaran terhadap kenyataan bahwa di situ ada masalah yang langsung berkaitan dengan hajat hidup ribuan petani.

Selamatan Dislitbangad

Hari Jum'at, 23 Oktober 2009, di Kantor Dislitbangad yang berada di desa Setrojenar diadakan tahlil selamatan dalam rangka rencana TNI melakukan latihan lagi. Beberapa petani yang berdekatan dengan lokasi dan diundang pada acara itu, memastikan maksud hajatannya memang akan latihan kembali. Kabar ini sontak memicu reaksi warga desa Setrojenar yang lainnya, serta pemuda.
Ribuan orang mengepung kompleks kantor yang sekaligus berdekatan dengan mess asrama.
Beruntung situasi yang kemudian memanas hampir tak terkendali ini dapat diredam, bukan oleh aparat, tetapi terutama oleh para tokoh seperti Kades dan para tokoh lainnya.
Situasi ini menyadarkan semua warga bahwa masih ada ancaman penggunaan kawasan pertanian sebagai zona latihan tentara dan ajang uji-coba senjata. Sehingga tekad untuk menolak segala bentuk latihan TNI makin membaja. Dan sejak lama memang telah disepakati, jika pada saatnya tentara bersikeras mau latihan kembali, maka semua warga akan menghadang dan menggagalkannya.

Profokasi Tentara di Tengah Hari

Malam itu banyak orang berjaga, terutama para pemuda desa Setrojenar. Paginya juga masih berlanjut, meski tak sebanyak saat malam. Banyak petani memutuskan untuk menunda pekerjaan di sawah ladang pada hari itu. Hal ini untuk mengantisipasi segala kemungkinan di siang harinya.
Tetapi sejak pagi kehidupan berjalan seperti biasanya. Para pemancing yang biasa menyalurkan kesukaannya di pantai Setrojenar berdatangan.
Hal yang mencolok pagi hari adalah banyaknya kunjungan anak-anak SD yang kebetulan baru selesai melaksanakan test mide-smesternya. Ribuan anak dikawal para guru mereka naik sepeda. Ada yang datang dari SD Negeri Kalibagor yang jaraknya mencapai belasan kilometer.
Lepas tengah hari, warga yang lewat jalan Daendels menginformasikan ada satu bus tengah berhenti di warung makan sebelah timur kantor Camat. Melihat posisinya, beberapa tentara yang tengah turun untuk keperluan makan siang itu datang dari arah timur. Beberapa orang menunggu di sekitarnya.
Dan saat bus ini berjalan kemudian berbelok arah menuju jalan ke pantai, disampaikanlah pesan waspada. Bus yang tak seberapa besar itu langsung menuju ke pantai, dan bertanya ke beberapa orang mengenai posisi lapangan tembak.
Di kampung, pesan getok tular itu menggerakkan orang untuk keluar rumah dan bergerak ke jalanan desa. Tak lama kemudian berkumpul puluhan warga dan diikuti oleh warga lain di belakangnya.
(bersambung)
(bersambung)

Saturday, October 17, 2009

Resistensi Permanent

Setrojenar - Jum'at, 16 Oktober 2009. Sesuatu yang pernah diputuskan bersama, kemarin malam kembali diteguhkan. Semilir angin laut meninggikan harapan petani hingga dekat nadir malam di desa itu. Pada saat mana, lebih dari 50-an orang berkumpul di sebuah rumah sayap timur, dukuh Kuwang; dukuh yang penuh kekuatan tetapi nampak tenang.. Begitulah jika petani desa bikin agenda kumpulan untuk menyikapi perkembangan penting dalam mata rantai perjuangan panjangnya. Dan tak jauh di perempatan desa itu, puluhan pemuda bergerombol membincang dalam kesantaian yang riang tetapi nampak bahwa mereka berjaga-jaga.
Selama hampir delapan bulan , sejak 24 Februari 2009 lalu, petani kawasan pesisir selatan Kebumen menjalankan keputusan untuk menolak latihan tentara di wilayah yang dikenal dengan sebutan kawasan Urut-Sewu ini, maka pada Jum'at malam 16 Oktober 2009 kemarin, dikukuhkan kembali keputusan penolakan itu.
Dapat dikatakan bahwa musayawarah -yang berakhir hingga jam 23.47 wib- malam itu mencerminkan sikap lebih dari 3.000 keluarga petani pemilik tanah di kawasan pesisir. Di setiap pertemuan dan musyawarah yang dilakukan, selalu ada perwakilan petani dari beberapa desa. Dan keputusan untuk menolak latihan tentara, termasuk uji-coba senjata taktis di kawasan itu; tak berubah sebagaimana diputuskan pada musyawarah pertama.

Tolak Latihan TNI = Harga Mati !

Resistensi petani pada aktivitas tentara bukan dihasilkan dari aktivitas provokatif dan penyusupan -sebagaimana dituduhkan tentara- terhadap gerakan masyarakat sipil dari luar desa. Bahkan terhadap sinyalemen ini, petani mencibir, meski cibiran itu acap tersembunyi dalam hati.
Dalam sharing warga dikemukakan bahwa selama ini, bahkan hingga paska perayaan lebaran kemarin para “kumendan” tentara turun kembali ke beberapa desa, dengan cara yang mereka sebut sebagai silaturahmi dan mendekat kepada rakyat. Tak kurang dari mantan Danramil Buluspesantren beserta isteri yang datang di Senin siang, 21 September 2009. Disusul kemudian pejabat Dandim pada Selasa malam, 22 September 2009 di hari berikutnya.
Silaturahmi ini disambut baik oleh wakil petani yang telah memiliki organisasi bernama Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan.
"Silaturahmi itu baik, terlebih jika itu dilakukan sejak dulunya", kata Ketua FPPKS.
Tak urung dalam pendekatan itu yang belakangan dilakukan, ada cacat komunikasi dengan cara menghimbau pada petani untuk tidak percaya pada LSM atau juga mahasiswa yang masuk ke desa.
Cara pandang tentara ini telah menodai spirit silaturahmi itu sendiri. Bagaimana mungkin perilaku demikian dapat diterima jika dari nadanya saja telah berbau hasut..
Padahal perlawanan petani, dalam konteks ini semata berangkat dari kesadaran atas sejarah dan relasi kepemilikan tanah yang akan dimanipulasi. Bukti-bukti itu dapat disimak kembali pada statement-statement tentara yang berujung pada klaim atas tanah-tanah rakyat di kawasan itu.

Makna "Sedumuk Bathuk Senyari Bumi"

Pomeo Jawa klasik ini lebih dari menginspirasi jagad spiritual petani di kawasan Urut-Sewu, hingga kini. Ruh ini menjadi hidup dan menifest dalam wujud perlawanan petani, justru karena secara langsung petani merasakan dominasi tentara dan segala implikasinya selama 27 tahun. Mengambil keputusan untuk melawan dominasi tentara memiliki kait historis atas tanah pusaka warisan leluhur. Bahwa mempertahankan hak atas tanah menjadi kewajiban hidup telah dimaknai secara personal dan sosial.
Secara personal, setiap petani tak bisa teralienasi dengan tanah sebagai alat produksi utama. Secara sosial tradisi pertanian telah diwariskan secara turun-temurun, berdialektika dengan perkembangan kebutuhan hidup. Setidaknya dalam dekade terakhir ini pelibatan mesin-mesin pertanian dalam budidaya lahan makin massif saja. Jika dahulu, petani cuma bergantung pada tanaman padi varietas kering (gaga) dan palawija. Kini mulai dikembangkan budidaya tanaman perkebunan seperti semangka yang lebih menjanjikan nilai ekonomi. Kelangkaan sumber air kemudian disiasati dengan menggunakan mesin pompa.
(masih bersambung)

Wednesday, October 07, 2009

SetroJenar, di Mata Orang Luar

Seorang penyair Borneo menulis puisi yang mengena bagi pertentangan di bumi Setro. Ini sebuah ukuran bahwa apa yang terjadi di seberang pulau dilihat pula oleh kalangan sastrawan dan direspons menurut tradisi kepenulisannya.

Realitas harian lainnya menunjukkan perkembangan penilaian yang membaik atas kawasan pesisir selatan Kebumen, khususnya pantai Setrojenar di Kecamatan Buluspesantren ini. Betapa tidak. Setiap harinya banyak orang berkunjung ke sana. 

Secara data, pengelolaan wisata pesisir Kebumen selatan di musim lebaran ini pernah mencatat rekor 17.000 kunjungan untuk satu hari lebaran.

Pantai ini seperti mengingatkan telah tersedia syarat-syarat budaya untuk berkembang di masa yang akan datang. Nah, membaca puisi kiriman berikut ini seperti membantu melihat secara jernih problematika yang potensial menghambat syarat-syarat pengembangan kebudayaan rakyat itu. 

Seutuhnya dapat dibaca:

NEGERI YANG MANA

aku melihat engkau menuruni bukit
bukan saja engkau, tapi dia, dia dan dia
tiada pagar pada sawah-sawah hijau
yang sebentar lagi menguning
untuk dipanen dan membayar hutang

aku melihat engkau menatap nanar
pada hamparan sawah membentang luas
kau berkata dalam benakmu
bukan saja kau, tapi dia, dia dan dia
tidak lagi dapat kami tanami
sawah-sawah kami yang rusak
sawah-sawah kami yang beranjau

katanya tentara telah mengambil alih
lahan membentang nyeri
untuk bermain perang-perangan
katanya untuk menjaga negeri

dan kau, bukan saja kau,
tapi dia, dia dan dia
bertanya menjaga negeri
negeri yang mana
kami petani anak negeri
mestikah diam
menyerah pada penjaga negeri

07 Okt 2009