Monday, September 25, 2017

Aliansi Anak Tani Memperingati Hari Tani Nasional 2017

Senin, 25 September 2017 | 08.46




Tak dapat kita lupakan sejarah yang telah menuliskan perjuangan-perjuangan rakyat indonesia untuk memenangkan tanah untuk rakyat. Tanah harus dibagikan kepada rakyat bukan hanya dimiliki oleh raja-raja, oleh segelintir orang. Dari kesadaran akan pentingnya tanah untuk rakyat lahirlah UU Pokok Agraria No 5 tahun 1960. Untuk memperingati kemenangan atas lahirnya UU tersebut maka diperingatilah Hari Tani Nasional yang jatuh pada setiap tanggal 24 September.

Pagi hari (25/9/17) pukul 10.00 WIB kawan-kawan yang tergabung dalam Aliansi Anak Tani (AAT) berkumpul di samping Parkiran Abu Bakar Ali Yogyakarta untuk memperingati Hari Tani Nasional 2017. Mereka duduk dibawah pepohonan sambil berbincang dan beberapa dari mereka menikmati hisapan rokok, mereka pun juga mempersiapkan perlengkapan aksi yang sudah disiapkan saat teklap (teknis lapangan) di malam hari sebelum aksi. Poster-poster yang bertuliskan "Tolak SG/PAG, "Tolak Pasar Bebas", "Laksanakan Agraria Sejati" telah disiapkan. 

Setiap menit kawan-kawan berdatangan ikut berkumpul duduk di bawah pepohonan sambil menunggu kawan-kawan yang lain. Massa aksi pun berdatangan hingga jumlahnya ratusan yang datang dari berbagai organisasi dan tak lama kemudian, pukul 11.00 WIB Korlap (Koordinator Lapangan) memanggil kawan-kawan massa aksi untuk berbaris dengan rapi, menunjukan bahwa massa aksi adalah massa aksi yang terdidik.

"Kapitalisme! Hancurkan!", "Imperialisme! Musnahkan!", "Tanah untuk rakyat! Sekarang juga!", begitulah Korlap membuka aksi massa dengan menyampaikan yel-yel perlawanan.

Indonesia yang masyarakatnya selain terdiri dari para pekerja atau buruh juga banyak yang petani, namun tanah-tanah petani tergusur dan terampas oleh kepentingan modal. Rezim Jokowi JK yang berjanji bahkan telah memasukkan reforma agraria sebagai salah satu prioritas kerja nasional yang terdapat pada program Nawacita hanya menjadi janji-janji tanpa implementasi.

"Seharusnya Jokowi Jk harus melaksanakan reforma agraria sebagaimana yang telah tercantum pada program Nawacita. Namun Jokowi JK tidak melaksanakannya, Jokowi JK telah berpihak pada para pemilik modal yang alhasil petani-petani pun tergusur, tersungkur!" teriak kawan dari organisasi FMN saat menyampaikan orasi politik.

Deven, kawan yang mewakili organisasi PEMBEBASAN dalam penyampaian orasi politik pun juga menyampaikan pentingnya reforma agraria, pun juga pentingnya menghapuskan pengklaiman tanah yang dilakukan Gubernur DIY selaku Sultan DIY dengan dalih adanya tanah Sultan Ground/Pakualaman Ground (SG/PAG). Tak lupa, Deven juga menyampaikan pentingnya persatuan organisasi-organisasi tanpa melibatkan organisasi yang telah bersetubuh pada militer, telah berselingkuh dari rakyat dan menjalin kemesraan dengan militer. Deven menyampaikan kritiknya terhadap organisasi yang mengaku berjuang untuk rakyat namun bersetubuh dan menjalin kemesraan dengan musuh rakyat yakni dengan mengundang militerisme dalam agenda diskusi-diskusinya.

Adalah penting menjelaskan seterang-terangnya siapa musuh rakyat. Selain dari kapitalisme dan imperialisme, musuh rakyat yang lainnya adalah militerisme. Fitri yang menyampaikan orasi politik mewakili SIEMPRE (Serikat Pembebasan Perempuan) juga menjelaskan, "kita tentu tidak dapat berjuang apabila masih bermesraan dengan militer yang telah membunuh berjuta-juta rakyat pada tahun 65/66, yang membunuh kawan-kawan saat aksi Kuda Tuli, yang menembaki kawan-kawan saat berlawan menumbangkan Rezim Soeharto, yakni Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, belum lagi militer yang telah membunuh jutaan rakyat West Papua hingga populasi Orang Asli Papua tersisa tidak sampai 50%".

Watak yang militeristik memang digunakan oleh kapitalisme untuk melindunginya agar eksploitasi, ekspansi dan akumulasi profitnya berjalan mulus tanpa suatu halangan sekecilpun. Militerpun terlibat dalam urusan sipil rakyat dengan menggusur tanah-tanah petani, melarang dan mengintimidasi petani yang berlawan. Dalam aksi hari tani tersebut tentu salah satu pernyataan sikapnya adalah tolak militer terlibat dalam urusan sipil rakyat.

Aksi tersebut berlangsung hingga pukul 14.00 WIB. Pernyataan sikap rakyat dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Anak Tani (AAT) diantaranya adalah :

1.  Jalankan reforma agraria sejati

2. Berikan tanah kepada petani

3. Stop kriminalisasi terhadap petani

4. Tolak privatisasi lahan

5. Hentikan monopoli & perampasan tanah melalui berbagai skema pembangunan infrastruktur, perkebunan besar, taman nasional, pertambangan, dll yg merugikan petani

6. Hentikan tindak kekerasan, intimidasi, teror, dan kriminalisasi dari militer terhadap petani & rakyat

7. Tolak kebijakan anti demokrasi

8. Tolak pasar bebas

9. Berikan kebebasan berkumpul, berserikat, dan berpendapat bagi rakyat

10.  Tuntaskan pelanggaran HAM

11. Cabut PP 78

12. Cabut UUPT no 12 tahun 2012

Sumber: PembebasanJogja 

0 comments:

Post a Comment