Jakarta (kpa.or.id) – Hampir tiga dekade PT. BNIL melakukan berbagai pelanggaran terhadap warga Banjar Margo, Tulang Bawang, Lampung. Mulai dari merampas lahan hingga melakukan kriminalisasi terhadap warga. Tercatat semenjak 1991 sudah 55 orang warga yang menjadi korban yang 8 diantaranya meregang nyawa, namun hingga saat ini tidak satupun sikap tegas dari aparat Negara untuk menghentikan tindakan tersebut.
Sementara pdt. Sugianto bersama empat orang petani STKGB yakni Sujarno, Hasan, Sukirman dan Sukirji yang berjuang merebut kembali hak atas tanah mereka langsung divonis hukuman penjara selang beberapa bulan setelah dituduh melakukan tindakan provokasi saat insiden bentrokan antara warga dengan Pamswakarsa awal Oktober tahun lalu.
Lagi-lagi petani harus menjadi korban dari peradilan sesat yang terus-menerus menjadi budaya di Negeri ini dalam penyelesaian konflik-konflik agraria. Pdt. Sugianto beserta empat petani STKGB tersebut divonis bersalah oleh PN Manggala, Tulang Bawang, Kamis, (2/3) atas tuduhan provokasi kerusuhan yang terjadi di areal konflik antara warga dengan PT BNIL.
Sujarno dan Hasan divonis 2 tahun penjara sedangkan Sukirman dan Sukirji divonis 2,4 tahun penjara. Keempatnya diputus bersalah melanggar pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Sementara Pdt. Sugianto divonis 1,6 tahun penjara karena alasan yang sama, yakni melanggar pasal 160 KUHP tentang penghasutan.
Kasus kriminalisasi yang dialami oleh Pdt. Sugianto dan enam petani STKGB ini kembali menjadi preseden buruk penegakan hukum yang dilakukan aparat d wilayah-wilayah konflik agraria. Selama era Jokowi-JK, cara penanganan konflik di wilayah-wilayah konflik agraria masih belum berubah dengan masih memakai cara lama yakni dengan terus melakukan cara-cara represif, teror, hingga pemidanaan paksa kepada petani atau warga yang sedang berhadap-hadapan dengan perusahaan atau pemerintah dalam rangka memperjuangkan hak mereka atas tanah. Selama tahun 2016 saja, KPA mencatat terjadi 177 pejuang agraria dikriminalisasi, 66 orang dianiaya, hingga 13 orang tewas di seluruh wilayah-wilayah konflik agraria.
Selama proses persidangan, KPA mencatat terdapat beberapa keganjilan yang jelas-jelas menghilangkan hak korban di depan hukum.
- Tuntutan jaksa mengkesampingkan fakta-fakta persidangan;
- Jaksa dalam membuat tuntutan hanya menyalin dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bukan dari keterangan saksi dalam persidangan,
- Saksi yang dihadirkan oleh Polisi untuk pdt. Sugianto merupakan polisi anggota Polres Tulang Bawang yang dalam konteks ini dia yang mengadukan, setelah itu menjadi penyidik, dan sekaligus bersaksi di pengadilan.
- Sugianto dituduh melakukan provokasi, Sakirman dituduh menggunakan toa untuk mengajak warga aksi, sedangkan Sujarno dituduh melakukan penghasutan pengrusakan kepada warga. Anehnya dalam persidangan ini tidak ada satu orang pun saksi yang mengatakan melihat kejadian tersebut.
Atas situasi tersebut, KPA mengecam keras tindakan kriminalisasi Polres Tulang Bawang beserta praktek peradilan sesat yang telah dilakukan saat proses persidangan dengan mengabaikan hak-hak konstitusional korban dan warga yang dalam kontek ini merupakan korban gusuran dari perampasan lahan yang dilakukan oleh PT. BNIL.
Demikian pernyataan sikap ini kami buat, sebagai bentuk tuntutan kepada semua pihak terkait untuk segera menghentikan praktek-praktek peradilan sesat, menghentikan tindakan kriminalisasi dan segera membebaskan Pdt. Sugianto dan enam petani STKGB. Mendesak Komnas HAM dan Mabes Polri, Polda Lampung untuk segera mengusut tuntas pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PT. BNIL.
Jakarta, 3 Maret 2017
Dewi Kartika
Konsorsium Pembaruan Agraria
0 comments:
Post a Comment