Kejadian ini berawal ketika PTPN XIV Takalar bermaksud hendak mengelola lahan yang sedang dalam penguasaan warga sejak tahun 2012 dengan ditanami berbagai macam tanaman pangan. Sekitar pukul 08.30 Wita dengan mengerahkan empat orang karyawan dengan empat traktor yang dikawal 13 orang BRIMOB POLDA SULSEL dengan seragam lengkap dan senjata laras panjang. Kejadian ini di atas kebun Daeng Tarring (Anggota STP – Takalar) dan Daeng Rani (berisi tanaman ubi jalar yang berusia ±1,5 bulan). Melihat kejadian itu sekitar 40 orang petani lainnya mendatangi lokasi dan meminta menghentikan pengerukan lahan sebelum konflik tanahnya diselesaikan terlebih dahulu.
Namun, petani dipaksa mundur oleh Brimob (Bripka Rahman Santawi alias Opa) yang langsung mengambil alih traktor dan menjalankan mengarah kepada kumpulan petani. Petani yang ada terpaksa mundur dan berkumpul disisi lain menunggu petani yang lain. Menjelang siang hari, setelah berkumpul sekitar 100 orang petani, Bripka Rahman (Opa) turun dari traktor dan mengajak 12 orang brimob lainnya mengusir petani dengan menodongkan senjata (laras panjang). Sempat terjadi saling dorong dan akhirnya karyawan PTPN XIV dan Brimob meninggalkan lokasi.
Tanggal 14 Oktober 2014 Sekitar pukul 10.00 WITA, sejumlah karyawan PTPN XIV Takalar yang dikawal oleh 15 anggota Brimob Polda Sulsel kembali melakukan pengolahan lahan petani (anggota STP-Takalar) milik Dg. Baco dan Dg. Rampu. Diketahui di lokasi terdapat anggota kepolisian dari Polres Takalar (datang dengan satu Bus Kepolisian dan 20 anggota Polres Takalar lainnya datang dengan mengendarai 10 sepeda motor (berboncengan). Di lokasi diketahui keberadaan Wakapolres Kab. Takalar, Kapolsek Polongbangkeng Utara dan Danramil Polongbangkeng. Mereka memanggil, mengumpulkan dan memberitahukan kepada para petani STP-Takalar bahwa tanah yang diklaim oleh STP-Takalar akan diolah oleh perusahaan tanpa kecuali.
Para Petani berusaha menghalau proses pengolahan sementara anggota kepolisian (termasuk Brimob polda Sulsel) memaksa para petani untuk mundur dengan mengancam menggunakan senjata laras panjang, bahkan beberapa kali melepas tembakan ke udara. Disamping itu, karyawan PTPN melempar batu ke arah para petani yang mengakibatkan para petani membalasnya dengan melemparkan batu juga. Aksi saling lempar tersebut berlangsung sekitar 10 menit setelah anggota kepolisian kembali melepas tembakan ke udara.
Pihak Kepolisian dan para petani sempat melakukan dialog, yang mana pihak kepolisian meminta agar anggota STP mundur dan begitupun dari pihak karyawan PTPN XIV Takalar. Akhirnya karyawan membawa kembali traktor pabrik PTPN XIV, sementara para petani tetap berdiam di lokasi hingga karyawan dan pihak kepolisian tidak terlihat lagi.
Tanggal 27 Oktober 2014, sekitar pukul 10.00 Wita. Pihak PTPN XIV atau Pabrik Gula Takalar, kembali mengerahkan Aparat TNI (Yonif 726), Brimob Polda Sulawesi Selatan, Satpol PP, dan melibatkan oknum preman untuk memaksakan pengolahan lahan yang menjadi objek sengketa antara perusahaan dan masyarakat. Masyarakat yang tergabung dalam Serikat Tani Polongbangkeng (STP) Takalar berupaya mempertahankan lahan tersebut sampai adanya penyelesaian konflik yang berkeadilan bagi masyarakat, lahan yang saat ini dikelolah sebagai lahan pertanian oleh masyarakat sebagai lahan produksi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kali ini dipimpin oleh ketua DPRD kabupaten takalar ((H. Jabir Bonto). Petani meminta berdialog, namun di tolak oleh ketua DPRD ini, hingga situasi mulai memanas dimana petani (yang mayoritas ibu-ibu) tetap mempertahankan lahan dengan membentuk pagar hidup dan pihak PTPN XIV bersikeras akan mengelola lahan.
Tidak lama kemudian H. Jabir Bonto mulai bertindak kasar dengan menarik anggota STP, dan kemudian diikuti oleh para aparat dan preman terhadap anggota STP, tidak kurang dari 30 orang yang terdiri dari perempuan, ibu-ibu, dan para orang tua yang mendapat pukulan dari mereka dan salah seorang (orang tua/Ibu) didorong dengan mengerahkan mobil traktor. Karena banyak yang dipukul dan beberapa diantarnya mulai ditangkap, anggota STP mulai mundur dan melepaskan diri dari para aparat dan preman, kejadian ini berlangsung hingga sekitar jam 14.00. Semua petani akhirnya kembali berkumpul di areal yang tidak jauh dari lokasi kejadian sebelum akhirnya meninggalkan lokasi dan menuju perkampungan.
Atas kejadian ini, 2 orang anggota STP sempat ditangkap dan sempat mendapat pukulan dari beberapa orang yang diketahui adalah anggota Brimob, TNI dan preman. Salah satu dari petani tersebut berhasil meloloskan diri. Sementara satu lainnya, yakni Daeng Aming ditahan hingga saat ini, sementara satu lainnya sudah kembali.
Sampai hari ini, aparat kepolisian gabungan (polres Takalar, polsek Polongbangkeng Utara, Brimob POLDA SULSEL) terus berdatangan kelokasi baik mengawal proses penggusuran lahan pertanian warga ataupun menjaga jalan-jalan utama Desa-desa dan patroli ke kampung-kampung.
Tindakan kekerasan oleh aparat kepolisian juga terjadi di Kalimantan Selatan, dimana terjadi Penembakan terhadap Warga Masyarakat Hukum Adat Malinau sekitar Jam 10.00 wita pada 21 Oktober 2014 oleh Brimob serta Anggota Kepolisian Kapolres Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan yang bertugas membekingi Perusahaan PT Kodeco Timber dan PT Jonlin Bratama (JB). Korban bernama INUS (35 tahun) Warga Dayak Meratus, yang sedang mengambil Kayu dihutan ditembak dibagian Kepala dan Perut sehingga korban meninggal dunia. Tempat Kejadian Perkara (TKP) Batu Raya, Kecamatan Mentewi, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan. Yang diduga memasuki wilayah Perusahaan Padahal wilayah adat.
Begitupun kriminalisasi oleh kepolisian juga terjadi terhadap Yuni Rahayu seorang calon buruh migran asal kota Semarang, Jawa Tengah yang dihukum 6 bulan oleh Pengadilan Negri karena gagal berangkat ke Hongkong lantaran ijin mengurusi bapaknya yang sakit hingga meninggal ketika masa mengikuti BLK di PT Maharani Tri Utama Mandiri.
Kekerasan dan kiminalisasi terus terjadi, terhadap rakyat Indonesia baik disektor tani, buruh dan sector lain menjadi preseden buruk bagi awal pemerintahan Jokowi yang selama ini mendengungkan presiden pilihan rakyat. Atas kejadian itu kami selaku organisasi massa tingkat nasional menyatakan sikap mendukung sepenuhnya perjuangan kaum tani di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan serta mengutuk keras tindakan intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi dilakukan aparat negara terhadap petani dan rakyat Indonesia.
Kami juga menuntut penghentian segala bentuk kekerasan dan kiminalisasi yang dilakukan oleh perusahaan, aparat negara atau pelaku lainnya. Kami juga menuntut untuk segera menghukum pelaku kriminalisasi dan kekerasan, seberat-beratnya. Secara khusus kami menuntut :
1. Kepada KAPOLRI dan panglima TNI agar segera memerintahkan anggota POLRI dan TNI untuk meninggalkan lokasi konflik agraria di Kabupaten Takalar serta menghentikan intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi terhadap rakyat yang memperjuangkan haknya sebagai warga negara. Dan mengusut tuntas pembunuhan masyarakat adat di Batu Raya, Kecamatan Mentewi, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.
2. Kepada KOMNAS HAM, KOMPOLNAS dan OMBUDSMAN agar segera melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM, pelanggaran fungsi dan wewenang aparat Negara (Polisi dan ketua DPRD) di kabupaten Takalar demi rasa keadilan bagi rakyat dan kehormatan negara di hadapan rakyat serta menghentikan upaya PTPN XIV untuk merampas lahan pertanian rakyat sampai konflik terselesaikan.
3. Kepada MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG untuk segera menyelesaikan konflik agraria antara PTPN XIV dan Masyarakat di kabupaten Takalar Sulawesi Selatan, sesuai dengan kesejarahan, dan rasa keadilan bagi rakyat. Serta mengembalikan fungsi tanah di 11 Desa di kecamatan Polongbangkeng Utara sebagai area pertanian pangan pokok rakyat (beras).
4. Agar JOKOWI - JK segera melaksanakan reforma agraria sejati sesuai janji ketika kampanye.
Siaran pers Nasional Dukung Petani Takalar 3 November 2014 :
[AGRA, WALHI, AMAN, KontraS, FMN, ATKI, PB KOPRI PMII, GSBI, YLBHI, PPMAN]
Contact person:
- Ridwan [AGRA] 081210335037
- Kurniawan Sabar [WALHI] 0812 41481 868
- Mualimin Pardi Dahlan [AMAN] 081291117410
Karsiwen [ATKI] .081281045671