- Tudingan Cara ORBA di Selapan Pasca Bentrok
Kemunculan organ pemuda di kawasan Urutsewu yang pembentukannya didukung oleh para pejabat dan kalangan militer, lebih cenderung membuka kerawanan baru ketimbang sebagai upaya yang mengarah pada keamanan ketentraman masyarakat. Setelah serangan bersenjata terhadap warga sipil (16/4) desa Setrojenar terjadi sebagai bagian dari kekerasan sosial. Kemunculan Forum Komunikasi Konsolidasi Keamanan dan Ketentraman Urutsewu Kebumen (FK4UK) ini disinyalir sebagai pendukung kepentingan fihak yang berkonspirasi untuk memanfaatkan pesisir UrutSewu bukan sebagai kawasan pertanian dan pariwisata.
Dan fihak yang paling berkepentingan dalam konteks ini adalah investor yang akan melakukan eksploitasi tambang bijih besi di kawasan pesisir. Pemegang kuasa ijin penambangan ini adalah fihak Pt. Mitra Niagatama Cemerlang. Sedangkan dalam kasus pasir besi Kebumen, investor ini meminta “persetujuan” tentara (Pangdam IV/Diponegoro); padahal TNI tak punya legitimasi pemilikan tanah-tanah pesisir, khususnya di wilayah kecamatan Mirit.
Munculnya Spanduk Anti Komunisme
Di desa Setrojenar muncul spanduk anti komunisme dan NII yang dibentang di jalan desa dekat kompleks DislitbangAD. Tulisan: “Waspada. Bahaya Laten Komunisme/PKI dan Ideologi Sesat NII” itu dibuat dengan warna mencolok mata. Identitas pembuatnya tertera FK4UK. Di satu sisi, publik pantas menduga bahwa “organ Pemuda” yang baru dideklarasikan ini tak lebih cuma kepanjangan tangan sistem Orba yang busuk. Demikian pula cara-cara dikotomis yang digunakannya. Secara visioner, pendirian FK4UK, pada sisi lain, dapat dikatakan merupakan tandingan organisasi petani yang kritis dan telah ada sebelumnya, yakni FPPKS.
Sinyalemen bahwa dipakainya cara-cara Orba yang mengarah pada pemberangusan gerakan penolakan petani UrutSewu, makin nyata. Delegitimasi publik terhadap organ yang bersikap kritis terhadap penguasa otoriter, tapi sebenarnya telah teruji konsistensi program dan aksinya dalam pembelaan kepentingan petani. Inilah yang dilakukan FK4UK yang sebenarnya malah rawan menumbuhkan benih konflik baru di kawasan pertanian UrutSewu.
Jika pemerintah tak tanggap dengan semua sinyalemen buruk ini, justru dikhawatirkan akan menumbuhkan konflik horisontal di masa yang akan datang. Pertanyaannya adalah, siapa yang mendesain semua ini?
Hal ini menunjukan bahwa essensi tuntutan penetapan kawasan bagi sebesar-besar kemakmuran petani, yakni penetapan kawasan Urutsewu sebagai kawasan agrowisata, sebagaimana diperjuangkan melalui FPPKS selama ini; tak dipandang dan dipahami secara utuh oleh pemerintah.
Bahaya Nyata Militerisme
Jika komunisme dipandang sebagai “bahaya laten” sebagaimana sering dilansir Orba, maka kini muncul bahaya yang bukan lagi laten, tetapi nyata di depan mata. Bahaya itu adalah bahaya militerisme di Indonesia. Dan fenomena ini terasa nyata kemunculannya di kawasan UrutSewu.
Memang, di negeri republik yang bukan juncta militer ini harus selalu diingatkan bahwa militer itu bukan semestinya menjadi penguasa. Jadi jangan lalu menuding rakyat atau petani yang bersikap kritis dalam membela dan mempertahankan hak-hak mendasarnya dengan stigma kiri, mendalih ada komunis, atau aliran maupun ideologi sesat. Disamping semua ini merupakan cara-cara usang, maka penggunaan stigma komunisme hanya menunjukkan siapa pembuatnya. Dan FK4UK telah menunjukkan siapa jatidiri dengan identitas “orba”nya itu.
Mungkin memang inilah cermin adanya kekuatan ideologi Kapitalisme yang menyusup lewat rencana tambang besi yang akan mulai dilaksanakan dari pesisir Mirit. Kekuatan Kapitalisme yang bakal mengancam kesejahteraan sosial dan mengancam kerusakan ekosistem pesisir dengan eksploitasi sumberdaya alam. Ini lah ancaman yang sejatinya lebih berbahaya; dan itu bukan latent lagi; tetapi mulai nyata. Bukan Komunisme, tetapi ancaman Kapitalisme yang jauh lebih merusak !