Meski TNI-AD telah membangun pagar di 6
dari 15 desa pesisir kawasan Urutsewu, tak lalu menyurutkan tekad petani di
sana untuk terus melakukan penolakan. Tindakan pemagaran pesisir yang telah
selesai pembuatannya di kecamatan Ambal mencakup desa Kenoyojayan, Ambalresmi,
Kaibon, Sumberjati, serta di kecamatan Mirit meliputi desa Mirit Petikusan dan
Tlogodepok; adalah tindakan illegal.
“Pembangunan pagar di Urutsewu itu illegal”,
terang Widodo Sunu Nugroho, Ketua Urutsewu Bersatu.
Hal ini disampaikan pada gelar mujahadah “konsolidasi”
petani di pesisir dukuh Pranji desa Entak [Ambal], Rabu [24/6] di sebuah bukit
pasir atau gumuk yang diyakini
masyarakat pada masa silam pernah dipakai mesanggrah
Raja Mataram, Sultan Agung.
Jika pembangunan pagar itu legal,
tambahnya, harus jelas dulu status tanahnya. Pun mensyaratkan adanya Ijin
Mendirikan Bangunan sebagaimana mestinya jika pihak mana pun termasuk instansi
pemerintah membangun kantor atau sejenisnya. Itu lah sebabnya petani dan
masyarakat pesisir selatan Kebumen terus melakukan penolakan, meskipun di
beberapa desa, pemagaran telah selesai dikerjakan.
Kebangkitan
TAPUK
Kenekadan TNI-AD membangun pagar, telah
lama menjadi buah bibir banyak pihak. Termasuk Tim Advokasi Petani Urutsewu
Kebumen [TAPUK] yang dibentuk 4 tahun lalu, menyertai “Tragedi Urutsewu” di Setrojenar pada
16 April 2011.
TAPUK adalah sebuah koalisi masyarakat sipil
yang terdiri dari praktisi hukum, advokat, pekerja sosial, aktivis LSM, aktivis
tani dan mahasiswa; termasuk di dalamnya para petani dari kawasan pesisir
Urutsewu. Koalisi masyarakat ini dimotori oleh LBH Pakhis [Kebumen], LBH
Yogyakarta, LPH Yaphi Solo dan LBH Semarang.
Kabar tentang pemagaran pesisir Urutsewu
juga mewarnai atmosfer sengketa agraria di Indonesia yang kembali marak di era
rejim berciri mengedepankan kekerasan yang terjadi dimana-mana. Koalisi TAPUK
kembali terpanggil oleh kesadaran pentingnya membangun dan mendorong meluasnya solidaritas
rakyat.
“Kebangkitan Urutsewu akan menjadi tonggak
yang penting dalam budaya dan sejarah perlawanan petani”, pungkas pegiat TAPUK
0 comments:
Post a Comment